Kerajaan Wengker: Perbedaan antara revisi
k menambah teks dan referensi |
menghapus isi kutipan dalam referensi |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Rajasa-Dynasty id.svg|jmpl|Silsilah wangsa Rajasa. Raja di Kerajaan Wengker diberi gelar Bhre Wengker.]] |
|||
'''Kerajaan Wengker''' adalah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah [[Kabupaten Ponorogo]]. Wilayah kekuasaannya berada di bagian barat [[Gunung Wilis]] hingga bagian timur [[Gunung Lawu]]. Kerajaan ini dihuni oleh [[Suku Jawa]] [[etnik Panaragan]].{{Sfn|Sugianto| |
'''Kerajaan Wengker''' adalah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah [[Kabupaten Ponorogo]]. Wilayah kekuasaannya berada di bagian barat [[Gunung Wilis]] hingga bagian timur [[Gunung Lawu]]. Kerajaan ini dihuni oleh [[Suku Jawa]] [[etnik Panaragan]].{{Sfn|Sugianto|2016|p=45}} |
||
== Nama == |
== Nama == |
||
Nama Kerajaan Wengker berasal dari [[keratabasa]] |
Nama Kerajaan Wengker berasal dari [[keratabasa]] ”''wewengkon kang angker''” yang berarti wilayah yang menakutkan. Penamaan ini didasari oleh banyaknya bandit di wilayah kekuasaan Kerajaan Wengker, terutama di antara Gunung Wilis dan Gunung Lawu. Selain itu, penguasa Kerajaan Wengker sering memberontak kepada [[Kerajaan Kadiri]] pada masa pemerintahan [[Airlangga]].{{Sfn|Nurdianto|2018|p=3}} |
||
mengisyaratkan bahwa Wengker bukanlah |
|||
tempat yang ramah bagi masyarakat yang baru |
|||
mengenalnya. Hal ini sesuai dengan cerita rakyat |
|||
yang berkembang di wilayah Ponorogo, bahwa |
|||
pada masa lalu wilayah di antara Gunung Wilis dan |
|||
Lawu merupakan sarang para bandit, di samping |
|||
Kerajaan Wengker juga dikenal sering melakukan |
|||
pemberontakan kepada Kerajaan Kediri yang |
|||
dipimpin oleh Airlangga."}} |
|||
== Wilayah Kekuasaan == |
== Wilayah Kekuasaan == |
||
Wilayah Kerajaan Wengker mencakup Kecamatan [[Jetis, Ponorogo|Jetis]] dan Kecamatan [[Sambit, Ponorogo|Sambit]] di Kabupaten Ponorogo.{{Sfn|Sugianto| |
Wilayah Kerajaan Wengker mencakup Kecamatan [[Jetis, Ponorogo|Jetis]] dan Kecamatan [[Sambit, Ponorogo|Sambit]] di Kabupaten Ponorogo.{{Sfn|Sugianto|2016|p=47}} Kerajaan Wengker merupakan kerajaan dengan wilayah yang berada di antara pegunungan. Wiayahnya terbagi-bagi antara Gunung Wilis di batas timur, Gunung lawu di batas barat, dan pegunungan Seribu di batas selatan. Topopgrafi ini membuat Kerajaan Wengker sulit dijangkau dari daerah luar dan pemukiman yang terpusat menjadi sulit terbentuk.{{Sfn|Nurdianto|2018|p=3–4}} |
||
Kerajaan Wengker menjadi salah satu bawahan dari [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]]. Kerajaan ini menjadi salah satu bagian penting dalam lingkungan politik Kerajaan Majapahit, sehingga diberi kekuasaan secara mandiri.{{Sfn|Nurdianto| |
Kerajaan Wengker menjadi salah satu bawahan dari [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]]. Kerajaan ini menjadi salah satu bagian penting dalam lingkungan politik Kerajaan Majapahit, sehingga diberi kekuasaan secara mandiri.{{Sfn|Nurdianto|2018|p=4}} |
||
menjelaskan bahwa Wengker merupakan salah |
|||
satu kerajaan bawahan Majapahit dengan otonomi |
|||
yang cukup besar. Catatan ini memberikan isyarat |
|||
bahwa Wengker memiliki peran strategis dalam |
|||
konstelasi politik di Majapahit, tetapi tidak banyak |
|||
yang bisa dibicarakan terkait apa dan bagaimana |
|||
peran Wengker tersebut."}} |
|||
== Keagamaan == |
== Keagamaan == |
||
