Lompat ke isi

Wuku Taun: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Wuku Taun''' adalah salah satu upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Upacara ini dilaks...'
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Wuku Taun''' adalah salah satu upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 1 sampai dengan 14 Muharam (tahun baru Islam) dan dipusatkan di Rumah Adat. Penamaan ''Wuku Taun'' berasal dari kata buku yang memiliki makna membuka lembaran baru di tahun yang baru (Islam) dan menutup tahun yang sudah berlalu. Tujuan dilaksanakan upacara ini untuk memohon perlindungan Allah Swt., leluhur kampung,penolak bala, memohon keselamatan dan melestarikan tradisi gotong royong yang dianut masyarakat selama bertahun-tahun.<ref>{{Cite web|url=http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=432&lang=id|title=Upacara Wuku Tahun-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat|website=www.disparbud.jabarprov.go.id|access-date=2020-05-14}}</ref> Indikasinya terlihat dari para warga yang saling menyumbang untuk acara ini. Ada yang menyumbang beras, tahu, tempe dan bahan makanan lain. Semua bahan makanan dikumpulkan di rumah adat. Para ibu di kampung akan bekerja sama untuk mengolahnya menjadi makanan. Setelah jadi, makanan tersebut akan dimakan bersama-sama.<ref>{{Cite web|url=https://bobo.grid.id/read/08678276/wuku-taun-upacara-adat-masyarakat-cikondang|title=Wuku Taun, Upacara Adat Masyarakat Cikondang - Bobo|website=bobo.grid.id|language=id|access-date=2020-05-14}}</ref>
'''Wuku Taun''' adalah salah satu upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun mulai dilaksanakan sejak 1-24 Muharam dan puncaknya pada tanggal 15 Muharam (tahun baru Islam) dan dipusatkan di Rumah Adat. Penamaan ''Wuku Taun'' berasal dari kata buku yang memiliki makna membuka lembaran baru di tahun yang baru (Islam) dan menutup tahun yang sudah berlalu. Tujuan dilaksanakan upacara ini untuk memohon perlindungan Allah Swt., leluhur kampung,penolak bala, memohon keselamatan dan melestarikan tradisi gotong royong yang dianut masyarakat selama bertahun-tahun.<ref>{{Cite web|url=http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=432&lang=id|title=Upacara Wuku Tahun-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat|website=www.disparbud.jabarprov.go.id|access-date=2020-05-14}}</ref> Indikasinya terlihat dari para warga yang saling menyumbang untuk acara ini. Ada yang menyumbang beras, tahu, tempe dan bahan makanan lain. Semua bahan makanan dikumpulkan di rumah adat. Para ibu di kampung akan bekerja sama untuk mengolahnya menjadi makanan. Setelah jadi, makanan tersebut akan dimakan bersama-sama.<ref>{{Cite web|url=https://bobo.grid.id/read/08678276/wuku-taun-upacara-adat-masyarakat-cikondang|title=Wuku Taun, Upacara Adat Masyarakat Cikondang - Bobo|website=bobo.grid.id|language=id|access-date=2020-05-14}}</ref>

== Makanan ==
Makanan khusus yang biasa disajikan dalam upacara ''Wuku Taun'' adalah rengginang, opak, tek-tek, borondong, ampyang, wajit, buntir, angleng, peuyeum, kukuntir dan dodol yang dibungkus menggunakan konca atau daun pisang. Pokoknya, semua makanan itu dibuat dari beras. Selain itu, ada juga ayam putih, hitam, dan abu-abu. Ayam putih merupakan nasihat, supaya kita punya perasaan yang putih bersih. Ayam hitam merupakan nasihat, supaya kita cepat tanggap dan selalu berbuat yang terbaik. Kalau ayam abu-abu melambangkan sikap rakus yang harus dijauhi. Semua makanan itu akan dimakan setelah pagelaran ''beluk'' dilaksanakan. Selain itu, disuguhkan juga tiga jenis tumpeng yang sarat akan makna di antaranya tumpeng ketan dan ayam putih, tumpeng beras putih dan ayam hitam, serta tumpeng beras merah dan ayam hawuk (bulu warna abu).<ref>{{Cite web|url=https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3678995/makanan-spesial-dalam-tradisi-4-abad-kampung-adat-cikondang|title=Makanan Spesial dalam Tradisi 4 Abad Kampung Adat Cikondang|last=Gandapurnama|first=Baban|website=detikTravel|language=id|access-date=2020-05-14}}</ref>

