Lompat ke isi

Tutur Bwana: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpusnas RI.jpg|al=Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).|jmpl|Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9). ]]
[[Berkas:Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpusnas RI.jpg|al=Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).|jmpl|Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9). ]]
'''''Tutur Bwana''''' adalah naskah Sunda kuno yang berisi kisah penciptaan semesta dalam kosmologi Sunda kuno. Ditulis dengan aksara Sundak kuno dan bahasa Sunda kuno. Teksnya berbentuk ''tutur'' (prosa naratif).<ref name=":5">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1162374023|title=Tata pustaka : sebuah pengantar terhadap tradisi tulis Sunda kuna : kajian|location=Jakarta|isbn=978-623-200-245-6|others=Perpustakaan Nasional (Indonesia),, Masyarakat Pernaskahan Nusantara,|oclc=1162374023}}</ref> Naskahnya saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.<ref name=":0">{{Cite book|date=2010|url=https://www.worldcat.org/oclc/707922373|title=Tutur bwana dan empat mantra Sunda kuna|location=Jakarta|publisher=Perpustakaan Nasional RI|isbn=978-979-008-361-5|edition=Cet. 1|others=Wartini, Tien., Perpustakaan Nasional (Indonesia), Pusat Studi Sunda.|oclc=707922373}}</ref>
'''''Tutur Bwana''''' adalah naskah Sunda kuno yang berisi kisah penciptaan semesta dalam [[kosmologi]] Sunda kuno. Ditulis dengan [[Aksara Sunda Kuno|aksara Sundak kuno]] dan [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda kuno]]. Teksnya berbentuk ''tutur'' ([[Prosa|prosa naratif]]).<ref name=":5">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1162374023|title=Tata pustaka : sebuah pengantar terhadap tradisi tulis Sunda kuna : kajian|location=Jakarta|isbn=978-623-200-245-6|others=Perpustakaan Nasional (Indonesia),, Masyarakat Pernaskahan Nusantara,|oclc=1162374023}}</ref> Naskahnya saat ini disimpan di [[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia|Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.]]<ref name=":0">{{Cite book|date=2010|url=https://www.worldcat.org/oclc/707922373|title=Tutur bwana dan empat mantra Sunda kuna|location=Jakarta|publisher=Perpustakaan Nasional RI|isbn=978-979-008-361-5|edition=Cet. 1|others=Wartini, Tien., Perpustakaan Nasional (Indonesia), Pusat Studi Sunda.|oclc=707922373}}</ref>


Pengisahan berpusat pada pertarungan antara Sang Darmajati dan Sang Kalasakti. Sang Kalasakti dapat dikalahkan oleh Sang Darmajati karena Darmajati merupakan dewata yang sangat istimewa yang menguasai hidup dan mati para dewa yang lainnya, beserta kehidupan makhluk dan benda-benda lainnya. Akhirnya Sang Kalasakti dihidupkan kembali oleh Darmajati demi menjaga keseimbangan semesta, sedangkan Darmajati kembali ke pertapaannya yang abadi.<ref name=":5" /><ref name=":0" />
Pengisahan berpusat pada pertarungan antara Sang Darmajati dan Sang Kalasakti. Sang Kalasakti dapat dikalahkan oleh Sang Darmajati karena Darmajati merupakan dewata yang sangat istimewa yang menguasai hidup dan mati para dewa yang lainnya, beserta kehidupan makhluk dan benda-benda lainnya. Akhirnya Sang Kalasakti dihidupkan kembali oleh Darmajati demi menjaga keseimbangan [[Alam semesta|semesta]], sedangkan Darmajati kembali ke pertapaannya yang abadi.<ref name=":5" /><ref name=":0" />


Kisah penciptaan lainnya dalam kosmologi Sunda kuno terdapat pada naskah ''Sanghyang Raga Dewata'' koleksi Museum Sribaduga, Bandung.<ref>{{Cite book|last=Sunda|first=Pusat Studi|date=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=lBRvAAAAMAAJ&q=sanghyang+raga+dewata&dq=sanghyang+raga+dewata&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjOnKrUt_DtAhVGdCsKHVrDD5QQ6AEwAnoECAAQAg|title=Fatimah in West Java: moral admonitions to Sundanese gentlewomen dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda|publisher=Pusat Studi Sunda|language=id}}</ref>
Kisah penciptaan lainnya dalam kosmologi Sunda kuno terdapat pada naskah ''[[Sanghyang Raga Dewata]]'' koleksi [[Museum Sri Baduga|Museum Sribaduga]], Bandung.<ref>{{Cite book|last=Sunda|first=Pusat Studi|date=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=lBRvAAAAMAAJ&q=sanghyang+raga+dewata&dq=sanghyang+raga+dewata&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjOnKrUt_DtAhVGdCsKHVrDD5QQ6AEwAnoECAAQAg|title=Fatimah in West Java: moral admonitions to Sundanese gentlewomen dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda|publisher=Pusat Studi Sunda|language=id}}</ref>


