Lompat ke isi

Hadisoebeno Sosrowerdojo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 46: Baris 46:


== Riwayat Hidup ==
== Riwayat Hidup ==
Ia pernah menempuh pendidikan [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] di [[Kota Cirebon|Cirebon]], [[Algemeene Middelbare School|AMS]] di Semarang dan [[MOSVIA]] di [[Kota Magelang|Magelang]].<ref name=":1" />
Ia pernah menempuh pendidikan [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] di [[Kota Cirebon|Cirebon]], [[Algemeene Middelbare School|AMS]] di Semarang dan [[MOSVIA]] di [[Kota Magelang|Magelang]].<ref name=":1" />

Ketika [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|zaman penjajahan Jepang]], ia pernah bekerja sebagai [[Pegawai Negeri Sipil|Pegawai Negeri]] di beberapa Keresidenan seperti di [[Keresidenan Pati|Jepara-Rembang (Muria)]], [[Kabupaten Pekalongan|Pekalongan]], [[Kabupaten Kendal|Kendal]], [[Kota Semarang|Semarang]], [[Kabupaten Kudus|Kudus]].<ref name=":0" /><ref>{{Cite book|date=1943|url=https://books.google.co.id/books?id=ZksnAAAAMAAJ&dq=Hadisoebeno+Sosrowerdojo&hl=id&source=gbs_navlinks_s|title=Kan po|publisher=Ryukei Shyosha|language=id}}</ref>


== Karier Politik ==
== Karier Politik ==

=== Walikota Semarang dan Gubernur Jawa Tengah ===
Semasa menjadi wali kota Semarang, ia pernah dikenal berhasil membangun [[Tugu Muda|Monumen Tugu Muda]] yang terletak di Lapangan Wilhelmina yang berada di kawasan [[Lawang Sewu]] yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 1953.<ref>{{Cite news|url=https://majalahkreatif.wordpress.com/suara-umum/semarang-sepanjang-sejarah-2/|title=Semarang Sepanjang Sejarah|date=2016-06-06|newspaper=majalah kreatif|language=id-ID|access-date=2018-10-07}}</ref> Ia juga pernah mengajak kelompok Ngesti Pandowo untuk menetap di Semarang serta menyediakan tempat tinggal untuk kelompok tersebut setelah terpukau dengan pertunjukan kelompok tersebut pada tahun 1953.<ref>{{Cite journal|last=Puguh|first=Dhanang Respati|last2=Puguh|first2=Rabith Jihan Amar respati|date=2017-11-15|title=TEATER KITSCH NGESTI PANDOWO DI KOTA SEMARANG TAHUN 1950an – 1970an|url=https://e-journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/view/6588|journal=MOZAIK HUMANIORA|language=en|volume=17|issue=1|pages=1|doi=10.20473/mozaik.v17i1.6588|issn=2442-935X}}</ref>
Semasa menjadi wali kota Semarang, ia pernah dikenal berhasil membangun [[Tugu Muda|Monumen Tugu Muda]] yang terletak di Lapangan Wilhelmina yang berada di kawasan [[Lawang Sewu]] yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 1953.<ref>{{Cite news|url=https://majalahkreatif.wordpress.com/suara-umum/semarang-sepanjang-sejarah-2/|title=Semarang Sepanjang Sejarah|date=2016-06-06|newspaper=majalah kreatif|language=id-ID|access-date=2018-10-07}}</ref> Ia juga pernah mengajak kelompok Ngesti Pandowo untuk menetap di Semarang serta menyediakan tempat tinggal untuk kelompok tersebut setelah terpukau dengan pertunjukan kelompok tersebut pada tahun 1953.<ref>{{Cite journal|last=Puguh|first=Dhanang Respati|last2=Puguh|first2=Rabith Jihan Amar respati|date=2017-11-15|title=TEATER KITSCH NGESTI PANDOWO DI KOTA SEMARANG TAHUN 1950an – 1970an|url=https://e-journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/view/6588|journal=MOZAIK HUMANIORA|language=en|volume=17|issue=1|pages=1|doi=10.20473/mozaik.v17i1.6588|issn=2442-935X}}</ref>



