Lompat ke isi

Inocybe: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rendy299 (bicara | kontrib)
k biar keren
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru
Reverted 1 edit by Rendy299 (talk) to last revision by HsfBot (TwinkleGlobal)
Tag: Pembatalan
Baris 5: Baris 5:


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Inocybe berasal dari bahasa Yunani kapèlo (kepala) dan ïvoç (serat), sehingga Inocybe memiliki arti topi atau tudung (pileus) yang Berak nih Wikipedia bau ketek ya kan
Inocybe berasal dari bahasa Yunani kapèlo (kepala) dan ïvoç (serat), sehingga Inocybe memiliki arti topi atau tudung (pileus) yang berserat.


== Deskripsi ==
== Deskripsi ==

Revisi per 15 September 2021 06.36

Inocybe Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
KerajaanFungi
DivisiBasidiomycota
KelasAgaricomycetes
OrdoAgaricales
FamiliInocybaceae
GenusInocybe Edit nilai pada Wikidata
Fr.
Tipe taksonomiInocybe relicina Edit nilai pada Wikidata

Inocybe merupakan jamur dengan genus terbesar dalam ordo Agaricalse dan merupakan family Cortinatiaceae dengan jumlah spesies lebih dari 1400. Indeks Fungorum yang merupakan proyek internasional untuk mengindeks semua nama resmi untuk Kingdom Jamur, mencakup 848 spesies Inocybe. Genus Inocybe (Inoycybaceae) memiliki persebaran yang luas di daerah beriklim sedang dan tropis di belahan bumi utara.

Etimologi

Inocybe berasal dari bahasa Yunani kapèlo (kepala) dan ïvoç (serat), sehingga Inocybe memiliki arti topi atau tudung (pileus) yang berserat.

Deskripsi

Inocybe memiliki cirri yaitu bagian tubuh buah atau basidiokarp yang kecil. Sedangkan bagian tudung atau pileus berwarna coklat kayu manis tua sampai coklat karat dan beberapa spesies berwarna keungunan, berbentuk kerucut agak mendatar, disertai dengan adanya serat dan memiliki diameter 4 cm. Bagian daging atau batang jamur berwarna putih serta banyak spesies yang memiliki bau yang khas. Kebiasaan ekologisnya adalah tumbuh dengan cara berkelompok di dalam hutan.

1.      Tudung atau pileus

Berukuran kecil hingga sedang, tipis, berbentuk kerucut atau lonceng serta pada bagian tengah berbentuk pipih atau menonjol. Bagian tepi pileus memiliki warna yang lebih pucat dan semakin tua nya usia jamur maka akan semakin banyak retakan pada bagian sisi pileus. Beberapa spesies memiliki bulu halus pada permukaan pileus. Pada awalnya pileus pada Inocybe memiliki warna putih hingga abu-abu keputihan. Beberapa spesies mempertahankan warna tersebut, namun sebagian besar mengalami perubahan warna yang bervariasi yaitu berwarna coklat, kuning tua, lilac hingga ungu.

2.      Lamela

Lamella pada Inocybe yaitu padat, tebal. Pada awal pertumbuhan memiliki warna putih, semakin tua jamur akan berubah menjadi abu-abu kecoklatan,coklat ochre atau abu-olive, dengan bagian tepi berwarna putih.

3.      Spora

Berukuran kecil, berbentuk lonjong hingga sedikit elips atau berbentuk seperti kacang almond. Khusus untuk subgenus Clypeustuberculous memiliki spora berbentuk bintang. Spora Inocybe, bebas kuman. Basidia (struktur penghasil spora yang ditemukan pada himenofor (pori) dari tubuh buah fungi) bersifat tetrasporik. Sistidium dengan atau tanpa kristal, berbentuk gelondong atau batang bulat dimana bagian tengah cembung dengan bagian ujung tajam.

4.      Stipe atau tangkai tubuh buah

Stipe pada Inocybe tipis, berserat, berbentuk silindris dan terdapat lubang pada bagian dalamnya. Bagian permukaan stipe berwarna keputihan, halus, mengkilap dan sedikit berbulu kea rah puncak stipe. Selain itu stipe Inocybe tidak memiliki cincin.