Kerajaan Wengker merupakan kerajaan yang sebagian penduduknya beragama [[Agama Hindu|Hindu]]. Penduduknya sering melakukan ritual mistik dan memberikan [[sesajen]] pada penguasa tempat-tempat yang dikeramatkan.{{Sfn|Krismawati| |
Kerajaan Wengker merupakan kerajaan yang sebagian penduduknya beragama [[Agama Hindu|Hindu]]. Penduduknya sering melakukan ritual mistik dan memberikan [[sesajen]] pada penguasa tempat-tempat yang dikeramatkan.{{Sfn|Krismawati|2018|p=125}} |
||
== Kesenian == |
== Kesenian == |
||
Kesenian [[Reog (Ponorogo)|Reog]] merupakan salah satu hasil perkembangan budaya dari Kerajaan Wengker.{{Sfn|Achmadi| |
Kesenian [[Reog (Ponorogo)|Reog]] merupakan salah satu hasil perkembangan budaya dari Kerajaan Wengker.{{Sfn|Achmadi|2014|p=22}} Reog digunakan dalam latihan perang yang diiringi dengan gamelan.{{Sfn|Achmadi|2014|p=12}} Salah satu cerita tentang ''Warok'' berasal dari kisah pertentangan Kerajaan Wengker dan Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menjadi pemimpin bagi Kerajaan Wengker, sedangkan Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Bhre Kertabumi, [[Brawijaya|Prabu Brawijaya V]].{{Sfn|Sugianto|2016|p=49}} |
||
== Kebudayaan == |
== Kebudayaan == |
||
===''Warok'' === |
===''Warok'' === |
||
''[[Warok]]'' adalah gelar yang digunakan oleh raja Kerajaan Wengker yang bernama [[Prabu Jaka Bagus]] (Sri gasakan). Gelar ini mulai digunakan pada tahun 941 Masehi. Selanjutnya gelar ini berubah makna menjadi gelar kehormatan bagi orag yang menguasai ilmu [[kanuragan]].{{Sfn|Krismawati| |
''[[Warok]]'' adalah gelar yang digunakan oleh raja Kerajaan Wengker yang bernama [[Prabu Jaka Bagus]] (Sri gasakan). Gelar ini mulai digunakan pada tahun 941 Masehi. Selanjutnya gelar ini berubah makna menjadi gelar kehormatan bagi orag yang menguasai ilmu [[kanuragan]].{{Sfn|Krismawati|2018|p=118}} Para ''Warok'' kemudian bertugas menjadi pelindung di wilayah-wilayah Kerajaan Wengker.{{Sfn|Sugianto|2016|p=46}} |
||
=== ''Gemblak'' === |
=== ''Gemblak'' === |
||
''Gemblak'' merupakan [[tradisi]] bagi para pemlik gelar ''Warok.'' Tradisi ini berupa menunda pernikahan atau tidak menjalin hubungan dengan wanita sama sekali. ''Gemblak'' merupakan salah satu paham dari limu kanuragan.{{Sfn|Krismawati| |
''Gemblak'' merupakan [[tradisi]] bagi para pemlik gelar ''Warok.'' Tradisi ini berupa menunda pernikahan atau tidak menjalin hubungan dengan wanita sama sekali. ''Gemblak'' merupakan salah satu paham dari limu kanuragan.{{Sfn|Krismawati|2018|p=120}} |
||
== Peninggalan Arkeologi == |
== Peninggalan Arkeologi == |
||
=== Candi Surawana === |
=== Candi Surawana === |
||
[[Candi Surawana]] dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini terletak di [[Canggu, Badas, Kediri|Desa Canggu]], [[Pare, Kediri|Kecamatan Pare]], [[Kabupaten Kediri]]. Tujuan pembangunannya adalah untuk memuliakan raja Kerajaan Wengker yang bernama [[Bhre Wengker]]. Ia wafat pada tahun 1388 Masehi.{{Sfn|Mulyadi| |
[[Candi Surawana]] dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini terletak di [[Canggu, Badas, Kediri|Desa Canggu]], [[Pare, Kediri|Kecamatan Pare]], [[Kabupaten Kediri]]. Tujuan pembangunannya adalah untuk memuliakan raja Kerajaan Wengker yang bernama [[Bhre Wengker]]. Ia wafat pada tahun 1388 Masehi.{{Sfn|Mulyadi|2018|p=18–19}} |
||
=== Prasasti Pucangan === |
=== Prasasti Pucangan === |
||
Prasasti Pucangan menceritakan tentang keadaan Kerajaan Wengker sebelum masa kekuasaan Airlangga. Prasasti ini ditulis pada tahun 963 Saka atau November 1041 Masehi. Prasasti ini dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno. Bagian yang berbahasa Jawa Kuno membahas tentang kerja sama antara Kerajaan Wengker, Kerajaan Sriwijaya, dan Kerajaan Lwaran dalam mengakhiri kekuasaan [[Dharmawangsa Teguh]].{{Sfn|Hidayati| |