Revisi per 27 November 2020 17.59

Hadisubeno Sosrowerdojo
Gubernur Jawa Tengah ke-6
Masa jabatan
4 Januari 1958 – 15 Januari 1960
PresidenSoekarno
[[Walikota Semarang]] ke-3
Masa jabatan
1951–1958
PresidenSoekarno
Informasi pribadi
Lahir(1912-02-11)11 Februari 1912
Hindia BelandaPacitan,Jawa Timur
Meninggal24 April 1971(1971-04-24) (umur 59)
IndonesiaSemarang,Jawa Tengah
MakamCilacap,Jawa Tengah
KebangsaanIndonesia Indonesia
Partai politik Partai Nasional Indonesia
KerabatSoerjadi (menantu)
PekerjaanGubernur Jawa Tengah
Walikota Semarang
Politikus
ProfesiPolitikus
Dikenal karenaAnggota Konstituante RI
Walikota Semarang
Gubernur Jawa Tengah
Pejuang Angkatan '45
Ketua Partai Nasional Indonesia awal Orde Baru
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Hadisubeno Sosrowerdojo (Pacitan,11 Februari 1912[1]- Semarang, 24 April 1971[2]) adalah politikus Partai Nasional Indonesia (PNI) yang pernah menjabat sebagai Walikota Semarang pada 1951 hingga 1955 dan Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1960. Ia juga pernah menduduki jabatan sebagai anggota Konstituante RI hasil Pemilihan Umum 1955.[1] Selain itu, ia merupakan mertua dari mantan Ketua Umum PDI era Orde Baru, Soerjadi.

Ia dikenal dengan kalimat "Sepuluh Soeharto, sepuluh Nasution dan segerobak Jenderal, tidak dapat menyamai satu Soekarno". [3]

Riwayat Hidup

Ia pernah menempuh pendidikan MULO di Cirebon, AMS di Semarang dan MOSVIA di Magelang.[2]

Ketika zaman penjajahan Jepang, ia pernah bekerja sebagai Pegawai Negeri di beberapa Keresidenan seperti di Jepara-Rembang (Muria), Pekalongan, Kendal, Semarang, Kudus.[1][4]

Karier Politik

Walikota Semarang dan Gubernur Jawa Tengah

Semasa menjadi wali kota Semarang, ia pernah dikenal berhasil membangun Monumen Tugu Muda yang terletak di Lapangan Wilhelmina yang berada di kawasan Lawang Sewu yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 1953.[5] Ia juga pernah mengajak kelompok Ngesti Pandowo untuk menetap di Semarang serta menyediakan tempat tinggal untuk kelompok tersebut setelah terpukau dengan pertunjukan kelompok tersebut pada tahun 1953.[6]

Setelah tidak menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, ia tetap aktif di kepartaian. Salah satu momen terpenting adalah kemelut di dalam PNI yang melibatkan dirinya dan Hardi melawan Ali Sastroamidjojo-Surachman.[7]

Peristiwa 30 September 1965

Ketika terjadi kericuhan terkait Peristiwa 30 September, oleh beberapa kalangan ia termasuk ke dalam "Marhaen Gadungan" (atau PNI non PNI A-Su) bersama dengan Hardi (ahli hukum dan mantan Wakil Perdana Menteri 1957 dan 1959) karena dianggap menentang keputusan Presiden Soekarno pada saat itu.[3] Meskipun demikian, ia pernah dituduh menjadi calon Menteri Dalam Negeri dalam susunan kabinet Dewan Jenderal yang keluar sebelum Peristiwa 30 September.

Meskipun dianggap berseberangan dengan PNI Ali Sastroamidjojo-Surachman, Ia menunjukkan kekagumannya pada Soekarno secara frontal. Hal ini bisa dilacak dalam pidatonya pada saat Apel Siaga PNI di Stadion Kridosono, Yogyakarta pada bulan Juni 1966. Hadisubeno mengatakan bahwa apapun yang terjadi, Presiden sukarno masih dicintai rakyatnya.[3]

Pasca 30 September 1965 (Ketua umum PNI)

Meskipun demikian, ia menjadi salah satu pihak yang terjebak oleh permainan politik Soeharto melalui Ali Moertopo. Dalam Kongres Persatuan, April 1966, Hardi dan Hadisubeno berhasil menguasai partai. Menurut Harold Crouch dalam Militer dan Politik di Indonesia, Soeharto bermaksud untuk mempertahankan PNI supaya berada di bawah kepemimpinannya. Ia pun menunjuk Osamaliki sebagai pemimpin PNI. Sayang, Osamaliki wafat pada tahun 1971 sehingga pemerintah saat itu mengawasi betul PNI dalam pemilihan pemimpin baru.[3]