5.      Konteks

Putih sampai agak kekuningan, teroksidasi atau tidak menjadi kemerahan saat pemotongan, biasanya berbau seperti kaporit. Pada bagian daging buah mengandung muskarin.

Sejarah

Genus Inocybe pertama kali dideskripsikan sebagai Agaricus trib. Inocybe ditemukan oleh seorang sarjana Swedia, Elia Magnus Fries dicantumkan dalam karyanya volume 1 yang berjudul “Systema Mycologicum” pada tahun 1821. Lalu diverifikasi dalam karyanya volume 2 denga judul “Monographia Hymenomycetum Sueciae” pada tahun 1863.

Distribusi

Inocybe terdistribusikan mulai dari daerah temperate atau daerah beriklim sedang hingga tropis, dan merupakan mikobion pembentuk ektomikoriza sehingga mudah ditemukan di sekitar Gymnospermae (tumbuhan biji terbuka) atau Angiospermae (tumbuhan berbunga). Genus ini merupakan salah satu kelompok dengan jumlah ragam yang sangat tinggi dalam ordo Agaricales.

Berdasarkan data dari indexfungorum, terdapat 2132 baik spesies, subspecies serta varietas Inocybe dari seluruh dunia. Penelitian keberadaan Inocybe terutama di Asia Tenggara, banyak dilakukan di Thailand dan Malaysia. Untuk Indonesia sendiri belum adanya laporan mengehuinai distribusi dan keberadaan dari jenis jamur Inocybe. Publikasi Inocybe di wilayah Indonesia dilaporkan hanya oleh Horak pada tahun 1979-1980 yang disertai dengan adanya spesies baru.

Subgenus

Terdapat dua subgenus besar yaitu Cortinate supersection dimana tubuh jamur (stipe) tidak pruinose atau tidak ditutupi oleh butiran berwarna putih, hanya pada bagian puncak serta stipe tidak bulat. Sedangkan Supersection margin memiliki stipe yang seluruhnya pruinose dan berbentuk bulat. Selain itu terdapat beberapa subgenus diantaranya adalah :

1.      Inocybe

Subgenus ini memiliki pleurocystidia, memiliki dinding yang tebal serta terdapat kristal pada bagian puncaknya. Basidia tidak mengalami nekropigementasi atau berubahnya basidia menjadi ochraceos dan kolaps. Inocybe dapat hidup pada ekosistem dengan iklim sedang.

2.      Auritella

Subgenus ini memiliki pleurocystidia dan basidia nekropigmentasi. Tersebar di Afrika, India dan Australia yang beriklim sedang.

3.      Inosperma

Inosperma memiliki bau yang khas seperti buah, madu. Tidak memiliki pleurocystidia tetapi memiliki cheilocystidia. Distribusi inosperma di daerah dengan iklim sedang dan tersebar luas.

4.      Mallocybe

Stipe pendek serta tidak memiliki pleurocystidia.basidia mengalami nekropigmentasi, memiliki spora yang halus dan distribusi tersebar luas.

5.      Nothocybe

Lamella tidak memiliki pleurocystidia namun memiliki cheilocystidia, spora halus serta sering terdapat di India.

6.      Pseudosperma

Badan buah memiliki bau yang khas, tudung atau pileus memiliki bentuk radial dan jarang berbentuk squamulose atau menyerupai sisik, terdapat cheilocystida, spora halus, dan distribusi tersebar luas.

7.      Tubariomyces

Terdapat lamella dan cheilocystidia,memiliki spora yang halus dan sering terdapat di Afrika

Subgenus Berdasarkan Morfologi

Menurut Bon, 2005 genus Inocybe dibagi menjadi tiga bagian :