== Inventarisasi ==
== Inventarisasi ==
Naskah ''Tutur Bwana'' disimpan dalam peti nomor 86 dengan kode L 620, koleksi Perpustakaan Nasional RI.<ref name=":5" /> Naskah ini tidak tercatat dalam ''Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.<ref name=":2">{{Cite book|last=Behrend|first=T. E.|date=1998|url=https://books.google.co.id/books?id=TJbAsgEACAAJ&dq=katalog+induk+naskah+naskah+nusantara+perpustakaan+nasional+republik+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiprZvmqs7tAhXJUn0KHUFZBi8Q6AEwAXoECAQQAQ|title=Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia|publisher=Yayasan Obor|language=id}}</ref>'' Berdasarkan hasil rekatalogisasi Holil & Gunawan (2010), naskah diidentifikasi berisi kisah perjalanan alegori Sang Kalasakti menuju Sang Darmajati di kahiangan.<ref name=":5" /> Asalnya diperkirakan dari Bandung, yaitu sumbangan bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874).<ref name=":0" /> Sampai saat ini naskah merupakan codex unicus.<ref name=":5" />
Naskah ''Tutur Bwana'' disimpan dalam peti nomor 86 dengan kode L 620, koleksi Perpustakaan Nasional RI.<ref name=":5" /> Naskah ini tidak tercatat dalam ''Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.<ref name=":2">{{Cite book|last=Behrend|first=T. E.|date=1998|url=https://books.google.co.id/books?id=TJbAsgEACAAJ&dq=katalog+induk+naskah+naskah+nusantara+perpustakaan+nasional+republik+indonesia&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiprZvmqs7tAhXJUn0KHUFZBi8Q6AEwAXoECAQQAQ|title=Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia|publisher=Yayasan Obor|language=id}}</ref>'' Berdasarkan hasil rekatalogisasi Holil & Gunawan (2010), naskah diidentifikasi berisi kisah perjalanan [[alegori]] Sang Kalasakti menuju Sang Darmajati di kahiangan.<ref name=":5" /> Asalnya diperkirakan dari [[Bandung]], yaitu sumbangan bupati Bandung [[Wiranatakusumah IV]] (1846-1874).<ref name=":0" /> Sampai saat ini naskah merupakan ''[[codex unicus]]''.<ref name=":5" />


== Deskripsi Fisik ==
== Deskripsi Fisik ==
Terdiri dari 40 lempir lontar yang dikemas dalam kotak kayu berwarna coklat. Naskah berukuran 26 x 2,6 cm. Setiap lempir berisi empat baris teks yang ditulis dengan aksara Sunda Kuna. Sebagian margin kanan di bagian awal patah.<ref name=":0" /><ref name=":5" />
Terdiri dari 40 lempir [[Lontar|daun lontar]] yang dikemas dalam kotak kayu berwarna coklat. Naskah berukuran 26 x 2,6 cm. Setiap lempir berisi empat baris teks yang ditulis dengan aksara Sunda Kuna. Sebagian margin kanan di bagian awal patah.<ref name=":0" /><ref name=":5" />


== Penelitian ==
== Penelitian ==
Pleyte tampaknya menjadi orang pertama yang membaca dan menyalin teksnya ke dalam aksara Latin. Salinan tangan Pleyte tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode Plt. peti 121. Peneliti berikutnya yang membaca teks ini adalah Noorduyn, dan sebagian teksnya dikutip untuk publikasi artikelnya yang berjudul "''Traces of and Old Sundanese Ramayana Tradition''", dimuat dalam jurnal ''Indonesia'' tahun 1970.<ref name=":5" />
C. M. Pleyte tampaknya menjadi orang pertama yang membaca dan menyalin teksnya ke dalam [[aksara Latin]]. Salinan tangan Pleyte tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode Plt. peti 121. Peneliti berikutnya yang membaca teks ini adalah Noorduyn, dengan mengutip sebagian teksnya untuk publikasi artikelnya yang berjudul "''Traces of and Old Sundanese Ramayana Tradition''", dimuat dalam jurnal ''Indonesia'' tahun 1970.<ref name=":5" />