== Pelaksanaan ==

* Setelah menginjak tanggal 1-14 Muharam semua persiapan dilakukan. Kaum wanita yang bertugas menumbuk padi terdiri atas lima atau enam orang dengan ketentuan, mereka tidak sedang haid. Pakaiannya khusus, dilengkapi karembong atau kain yang diselendangkan yang biasanya digunakan untuk menggendong bayi dan kepalanya ditutup kerudung. Kegiatan menyambut upacara Seren Mapag Taun dari hari ke hari makin meningkat. Selain menyiapkan beras untuk bahan pembuat nasi tumpeng, kaum wanita membuat opak dan makanan khas masyarakat Kampung Cikondang. Kaum pria secara bergotong royong menyiapkan kayu bakar dan daun pisang yang harus diambil dari kaki Gunung Tilu. Kelak, daun-daun tersebut dijadikan bahan untuk berbagai macam wadah penganan dan lauk-pauk yang digunakan pada puncak upacara yang diselenggarakan tanggal 15 Muharam.
* Upacara dimulai dengan penyembelihan ayam untuk dimasukkan dalam tumpeng padi ladang dan padi sawah. Masyarakat di rumah masing-masing membuat tumpeng berisi ayam. Sebagian masyarakat lainnya dengan sukarela bekerja di rumah adat, mempersiapkan tumpeng, lauk-pauk, dan 12 kue tradisi antara lain ampengan ketan, opak putih dan merah, wajit, ketan, pisang, dan kelontong. Masyarakat yang membuat tumpeng di rumah-rumah akan menyerahkan tumpengnya ke rumah adat dan pekerja di rumah adat akan membalasnya dengan tumpeng lain yang lebih lengkap. Upacara ditutup sore hari dengan doa bersama sebagai tanda syukur atas rezeki tahun lalu.
* Menjelang tengah hari, puluhan nasi tumpeng yang berasal dari rumahrumah penduduk dibawa ke rumah adat. Kelak, setelah Kuncen membacakan ijab kabul yang menandai puncak acara tersebut, nasi tumpeng berikut laukpauknya dibagikan kembali kepada masyarakat. Sekitar seratus meter arah selatan rumah adat terdapat tiga makam, yaitu makam Anom atau Uwa Idil, Mak Akung, dan Mak Mpuh. Tempat tersebut dipercaya pula sebagai tempat ngahyang atau menghilangnya leluhur mereka yang menjadi penduduk pertama dan sekaligus pendiri Kampung Cikondang.<ref>{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/283804993_Tradisi_Wuku_Taun_sebagai_B_entuk_Integrasi_Agama_Islam_dengan_Budaya_Sunda_pada_Masyarakat_Adat_Cikondang|title=(PDF) Tradisi Wuku Taun sebagai B entuk Integrasi Agama Islam dengan Budaya Sunda pada Masyarakat Adat Cikondang|website=ResearchGate|language=en|access-date=2020-05-14}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />

Revisi per 14 Mei 2020 04.21

Wuku Taun adalah salah satu upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun mulai dilaksanakan sejak 1-24 Muharam dan puncaknya pada tanggal 15 Muharam (tahun baru Islam) dan dipusatkan di Rumah Adat. Penamaan Wuku Taun berasal dari kata buku yang memiliki makna membuka lembaran baru di tahun yang baru (Islam) dan menutup tahun yang sudah berlalu. Tujuan dilaksanakan upacara ini untuk memohon perlindungan Allah Swt., leluhur kampung,penolak bala, memohon keselamatan dan melestarikan tradisi gotong royong yang dianut masyarakat selama bertahun-tahun.[1] Indikasinya terlihat dari para warga yang saling menyumbang untuk acara ini. Ada yang menyumbang beras, tahu, tempe dan bahan makanan lain. Semua bahan makanan dikumpulkan di rumah adat. Para ibu di kampung akan bekerja sama untuk mengolahnya menjadi makanan. Setelah jadi, makanan tersebut akan dimakan bersama-sama.[2]