1.      Subgenus Inosperma

a. Depauperatae : memiliki permukaan seperti wol. Contoh : Inocybe dulcamara

b. Cervicolores : pileus memiliki permukaan seperti wol dan beraroma kuat. Contoh : Inocybe bongardii

c. Rimosae, contoh : Inocybe rimosa dan Inocybe erubescens

2.      Subgenus Inocibium, memiliki pleurocystidia, berdinding tebal

a.  Lactiferae : berwarna merah atau kehijauan dengan bau yang menyengat. Contoh : Inocybe piriodora, Inocybe pudica

b.  Lilacinae : pileus berwarna lilac, permukaan seperti wol atau bersisik. Contoh : Inocybe oscura, Inocybe histrix, Inocybe griseolilacin

c. Lacerae, contoh : Inocybe lasera

d. Tardae : terdapat gelombang pada bagian stipe. Contoh : Inocybe geophylla, Inocybe flocculosa, Inocybe virgatula

e. Splendentes, contoh Inocybe hirtella

3.      Subgenus Clypeus

a. Cortinate : stipe tipis. Contoh : Inocybe lanuginose

b. Petiginose : stipe bergelombang. Contoh : Inocybe fibrosa

c. Marginatae, contoh : Inocybe aterospora

Spesies

Terdapat ratusan spesies Inocybe, namun terdapat beberapa genus yang mempresentative kan beberapa genus Inocybe diantaranya adalah :

1.      Inocybe aeruginascens (Psikoaktif)

2.      Inocybe coelestium (Psikoaktif)

3.      Inocybe corydalina var, corydalina Quel (Psikoaktif)

4.      Inocybe corydalina var. erinaceomorpha (Psikoaktif)

5.      Inocybe erubescens

6.      Inocybe geophylla (Toxic)

7.      Inocybe haemacta (Psikoaktif)

8.      Incoybe hystrix

9.      Incocybe lacera

10.  Inocybe tricolor (Psikoaktif)

Racun Inocybe

Jamur Inocybe dapat menyebabkan keracunan meskipun dengan dosis yang rendah. Inocybe mengandung toksin berupa muskarin dan psilocybin.Senyawa tersebut meyebabkan gangguan pada sistem saraf pada manusia dan terdapat 7 spesies langka Inocybe yang daoat menyebabkan halusinasi yang disebabkan karena kandungan psilocybin. Banyak Inocybe mengandung muskarin dengan dosis yang tinggi, dan tidak ada metode yang mudah untuk membedakan dengan spesies yang berpotensi dapat dimakan dikarenakan penampilannya yang mirip. Hal tersebut dapat menyebabkan ada kasus keracunan pada manusia atau hewan. Muskarin diketahui dapat mengikat asetilkolin dan menginduksi gejala pusing, mual, muntah. Inocybe aeruginascensyang dilaporkan mengandung aeruginascine (N,N,N-trimethyl-4-phosphoryloxytryptamine). Meskipun kelompok toksin ini telah diketahui dalam jangka yang lama dan umumnya korban keracunan dapat ditangani dengan baik, namun tetap saja berisiko berakibat fatal.

Muskarin

Diisolasi dari Amanita muscaria dan merupakan sejenis racun neurosymptomatic yaitu racun yang menyarang sistem saraf. Selain terdapat pada Inocybe, muskarin juga terdapat pada Clitocybe, Mycena dan Omphalotus. Alkaloid muskarin merupakan zat racun utama pada jamu Inocybe yang merupakan molekul kuartener ammonium yang tidak berwarna, tidak berbau dan menyerang sistem saraf parasimpatis. Konsentrasi muskarin pada Inocybe dapat mencapai 1.6%. Metode kromatografi kertas dapat mendeteksi konsentrasi muskarin pada Inocybe. Sebanyak 34 spesies Inocybe mengandungan 0,01 hingga 0,80% muskarin.

Mekanisme muskarin sama dengan asetilkolin, yaitu akan mengikat reseptor nya sehingga dapat menimbulkan gejala gangguan saraf pusat, halusinasi, berkeringat, bradikardia (kondisi ketika detak jantung lebih lambat dari kondisi normal). Gejala ini umum terjadi dengan cepat dalam waktu dua jam setelah makan. Muskarin banyak terdapat pada jamur Inocybe yan tersebar di Amerika Utara dan Eropa dan juga tersebar luas di Asia Timur.