Prasasti Pucangan menceritakan tentang keadaan Kerajaan Wengker sebelum masa kekuasaan Airlangga. Prasasti ini ditulis pada tahun 963 Saka atau November 1041 Masehi. Prasasti ini dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno. Bagian yang berbahasa Jawa Kuno membahas tentang kerja sama antara Kerajaan Wengker, Kerajaan Sriwijaya, dan Kerajaan Lwaran dalam mengakhiri kekuasaan [[Dharmawangsa Teguh]].{{Sfn|Hidayati|2014|p=168–169}} |
||
hubungan Sriwijaya dengan daerah luar terisolasi. Dendam atas penyerbuan tersebut, Sriwijaya kemudian bersekongkol dengan Wengker dan Lwaran."}} |
|||
=== Prasasti Mruwak === |
=== Prasasti Mruwak === |
||
Prasasti Mruwak ditemukan di desa [[Mruwak, Dagangan, Madiun|Mruwak]]. Prasasti ini berangka tahun 1108 Saka (1186 Masehi). Isi prasasti berupa keterangan tentang asal-usul keluarga dari raja Kerajaan Wengker. Dalam prasati disebutkan bahwa Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu, merupakan keturunan keluarga raja [[Kerajaan Kadiri]]. Pembuatan prasasti dimaksudkan untuk memperingati masa pemerintahannya yang berlangsung sejak tahun 1186 hingga 1204 Masehi.{{Sfn|Hidayati| |
Prasasti Mruwak ditemukan di desa [[Mruwak, Dagangan, Madiun|Mruwak]]. Prasasti ini berangka tahun 1108 Saka (1186 Masehi). Isi prasasti berupa keterangan tentang asal-usul keluarga dari raja Kerajaan Wengker. Dalam prasati disebutkan bahwa Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu, merupakan keturunan keluarga raja [[Kerajaan Kadiri]]. Pembuatan prasasti dimaksudkan untuk memperingati masa pemerintahannya yang berlangsung sejak tahun 1186 hingga 1204 Masehi.{{Sfn|Hidayati|2014|p=173}} |
||
raja Daha yang mendapat daerah lungguh di wilayah Ponorogo sekarang (Wengker), yang kemudian berusaha melepaskan diri dari kekuasaan kemaharajaan di Daha. Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu memerintah di Kerajaan Wengker antara tahun 1186-1204M. Prasasti ini dibuat untuk |
|||
memperingati masa pemerintahan raja yang telah berlangsung selama seribu bulan."}} |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 61: | Baris 42: | ||
=== Buku === |
=== Buku === |
||
* {{cite book|last=Mulyadi|first=Lalu|year=2018|title=Makna Motif Relief dan Arca Candi Surowono dan Candi Tegowangi Situs Kerajaan Kediri|location=Malang|publisher=CV. Dream Litera Buana|isbn=978-602-5518-36-2|ref={{sfnref|Mulyadi| |
* {{cite book|last=Mulyadi|first=Lalu|year=2018|title=Makna Motif Relief dan Arca Candi Surowono dan Candi Tegowangi Situs Kerajaan Kediri|location=Malang|publisher=CV. Dream Litera Buana|isbn=978-602-5518-36-2|ref={{sfnref|Mulyadi|2018}}|url-status=live}} |
||
=== Jurnal === |
=== Jurnal === |
||
* {{cite journal|last=Achmadi|first=Asmoro|date=2014|title=Aksiologi Reog Ponorogo: Relevansinya dengan Pembangunan Karakter Bangsa|journal=Teologia|volume=25|issue=1|pages=3–27|issn=|ref={{sfnref|Achmadi| |
* {{cite journal|last=Achmadi|first=Asmoro|date=2014|title=Aksiologi Reog Ponorogo: Relevansinya dengan Pembangunan Karakter Bangsa|journal=Teologia|volume=25|issue=1|pages=3–27|issn=|ref={{sfnref|Achmadi|2014}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Krismawati|first=Nia Ulfia|date=2018|title=Eksistensi Warok Dan Gemblak di tengah Masyarakat Muslim Ponorogo Tahun 1960-1980|url=|journal=Religió: Jurnal Studi Agama-agama|volume=8|issue=1|pages=116–138|doi=|issn=2503-3778|ref={{sfnref|Krismawati| |
