Badan Penyelenggara Jaminan Sosial: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
Baris 13: | Baris 13: | ||
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan [[Nafsiah Mboi]] menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.<ref>[http://menkokesra.go.id/content/iuran-bpjs-kesehatan-rp-22-ribu Iuran BPJS Kesehatan Rp 22 Ribu]</ref> |
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan [[Nafsiah Mboi]] menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.<ref>[http://menkokesra.go.id/content/iuran-bpjs-kesehatan-rp-22-ribu Iuran BPJS Kesehatan Rp 22 Ribu]</ref> |
||
Nn3nejenejejjejenejejehehebbe |
|||
== Sejarah pembentukan == |
== Sejarah pembentukan == |
Revisi per 25 April 2020 07.04
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[1] Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[2]
Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.
Kepesertaan Wajib
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.[3]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui Program Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, tetapi juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.[butuh rujukan] Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.[4]
Sejarah pembentukan
Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan) bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011.[5]
Menteri Keuangan (saat itu) Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan dana sosial pada kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah mengusulkan dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu yang memberatkan kondisi perekonomian.[6]
Besaran iuran
Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin.[7]
Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22 ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerintah.[8].
Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.[9]
Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.[10]
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar Rp38.000.[11]
Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS menjadi sekitar Rp 27 ribu per orang per bulan.[12]
Direktur Konsultan Jaminan Sosial Martabat Dr. Asih Eka Putri, menilai bahwa rumusan iuran JKN belum mampu menyertakan prinsip gotong-royong dan keadilan. Formula iuran juga belum mampu mengoptimalkan mobilisasi dana publik untuk penguatan sistem kesehatan, khususnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan. [13]
Proses transformasi
Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia.[14]
Namun pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh BPJS pada 2014 diperkirakan terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang masih kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa menampung 29 juta orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap beroperasi pada 2014 mendatang.[15]
Referensi
- ^ Ridwan Max Sijabat (30 Mei 2012). "Askes, Jamsostek asked to prepare transformation". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Juli 2013.
- ^ Fiki Ariyanti (7 Maret 2013). "Persiapan Pelaksanaan BPJS, Askes dan Jamsostek Konsolidasi". Liputan6.com. Diakses tanggal 22 Juli 2013.
- ^ 2014, Semua WNI Wajib Bayar Iuran BPJS
- ^ Iuran BPJS Kesehatan Rp 22 Ribu
- ^ UU BPJS Disahkan DPR
- ^ UU BPJS Disahkan DPR
- ^ Kemenkokesra Pesimistis Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Cukup Buat 86 juta Rakyat Miskin
- ^ Iuran BPJS Kesehatan Rp 22 Ribu
- ^ Kemenkeu: Negara Hanya Mampu Subsidi Iuran BPJS Rp 15 Ribu Per Bulan
- ^ Pemprov DKI Jakarta Keberatan Subsidi BPJS Kesehatan Rp 15.500
- ^ Kesiapan Kemenkes untuk BPJS 80 persen
- ^ DPR Tetap Minta Pemerintah Naikkan Asuransi Kesehatan BPJS
- ^ Iuran Regresif, JKN Rugi
- ^ Kemensos: BPJS Indonesia Akan Jadi yang Terbesar dan Terbaik di Asia
- ^ Indonesia, PT. Solusi Finansialku. "Kebijakan Baru Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 100 Persen". www.finansialku.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-07-19.