Lompat ke isi

Bastem: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: pasca panen → pascapanen
Baris 1: Baris 1:
'''Basse Santempe''' atau '''Bastem''' adalah sebutan satu kawasan pada lokasi di lereng sebelah timur dari [[Gunung Latimojong]], [[Kabupaten Luwu]], provinsi [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Kawasan ini dihuni oleh suku Toraja yang ikut dibawah pemerintahan Kedatua Luwu. Kawasan Besse Santempe ini subur untuk tanaman [[kopi]] Arabika dan tanahnya mengandung biji [[emas]]. Kawasan Basse Santempe ini terdiri dari dua kecamatan adalah kecamatan [[Bassesangtempe, Luwu|Bassesangtempe]] dan kecamatan [[Latimojong, Luwu|Latimojong]].
'''Basse Santempe''' atau '''Bastem''' adalah sebutan satu kawasan pada lokasi di lereng sebelah timur dari [[Gunung Latimojong]], [[Kabupaten Luwu]], provinsi [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Kawasan ini dihuni oleh suku Toraja yang ikut dibawah pemerintahan Kedatua Luwu. Kawasan Besse Santempe ini subur untuk tanaman [[kopi]] Arabika dan tanahnya mengandung biji [[emas]]. Kawasan Basse Santempe ini terdiri dari dua kecamatan adalah kecamatan [[Bassesangtempe, Luwu|Bassesangtempe]] dan kecamatan [[Latimojong, Luwu|Latimojong]].


Kondisi geografi dan topografi wilayah Bastem yang berupa gunung dan lembah, sehingga sampai saat ini kondisi prasarana transportasi darat yang masih tertinggal, jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain di Tana Luwu. Jika dibandingkan dengan kondisi di beberapa kecamatan di wilayah Tana Luwu, masih sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan kecamatan Seko dan Rampi di Luwu Utara. Seharusnya untuk perbaikan prasarana jalan di daerah seperti ini, perlu dikembangkan tekhnolgi konstruksi yang lebih sesuai, agar tepat dan sesuai dengan bobot beban alam dan lingkungannya. Misalnya pembangunan jalan seharusnya bersamaan dengan drainase jalan, pada saat yang sama dibutuhkan penanaman rumput atau pohon yang memproteksi area terbuka sekitar jalan dari erosi akibat air hujan. Labar jalan diminimalkan guna menekan beban buatan dan efisiensi sumber daya pembangunannya, tetapi secara periodek jarak tertentu perlu titik untuk mengatur pertemuan kendaraan yang besar. Demikian pula mengenai pengembangan tekhnologi budi daya komoditi yang menjadi andalan mata pencaharian masyarakat, yang dikembangkan adalah pola intensifikasi budidaya, pengembangan komoditi bernilai ekonomi tinggi dan pengembangan teknologi pasca panen dalam skala rumah tangga dan kelompok. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan energi, yang diperlukan adalah tekhnologi pemenfaatan potensi sumber daya lokal seperti PLTMH untuk listrik, kincir angin dan solar sel.Konsepsi seperti inilah yang tepat dikembangkan diwilayah dengan sifat topografi dan geografi pegunungan.
Kondisi geografi dan topografi wilayah Bastem yang berupa gunung dan lembah, sehingga sampai saat ini kondisi prasarana transportasi darat yang masih tertinggal, jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain di Tana Luwu. Jika dibandingkan dengan kondisi di beberapa kecamatan di wilayah Tana Luwu, masih sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan kecamatan Seko dan Rampi di Luwu Utara. Seharusnya untuk perbaikan prasarana jalan di daerah seperti ini, perlu dikembangkan tekhnolgi konstruksi yang lebih sesuai, agar tepat dan sesuai dengan bobot beban alam dan lingkungannya. Misalnya pembangunan jalan seharusnya bersamaan dengan drainase jalan, pada saat yang sama dibutuhkan penanaman rumput atau pohon yang memproteksi area terbuka sekitar jalan dari erosi akibat air hujan. Labar jalan diminimalkan guna menekan beban buatan dan efisiensi sumber daya pembangunannya, tetapi secara periodek jarak tertentu perlu titik untuk mengatur pertemuan kendaraan yang besar. Demikian pula mengenai pengembangan tekhnologi budi daya komoditi yang menjadi andalan mata pencaharian masyarakat, yang dikembangkan adalah pola intensifikasi budidaya, pengembangan komoditi bernilai ekonomi tinggi dan pengembangan teknologi pascapanen dalam skala rumah tangga dan kelompok. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan energi, yang diperlukan adalah tekhnologi pemenfaatan potensi sumber daya lokal seperti PLTMH untuk listrik, kincir angin dan solar sel.Konsepsi seperti inilah yang tepat dikembangkan diwilayah dengan sifat topografi dan geografi pegunungan.
{{indo-geo-stub}}


[[Kategori:Kabupaten Luwu]]
[[Kategori:Kabupaten Luwu]]


{{indo-geo-stub}}

Revisi per 8 April 2020 04.56

Basse Santempe atau Bastem adalah sebutan satu kawasan pada lokasi di lereng sebelah timur dari Gunung Latimojong, Kabupaten Luwu, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kawasan ini dihuni oleh suku Toraja yang ikut dibawah pemerintahan Kedatua Luwu. Kawasan Besse Santempe ini subur untuk tanaman kopi Arabika dan tanahnya mengandung biji emas. Kawasan Basse Santempe ini terdiri dari dua kecamatan adalah kecamatan Bassesangtempe dan kecamatan Latimojong.

Kondisi geografi dan topografi wilayah Bastem yang berupa gunung dan lembah, sehingga sampai saat ini kondisi prasarana transportasi darat yang masih tertinggal, jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain di Tana Luwu. Jika dibandingkan dengan kondisi di beberapa kecamatan di wilayah Tana Luwu, masih sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan kecamatan Seko dan Rampi di Luwu Utara. Seharusnya untuk perbaikan prasarana jalan di daerah seperti ini, perlu dikembangkan tekhnolgi konstruksi yang lebih sesuai, agar tepat dan sesuai dengan bobot beban alam dan lingkungannya. Misalnya pembangunan jalan seharusnya bersamaan dengan drainase jalan, pada saat yang sama dibutuhkan penanaman rumput atau pohon yang memproteksi area terbuka sekitar jalan dari erosi akibat air hujan. Labar jalan diminimalkan guna menekan beban buatan dan efisiensi sumber daya pembangunannya, tetapi secara periodek jarak tertentu perlu titik untuk mengatur pertemuan kendaraan yang besar. Demikian pula mengenai pengembangan tekhnologi budi daya komoditi yang menjadi andalan mata pencaharian masyarakat, yang dikembangkan adalah pola intensifikasi budidaya, pengembangan komoditi bernilai ekonomi tinggi dan pengembangan teknologi pascapanen dalam skala rumah tangga dan kelompok. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan energi, yang diperlukan adalah tekhnologi pemenfaatan potensi sumber daya lokal seperti PLTMH untuk listrik, kincir angin dan solar sel.Konsepsi seperti inilah yang tepat dikembangkan diwilayah dengan sifat topografi dan geografi pegunungan.