* {{cite journal|last=Krismawati|first=Nia Ulfia|date=2018|title=Eksistensi Warok Dan Gemblak di tengah Masyarakat Muslim Ponorogo Tahun 1960-1980|url=|journal=Religió: Jurnal Studi Agama-agama|volume=8|issue=1|pages=116–138|doi=|issn=2503-3778|ref={{sfnref|Krismawati|2018}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Nurdianto|first=Saifuddin Alif|date=2018|title=Ponorogo: Menggali Jati Diri Untuk Membangun Harmoni|journal=Jantra|volume=13|issue=1|pages=1–9|issn=1907-9605|ref={{sfnref|Nurdianto| |
* {{cite journal|last=Nurdianto|first=Saifuddin Alif|date=2018|title=Ponorogo: Menggali Jati Diri Untuk Membangun Harmoni|journal=Jantra|volume=13|issue=1|pages=1–9|issn=1907-9605|ref={{sfnref|Nurdianto|2018}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Sugianto|first=Alip|date=2016|title=Kebudayaan Masyarakat Jawa etnik Panaragan|journal=Aristo|volume=4|issue=1|pages=|issn=|ref={{sfnref|Sugianto| |
* {{cite journal|last=Sugianto|first=Alip|date=2016|title=Kebudayaan Masyarakat Jawa etnik Panaragan|journal=Aristo|volume=4|issue=1|pages=|issn=|ref={{sfnref|Sugianto|2016}}|url-status=live}} |
||
=== Prosiding === |
=== Prosiding === |
||
* {{cite book|title=Kontestasi Politik Budaya antara Wengker dan Kadiri: Fragmentasi Genealogi Kesenian Jaranan. Dalam Prosiding Filsafat Islam: Historisitas dan Aktualisasi (Peran dan Kontribusi Filsafat Islam bagi Bangsa)|last=Hidayati|first=Nuril|publisher=FA Press|year=2014|location=Yogyakarta|pages=162-193|isbn=978-602-70288-5-2|ref={{sfnref|Hidayati| |
* {{cite book|title=Kontestasi Politik Budaya antara Wengker dan Kadiri: Fragmentasi Genealogi Kesenian Jaranan. Dalam Prosiding Filsafat Islam: Historisitas dan Aktualisasi (Peran dan Kontribusi Filsafat Islam bagi Bangsa)|last=Hidayati|first=Nuril|publisher=FA Press|year=2014|location=Yogyakarta|pages=162-193|isbn=978-602-70288-5-2|ref={{sfnref|Hidayati|2014}}|url-status=live}} |
||
{{Kerajaan di Jawa}} |
{{Kerajaan di Jawa}} |
Revisi per 14 Agustus 2020 19.12
Kerajaan Wengker adalah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Ponorogo. Wilayah kekuasaannya berada di bagian barat Gunung Wilis hingga bagian timur Gunung Lawu. Kerajaan ini dihuni oleh Suku Jawa etnik Panaragan.[1]
Nama
Nama Kerajaan Wengker berasal dari keratabasa ”wewengkon kang angker” yang berarti wilayah yang menakutkan. Penamaan ini didasari oleh banyaknya bandit di wilayah kekuasaan Kerajaan Wengker, terutama di antara Gunung Wilis dan Gunung Lawu. Selain itu, penguasa Kerajaan Wengker sering memberontak kepada Kerajaan Kadiri pada masa pemerintahan Airlangga.[2]
Wilayah Kekuasaan
Wilayah Kerajaan Wengker mencakup Kecamatan Jetis dan Kecamatan Sambit di Kabupaten Ponorogo.[3] Kerajaan Wengker merupakan kerajaan dengan wilayah yang berada di antara pegunungan. Wiayahnya terbagi-bagi antara Gunung Wilis di batas timur, Gunung lawu di batas barat, dan pegunungan Seribu di batas selatan. Topopgrafi ini membuat Kerajaan Wengker sulit dijangkau dari daerah luar dan pemukiman yang terpusat menjadi sulit terbentuk.[4]
Kerajaan Wengker menjadi salah satu bawahan dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini menjadi salah satu bagian penting dalam lingkungan politik Kerajaan Majapahit, sehingga diberi kekuasaan secara mandiri.[5]
Keagamaan
Kerajaan Wengker merupakan kerajaan yang sebagian penduduknya beragama Hindu. Penduduknya sering melakukan ritual mistik dan memberikan sesajen pada penguasa tempat-tempat yang dikeramatkan.[6]
Kesenian