== Isi Teks ==
== Isi Teks ==
Teks dimulai dengan asal-isil diciptakannya bwana. Sang Hyang Haro, yang mungkin diidentifikasi sebagai Wisnu, menciptakan isi dunia, terdiri dari siang, malam, rerumputan, pepohonan, lingga, batu, candi, bukit, gunung, dan wujud-wujud dunia. Pada suatu waktu, telur suci (Sang Hyang Hantiga) semesta menetes. Kulitnya menjadi Batara Sang Hening Tunggal, beningnya menjadi Batara Guru, putihnya menjadi Sang Darmajati, lapisan tipisnya menjadi Sang Balibungah (Nusia Awal Larang), lapisan tebalnya menjadi Batara Tunggal. Mereka adalah lima dewata yang menguasa alam semesta. Batara Sang Hening Tunggal berada di dunia atas, Sang Balibungah dan BAtara Tunggal tinggal di dunia bawah, ditengah-tengahnya bersemayam Sang Darmajati. Dengan demikian, semesta terdiri dari lima lapisan.<ref name=":5" /><ref name=":0" />
Teks dimulai dengan asal-isil diciptakannya ''bwana'' (buana/semesta). Sang Hyang Haro, yang mungkin diidentifikasi sebagai [[Wisnu]], menciptakan isi dunia, terdiri dari siang, malam, rerumputan, pepohonan, lingga, batu, candi, bukit, gunung, dan wujud-wujud dunia. Pada suatu waktu, [[telur]] suci (''Sang Hyang Hantiga'') semesta menetas. Kulitnya menjadi Batara Sang Hening Tunggal, beningnya menjadi Batara Guru, putihnya menjadi Sang Darmajati, lapisan tipisnya menjadi Sang Balibungah (Nusia Awal Larang), lapisan tebalnya menjadi Batara Tunggal. Mereka adalah lima dewata yang menguasa alam semesta. Batara Sang Hening Tunggal berada di dunia atas, Sang Balibungah dan Batara Tunggal tinggal di dunia bawah, ditengah-tengahnya bersemayam Sang Darmajati. Dengan demikian, semesta terdiri dari lima lapisan.<ref name=":5" /><ref name=":0" />


Kisah berpusat pada dua tokoh, yaitu Sang Kalasakti dan Sang Darmajati. Sang Kalasakti adalah sosok jagoan yang mengobrak-abrik kahyangan, sedangkan Sang Darmajati adalah sosok dewa yang omniscience. Keduanya memiliki kesaktian yang sama dan sama-sama perkasa. Kalasakti memiliki senjata yang sifatnya merusak, tapi senjata Sang Darmajati sebaliknya, yaitu membawa ketenteraman. Keduanya bertarung di kahyangan dengan kesaktian yang setara.<ref name=":5" /><ref name=":0" />
Kisah berpusat pada dua tokoh, yaitu Sang Kalasakti dan Sang Darmajati. Sang Kalasakti adalah sosok jagoan yang mengobrak-abrik [[kahyangan]], sedangkan Sang Darmajati adalah sosok dewa yang omniscience. Keduanya memiliki kesaktian yang sama dan sama-sama perkasa. Kalasakti memiliki senjata yang sifatnya merusak, tapi [[senjata]] Sang Darmajati sebaliknya, yaitu membawa ketenteraman. Keduanya bertarung di kahyangan dengan kesaktian yang setara.<ref name=":5" /><ref name=":0" />