1.      Struktur dan stereokimia

Muskarin (L-(+)- muskarinee, (2S, 4R, 5S) – (4-hydroxyl-5-methyl-tetrahydrofuran-2-ylmethyl) trimethylamonium, C9H2NO2, CAS nomor 300-54-9) merupakan alkaloid beracun yang ditemukan pada jamur lalat agaric dan spesies jamur Inocybe. Muskarin merupakan zat parasimpatomimetik yang dapat mneyebabkan kejang hingga kematian. Muskarin pertama diisolasi dan ditemukan dalam empat stereoisimer yaitu (+)-muscarinee, (+)-epi-muscarinee, (+)-allo-muscarinee dan (+)-epiallo-muscarinee. Stereoisomer merupakan molekul-molekul yang mmepunyai rumus molekul dan konektivitas sama, namun memiliki posisi atom-atom penyusunnya atau bentuk tiga dimensi susunannya yang berbeda.

2.      Mekanisme

Mekanisme muskarin sama dengan aksi neurotransmitter asetilkolin, dengan mengikat reseptor asetilkolin muskarinik sehingga menghasilkan impuls saraf kolinergik secara terus menerus. Muskarin bekerja di sistem saraf perifer. Ketika muskarin sudah berikatan dengan reseptornya maka muskarin akan meniru efek asetilkolin yaitu menyebabkan gangguan pada sistem saraf. Muskarin tidak dapat menonaktifkan asetilkolinesterase sehingga terjadi hiperstimulasi reseptor yang tidak terkontrol.

Reseptor muskarin dijumpai pada semua sel efektor yang dirangsang oleh neuron kolinergik postganglion baik oleh sistem saraf simpatis maupun parasimpatis. Reseptor muskarin memiliki protein G dan stimulasinya menghasilkan efek yang cukup lama. Terdapat lima jenis reseptor muskarin yaitu M1-M5. Subtype M2 dan M3 menjadi perantara respons muskarin di jaringan otonom perifer. Pada otak dan ganglion terdapat subtype M1 dan M4 yang melimpah. M1, M3 dan M5 berinteraksi dengan protein Gq yang bertujuan untuk merangsang terjadinya hidrolisis fosfoinositida dan akan melepaskan kalsim intraseluler. Reseptor M2 dan M4 berinteraksi dengan protein Gi untuk menghambat adenylyl cyclase yang menyebabkan penurunan konsentrasi adenosine monofosfat siklik intraseluler.

Reseptor muskarin memiliki peran utama dalam memediasi peran asetilkolin di otak dan secara tidak langsung dapat menghasilkan efek rangsang maupun penghambatan dengan cara menggabungkan serangkain subtype reseptor. Reseptor muskarin dapat juga ditemukan di presinaps dan postsinaps. Reseptor muskarin yang terdapat di presinaptik berperan dalam umpan balik yang mengatur pelepasan neurotransmitter. Asetilkolin yang dilepaskan dari terminal presinaptik dapat mengikat reseptor muskarin di terminal saraf yang sama untuk mengaktifkan proses enzimatik yang mengatur pelepasan neurotransmitter selanjutnya.

3.      Respon klinis

Muskarin merupakan alkaloid neurotoksi yang dapat meningkatkan rangsangan parasimpatis. Muskarin dapat menyebabkan gangguan sistem saraf parasimpatis diseluruh tubuh dan dapat menghambat peran asetilkolin.

Gejala pertama keracunan inocybe dengan kandungan muskarin yang tinggi adalah sakit kepala, mual, mutah setelah mengkonsumsi jamur incoybe 15-120 menit. Gejala kedua yang dapat dirasakan adalah lakrimasi atau produksi air mata yang berlebih, produksi saliva yang berlebih, penurunan penglihatan atau gangguan akumodasi. Gejala keracunan lainnya adalah kolik lambung (adanya kontraksi otot, penyumbatan atau peradangan), diare, dispnea, bronkokonstriksi yang merupakan suatu kondisi dimana otot polos brokus berkontraksi, sehingga mengakibatkan penyempitan dan pembatasan jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru-paru. Selain gejala tersebut dapat menyebabkan bradikardia dan hipotensi yang terjadi secara cepat serta vasodilatasi yang dapat menyebabkan syok peredaran darah. Kematian dapat terjadi setelah 8 jam.

Mengkonsumsi jamur dengan kandungan muskarin dengan jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kematian. Dosis muskarin yang mematikan bagi manusia adalah 180 mg sampai 300 mg. ketika mengkonsumsi jamur dengan kandungan muskarin sebesar 0,33% dapat menyebabkan kematian.