Kesenian Reog merupakan salah satu hasil perkembangan budaya dari Kerajaan Wengker.[7] Reog digunakan dalam latihan perang yang diiringi dengan gamelan.[8] Salah satu cerita tentang Warok berasal dari kisah pertentangan Kerajaan Wengker dan Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menjadi pemimpin bagi Kerajaan Wengker, sedangkan Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Bhre Kertabumi, Prabu Brawijaya V.[9]
Kebudayaan
Warok
Warok adalah gelar yang digunakan oleh raja Kerajaan Wengker yang bernama Prabu Jaka Bagus (Sri gasakan). Gelar ini mulai digunakan pada tahun 941 Masehi. Selanjutnya gelar ini berubah makna menjadi gelar kehormatan bagi orag yang menguasai ilmu kanuragan.[10] Para Warok kemudian bertugas menjadi pelindung di wilayah-wilayah Kerajaan Wengker.[11]
Gemblak
Gemblak merupakan tradisi bagi para pemlik gelar Warok. Tradisi ini berupa menunda pernikahan atau tidak menjalin hubungan dengan wanita sama sekali. Gemblak merupakan salah satu paham dari limu kanuragan.[12]
Peninggalan Arkeologi
Candi Surawana
Candi Surawana dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Tujuan pembangunannya adalah untuk memuliakan raja Kerajaan Wengker yang bernama Bhre Wengker. Ia wafat pada tahun 1388 Masehi.[13]
Prasasti Pucangan
Prasasti Pucangan menceritakan tentang keadaan Kerajaan Wengker sebelum masa kekuasaan Airlangga. Prasasti ini ditulis pada tahun 963 Saka atau November 1041 Masehi. Prasasti ini dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno. Bagian yang berbahasa Jawa Kuno membahas tentang kerja sama antara Kerajaan Wengker, Kerajaan Sriwijaya, dan Kerajaan Lwaran dalam mengakhiri kekuasaan Dharmawangsa Teguh.[14]
Prasasti Mruwak
Prasasti Mruwak ditemukan di desa Mruwak. Prasasti ini berangka tahun 1108 Saka (1186 Masehi). Isi prasasti berupa keterangan tentang asal-usul keluarga dari raja Kerajaan Wengker. Dalam prasati disebutkan bahwa Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu, merupakan keturunan keluarga raja Kerajaan Kadiri. Pembuatan prasasti dimaksudkan untuk memperingati masa pemerintahannya yang berlangsung sejak tahun 1186 hingga 1204 Masehi.[15]
Referensi
- ^ Sugianto 2016, hlm. 45.
- ^ Nurdianto 2018, hlm. 3.
- ^ Sugianto 2016, hlm. 47.
- ^ Nurdianto 2018, hlm. 3–4.
- ^ Nurdianto 2018, hlm. 4.
- ^ Krismawati 2018, hlm. 125.
- ^ Achmadi 2014, hlm. 22.
- ^ Achmadi 2014, hlm. 12.
- ^ Sugianto 2016, hlm. 49.
- ^ Krismawati 2018, hlm. 118.
- ^ Sugianto 2016, hlm. 46.
- ^ Krismawati 2018, hlm. 120.
- ^ Mulyadi 2018, hlm. 18–19.
- ^ Hidayati 2014, hlm. 168–169.
- ^ Hidayati 2014, hlm. 173.
Daftar Pustaka
Buku
- Mulyadi, Lalu (2018). Makna Motif Relief dan Arca Candi Surowono dan Candi Tegowangi Situs Kerajaan Kediri. Malang: CV. Dream Litera Buana. ISBN 978-602-5518-36-2.
Jurnal
- Achmadi, Asmoro (2014). "Aksiologi Reog Ponorogo: Relevansinya dengan Pembangunan Karakter Bangsa". Teologia. 25 (1): 3–27.
- Krismawati, Nia Ulfia (2018). "Eksistensi Warok Dan Gemblak di tengah Masyarakat Muslim Ponorogo Tahun 1960-1980". Religió: Jurnal Studi Agama-agama. 8 (1): 116–138. ISSN 2503-3778.
- Nurdianto, Saifuddin Alif (2018). "Ponorogo: Menggali Jati Diri Untuk Membangun Harmoni". Jantra. 13 (1): 1–9. ISSN 1907-9605.
- Sugianto, Alip (2016). "Kebudayaan Masyarakat Jawa etnik Panaragan". Aristo. 4 (1).
Prosiding
- Hidayati, Nuril (2014). Kontestasi Politik Budaya antara Wengker dan Kadiri: Fragmentasi Genealogi Kesenian Jaranan. Dalam Prosiding Filsafat Islam: Historisitas dan Aktualisasi (Peran dan Kontribusi Filsafat Islam bagi Bangsa). Yogyakarta: FA Press. hlm. 162–193. ISBN 978-602-70288-5-2.