Sang Darmajati bukan dewa sembaranga. Ialah yang menghidupkan segala dewa: Brahma, Wisnu, Isora, Mahadewa, Siwah, Ludra, Sangkara dan Sambuh. Demikian juga dewa Yama, Baruna, Kowera, Besawarna, juga dihidupkan oleh Darmajati. Tidak luput juga Buta, Yaksa, Picasa, dan seluruh bangsa raksasa. Darmajati pula yang menciptakan matahari, bulan dan atmosfir. Ada dan tiadanya semua karena Darmajati. Demikian pula hidup-matinya Kalasakti ditentukan oleh Darmajati. Adegan membuhun Kalasakti digambarkan secara simbolis. Kalasakti menemui ajalnya setelah sepuluh pintu indranya ditutup oleh Darmajati. Tiga unsur tak kasat mata, yaitu bayu (nafas, tenaga), sabda (ucapan, kata), dan hedap (pikiran, akal budi) juga ditutup oleh Darmajati.<ref name=":5" /><ref name=":0" />
Sang Darmajati bukan dewa sembaranga. Ialah yang menghidupkan segala dewa: [[Brahma]], [[Wisnu]], [[Iswara|Isora]], [[Mahadewa]], [[Syiwa|Siwah]], Ludra, Sangkara dan Sambuh. Demikian juga dewa [[Yama]], [[Baruna]], [[Kuwera|Kowera]], Besawarna, juga dihidupkan oleh Darmajati. Tidak luput juga Buta, [[Yaksa]], Picasa, dan seluruh bangsa [[raksasa]]. Darmajati pula yang menciptakan matahari, bulan dan atmosfir. Ada dan tiadanya semua karena Darmajati. Demikian pula hidup-matinya Kalasakti ditentukan oleh Darmajati. Adegan membuhun Kalasakti digambarkan secara simbolis. Kalasakti menemui ajalnya setelah sepuluh pintu indranya (''dora sapuluh'') ditutup oleh Darmajati. Tiga unsur tak kasat mata (''dora tilu''), yaitu ''bayu'' (nafas, tenaga), ''sabda'' (ucapan, kata), dan ''hedap'' (pikiran, akal budi) juga ditutup oleh Darmajati.<ref name=":5" /><ref name=":0" />


Namun demikian, Sang Darmajati menghidupkan kembali Kalasakti, sebab ia merasa bahwa keberdaan Sang Kalasakti sangatlah penting untuk keseimbangan jagat. Ia kemudian membuka kembali kesepuluh pintu indra (dora sapuluh) dan tiga gerbang (dora tilu) dari Sang Kalasakti, sehingga Sang Kalasakti bangkit kembali. Sang Darmajati kembali naik ke sebuah tempat pertapaan yang disebut ''sang hang manik nirmala suda malinglang.'' Ia bersemayam dalam pertapaannya, ''sang hyang rahasea''.<ref name=":5" /><ref name=":0" />
Namun demikian, Sang Darmajati menghidupkan kembali Kalasakti, sebab ia merasa bahwa keberdaan Sang Kalasakti sangatlah penting untuk keseimbangan jagat. Ia kemudian membuka kembali kesepuluh pintu indra (''dora sapuluh'') dan tiga gerbang (''dora tilu'') dari Sang Kalasakti, sehingga Sang Kalasakti bangkit kembali. Sang Darmajati kembali naik ke sebuah tempat pertapaan yang disebut ''sang hang manik nirmala suda malinglang.'' Ia bersemayam dalam pertapaannya, ''sang hyang rahasea''.<ref name=":5" /><ref name=":0" />


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 28 Desember 2020 10.18

Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).
Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).

Tutur Bwana adalah naskah Sunda kuno yang berisi kisah penciptaan semesta dalam kosmologi Sunda kuno. Ditulis dengan aksara Sundak kuno dan bahasa Sunda kuno. Teksnya berbentuk tutur (prosa naratif).[1] Naskahnya saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.[2]

Pengisahan berpusat pada pertarungan antara Sang Darmajati dan Sang Kalasakti. Sang Kalasakti dapat dikalahkan oleh Sang Darmajati karena Darmajati merupakan dewata yang sangat istimewa yang menguasai hidup dan mati para dewa yang lainnya, beserta kehidupan makhluk dan benda-benda lainnya. Akhirnya Sang Kalasakti dihidupkan kembali oleh Darmajati demi menjaga keseimbangan semesta, sedangkan Darmajati kembali ke pertapaannya yang abadi.[1][2]

Kisah penciptaan lainnya dalam kosmologi Sunda kuno terdapat pada naskah Sanghyang Raga Dewata koleksi Museum Sribaduga, Bandung.[3]

Inventarisasi

Naskah Tutur Bwana disimpan dalam peti nomor 86 dengan kode L 620, koleksi Perpustakaan Nasional RI.[1] Naskah ini tidak tercatat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.[4] Berdasarkan hasil rekatalogisasi Holil & Gunawan (2010), naskah diidentifikasi berisi kisah perjalanan alegori Sang Kalasakti menuju Sang Darmajati di kahiangan.[1] Asalnya diperkirakan dari Bandung, yaitu sumbangan bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874).[2] Sampai saat ini naskah merupakan codex unicus.[1]

Deskripsi Fisik

Terdiri dari 40 lempir daun lontar yang dikemas dalam kotak kayu berwarna coklat. Naskah berukuran 26 x 2,6 cm. Setiap lempir berisi empat baris teks yang ditulis dengan aksara Sunda Kuna. Sebagian margin kanan di bagian awal patah.[2][1]