Dua kandidat kuat dalam pemilihan ketua umum PNI adalah Hardi dan Hadisoebeno. Pihak pemerintah mencurigai Hardi akan bekerjasama dengan partai-partai lain untuk menentang tentara. Oleh karena itu, pemerintah menginginkan Hadisubeno menjadi ketua umum. Dalam kongres partai yang diadakan di Semarang pada April 1970, Ali Murtopo selaku asisten pribadi presiden menugaskan asisten pribadinya untuk memastikan kemenangan Hadisubeno. Asisten Ali itulah yang menyebarkan desas-desus kalau Hadisubeno tidak dimenangkan dalam kongres tersebut, siap-siap saja PNI akan dibubarkan. Pada akhirnya, Hadisubeno terpilih sebagai ketua umum PNI.[3] Seorang pendukung Hardi kemudian menulis dalam harian partai, Suluh Marhaen, bahwa dalam kongres terdapat campur tangan pihak Angkatan Darat. Mereka menekan anggota kongres untuk menuruti keinginan pemerintah memenangkan Hadisubeno.

Dengan adanya dukungan dari pemerintah, PNI bermaksud untuk memberikan timbal balik dengan menunjukkan bahwa pendukung PNI masih banyak. Salah satu harapannya, setelah Pemilihan Umum 1971 Soeharto menunjuk seorang pemimpin dari PNI untuk menjadi wakil presiden. Namun demikian, kampanye yang dilakukan PNI menimbulkan ketegangan antara PNI dan pemerintah. Hadisubeno yang sebelumnya dianggap penurut, mengundang kewaspadaan penguasa ketika dengan bersemangat melancarkan kampanye anti-Golkar dan menyatakan kedekatan hubungan antara PNI dengan Sukarno. Manuver Hadisubeno terbilang nekat karena kala itu terdapat larangan Kopkamtib tentang penyebaran ide-ide Sukarno. Hadisubeno menantang pemerintah untuk membubarkan PNI kalau larangan tersebut diberlakukan. Bahkan ia mengucapkan salah satu kalimat legendaris “Sepuluh Soeharto, sepuluh Nasution, dan segerobak penuh jenderal tidak akan dapat menyamai satu Sukarno,”

Usaha Hadisubeno untuk mendapatkan kembali suara rakyat terputus karena ia meninggal sebelum pemilu dilaksanakan. Harian Sinar Harapan edisi Sabtu, 24 April 1971 menyebutkan Hadisubeno meninggal pada Sabtu pukul 7 di RSUP dr. Kariadi, Semarang akibat komplikasi pascaoperasi.[3]

Referensi

  1. ^ a b c "R.M. Hadisubeno Sosrowerdojo - PNI (Partai Nasional Indonesia) - Profil Anggota - Konstituante.Net". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2018-10-06. 
  2. ^ a b "Hadisubeno MENINGGAL DUNIA - Soeharto". Soeharto. 2016-12-14. Diakses tanggal 2018-10-06. 
  3. ^ a b c d e f "PNI Pasca-Peristiwa 1965". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-09-28. Diakses tanggal 2020-11-27. 
  4. ^ Kan po. Ryukei Shyosha. 1943. 
  5. ^ "Semarang Sepanjang Sejarah". majalah kreatif. 2016-06-06. Diakses tanggal 2018-10-07. 
  6. ^ Puguh, Dhanang Respati; Puguh, Rabith Jihan Amar respati (2017-11-15). "TEATER KITSCH NGESTI PANDOWO DI KOTA SEMARANG TAHUN 1950an – 1970an". MOZAIK HUMANIORA (dalam bahasa Inggris). 17 (1): 1. doi:10.20473/mozaik.v17i1.6588. ISSN 2442-935X. 
  7. ^ Setiono, Benny G. 1943- ([2003]). Tionghoa dalam pusaran politik. Jakarta: Elkasa. ISBN 979-96887-4-4. OCLC 52593566. 
Jabatan politik
Didahului oleh:
R. M. T. Soekardji Mangoen Koesoemo
Gubernur Jawa Tengah
1958—1960
Diteruskan oleh:
Mochtar
Didahului oleh:
Mr. Koesoebiyono Tjondrowibowo
Wali Kota Semarang
1951—1958
Diteruskan oleh:
Abdulmadjid Djojoadiningrat