Makanan

Makanan khusus yang biasa disajikan dalam upacara Wuku Taun adalah rengginang, opak, tek-tek, borondong, ampyang, wajit, buntir, angleng, peuyeum, kukuntir dan dodol yang dibungkus menggunakan konca atau daun pisang. Pokoknya, semua makanan itu dibuat dari beras. Selain itu, ada juga ayam putih, hitam, dan abu-abu. Ayam putih merupakan nasihat, supaya kita punya perasaan yang putih bersih. Ayam hitam merupakan nasihat, supaya kita cepat tanggap dan selalu berbuat yang terbaik. Kalau ayam abu-abu melambangkan sikap rakus yang harus dijauhi. Semua makanan itu akan dimakan setelah pagelaran beluk dilaksanakan. Selain itu, disuguhkan juga tiga jenis tumpeng yang sarat akan makna di antaranya tumpeng ketan dan ayam putih, tumpeng beras putih dan ayam hitam, serta tumpeng beras merah dan ayam hawuk (bulu warna abu).[3]

Pelaksanaan

  • Setelah menginjak tanggal 1-14 Muharam semua persiapan dilakukan. Kaum wanita yang bertugas menumbuk padi terdiri atas lima atau enam orang dengan ketentuan, mereka tidak sedang haid. Pakaiannya khusus, dilengkapi karembong atau kain yang diselendangkan yang biasanya digunakan untuk menggendong bayi dan kepalanya ditutup kerudung. Kegiatan menyambut upacara Seren Mapag Taun dari hari ke hari makin meningkat. Selain menyiapkan beras untuk bahan pembuat nasi tumpeng, kaum wanita membuat opak dan makanan khas masyarakat Kampung Cikondang. Kaum pria secara bergotong royong menyiapkan kayu bakar dan daun pisang yang harus diambil dari kaki Gunung Tilu. Kelak, daun-daun tersebut dijadikan bahan untuk berbagai macam wadah penganan dan lauk-pauk yang digunakan pada puncak upacara yang diselenggarakan tanggal 15 Muharam.
  • Upacara dimulai dengan penyembelihan ayam untuk dimasukkan dalam tumpeng padi ladang dan padi sawah. Masyarakat di rumah masing-masing membuat tumpeng berisi ayam. Sebagian masyarakat lainnya dengan sukarela bekerja di rumah adat, mempersiapkan tumpeng, lauk-pauk, dan 12 kue tradisi antara lain ampengan ketan, opak putih dan merah, wajit, ketan, pisang, dan kelontong. Masyarakat yang membuat tumpeng di rumah-rumah akan menyerahkan tumpengnya ke rumah adat dan pekerja di rumah adat akan membalasnya dengan tumpeng lain yang lebih lengkap. Upacara ditutup sore hari dengan doa bersama sebagai tanda syukur atas rezeki tahun lalu.
  • Menjelang tengah hari, puluhan nasi tumpeng yang berasal dari rumahrumah penduduk dibawa ke rumah adat. Kelak, setelah Kuncen membacakan ijab kabul yang menandai puncak acara tersebut, nasi tumpeng berikut laukpauknya dibagikan kembali kepada masyarakat. Sekitar seratus meter arah selatan rumah adat terdapat tiga makam, yaitu makam Anom atau Uwa Idil, Mak Akung, dan Mak Mpuh. Tempat tersebut dipercaya pula sebagai tempat ngahyang atau menghilangnya leluhur mereka yang menjadi penduduk pertama dan sekaligus pendiri Kampung Cikondang.[4]

Referensi

  1. ^ "Upacara Wuku Tahun-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat". www.disparbud.jabarprov.go.id. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  2. ^ "Wuku Taun, Upacara Adat Masyarakat Cikondang - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  3. ^ Gandapurnama, Baban. "Makanan Spesial dalam Tradisi 4 Abad Kampung Adat Cikondang". detikTravel. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  4. ^ "(PDF) Tradisi Wuku Taun sebagai B entuk Integrasi Agama Islam dengan Budaya Sunda pada Masyarakat Adat Cikondang". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-14.