Penelitian

C. M. Pleyte tampaknya menjadi orang pertama yang membaca dan menyalin teksnya ke dalam aksara Latin. Salinan tangan Pleyte tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode Plt. peti 121. Peneliti berikutnya yang membaca teks ini adalah Noorduyn, dengan mengutip sebagian teksnya untuk publikasi artikelnya yang berjudul "Traces of and Old Sundanese Ramayana Tradition", dimuat dalam jurnal Indonesia tahun 1970.[1]

Isi Teks

Teks dimulai dengan asal-isil diciptakannya bwana (buana/semesta). Sang Hyang Haro, yang mungkin diidentifikasi sebagai Wisnu, menciptakan isi dunia, terdiri dari siang, malam, rerumputan, pepohonan, lingga, batu, candi, bukit, gunung, dan wujud-wujud dunia. Pada suatu waktu, telur suci (Sang Hyang Hantiga) semesta menetas. Kulitnya menjadi Batara Sang Hening Tunggal, beningnya menjadi Batara Guru, putihnya menjadi Sang Darmajati, lapisan tipisnya menjadi Sang Balibungah (Nusia Awal Larang), lapisan tebalnya menjadi Batara Tunggal. Mereka adalah lima dewata yang menguasa alam semesta. Batara Sang Hening Tunggal berada di dunia atas, Sang Balibungah dan Batara Tunggal tinggal di dunia bawah, ditengah-tengahnya bersemayam Sang Darmajati. Dengan demikian, semesta terdiri dari lima lapisan.[1][2]

Kisah berpusat pada dua tokoh, yaitu Sang Kalasakti dan Sang Darmajati. Sang Kalasakti adalah sosok jagoan yang mengobrak-abrik kahyangan, sedangkan Sang Darmajati adalah sosok dewa yang omniscience. Keduanya memiliki kesaktian yang sama dan sama-sama perkasa. Kalasakti memiliki senjata yang sifatnya merusak, tapi senjata Sang Darmajati sebaliknya, yaitu membawa ketenteraman. Keduanya bertarung di kahyangan dengan kesaktian yang setara.[1][2]

Sang Darmajati bukan dewa sembaranga. Ialah yang menghidupkan segala dewa: Brahma, Wisnu, Isora, Mahadewa, Siwah, Ludra, Sangkara dan Sambuh. Demikian juga dewa Yama, Baruna, Kowera, Besawarna, juga dihidupkan oleh Darmajati. Tidak luput juga Buta, Yaksa, Picasa, dan seluruh bangsa raksasa. Darmajati pula yang menciptakan matahari, bulan dan atmosfir. Ada dan tiadanya semua karena Darmajati. Demikian pula hidup-matinya Kalasakti ditentukan oleh Darmajati. Adegan membuhun Kalasakti digambarkan secara simbolis. Kalasakti menemui ajalnya setelah sepuluh pintu indranya (dora sapuluh) ditutup oleh Darmajati. Tiga unsur tak kasat mata (dora tilu), yaitu bayu (nafas, tenaga), sabda (ucapan, kata), dan hedap (pikiran, akal budi) juga ditutup oleh Darmajati.[1][2]

Namun demikian, Sang Darmajati menghidupkan kembali Kalasakti, sebab ia merasa bahwa keberdaan Sang Kalasakti sangatlah penting untuk keseimbangan jagat. Ia kemudian membuka kembali kesepuluh pintu indra (dora sapuluh) dan tiga gerbang (dora tilu) dari Sang Kalasakti, sehingga Sang Kalasakti bangkit kembali. Sang Darmajati kembali naik ke sebuah tempat pertapaan yang disebut sang hang manik nirmala suda malinglang. Ia bersemayam dalam pertapaannya, sang hyang rahasea.[1][2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k Tata pustaka : sebuah pengantar terhadap tradisi tulis Sunda kuna : kajian. Perpustakaan Nasional (Indonesia),, Masyarakat Pernaskahan Nusantara,. Jakarta. ISBN 978-623-200-245-6. OCLC 1162374023. 
  2. ^ a b c d e f g h Tutur bwana dan empat mantra Sunda kuna. Wartini, Tien., Perpustakaan Nasional (Indonesia), Pusat Studi Sunda. (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. 2010. ISBN 978-979-008-361-5. OCLC 707922373. 
  3. ^ Sunda, Pusat Studi (2004). Fatimah in West Java: moral admonitions to Sundanese gentlewomen dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda. Pusat Studi Sunda. 
  4. ^ Behrend, T. E. (1998). Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Yayasan Obor.