4.      Pengobatan atau terapi muskarin

Terapi yang efektif adalah pemberian atropine secara cepat. Atropine merupakan antimuskarinik yang berperan dengan cara menghambat aksi asetilkolin pada parasimpatis di kelenjar sekretori dan SSP, menghambat air liur, sekresi trakeobronkial, bradikardia dan hipotensi. Atropine dapat diberikan secara parenteral 2 mg IV/IM setiap 10-30 menit hingga gejala hilang atau air liur berhenti. Dalam kasus yang parah, dosis dapat diberikan setiap 5 menit.

Selain pemberian atropine, dapat juga diberikan arang aktif serta rehidrasi untuk mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit, perawatan induksi emesis atau bilas lambung, namun hal tersebut berakibat fatal dimana dapat menyebabkan kejang

Psilocybin dan Psilosin

1.      Struktur kimia

Psilocybin dan psilosin merupakan zat halusinogen yang diisolasi dari tubuh buah jamur Psilocybe Mexicana yang dibudayakan oleh ahli kimia Swiss Hofmann pada tahun 1957 dan telah dibuktikan bahwa psilocybin dan psilocin merupakan jenis racun jamur yang menyebabkan efek neuro halusinogen yang dapat menimbulkan efek halusinasi.

Psilocybin dikenal sebagai psilocybine. Nama senyawa kimia nya adalah 4-phospho-N,N-dimethylamine dengan aktivitas halusinogen. Psilocybin mudah terdesfosforilasi dalam darah menjadi psilosin.

2.      Karakteristik Fisik-Kimia

Psilocybin dan psilocin murni merupakan kristal tak berwarna dan sensitive terhadap suhu. Ketika disimpan selama beberapa bulan pada suhu kamar, keduanya akan dinonaktifkan sepenuhnya. Sitokrom oksidase mengoksidasi psilosin untuk menghasilkan produk biru, dan jamur halusinogen yang mengandung toksin sering membiru setelah dipetik. Untuk mengidentifikasi jamur halusinogen dapat dilakukan dengan cara tersebut.

3.      Mekanisme

Efek psikedelik (kehilangan sensorik, menyebabkan halusinasi) disebabkan karena adanya aktivitas 5-hydroxytryptamine (5-HT) atau serotonin, dopamine, epinefrin dan bioamin. Selain itu keracunan psilocybin disebabkan karena adanya aktivasi reseptor serotonin 5-HT2A di korteks prefrontal yang berlebih sehingga menimbulkan gejala neurologis. Psilocybin hanya dapat mempengaruhi sistem noradrenergic dengan dosis sangat tinggi. Efek psilocybin berkisar dari 2 hingga 3 jam.

4.      Respon klinis

Timbulnya efek fisiologis dan neurotoksik disebabkan karena psilocybin mengaktifkan reseptor 5-HT2A. Psilocybin hanya dapat menimbulkan efek fisiologis pada dosis 8-10 mg (0,1-0,2 mg/kg), sedangkan halusinasi dapat terjadi ketika mengkonsumsi racun lebih dari 15 mg. Selain itu dapat menimbulkan efek mydriasis atau dilatasi/pelebaran pupil, tekanan darah tinggi ringan, peningkatan denyut jantung dan parestesia atau kesemutan.

Gejala keracunan psilocybin dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dimulai dari 20 sampai 30 menit setelah mengkonsumsi racun psilocybin dan berlangsung selama 10 hingga 15 menit. Pada tahap ini akan terjadi gangguan neurologis, gangguan sensorik dan persepsi. Tahap kedua adalah tahap puncak gejala neurolgis, dimana terjadinya derealisasi atau halusinasi, penurunan berat badan, perubahan sensorik terutama gangguan penglihatan, vertigo, cemas dan gelisah. Pada tahap ketiga akan merasa lelah, lesu dan untuk kasus yang parah dapat terjadi sindrom delusi.

5.      Pemanfaatan psilocybin

Menurut banyak penelitian psilocybin banyak digunakan untuk pengobatan psikoterapi. Satu dosis psilocybin dapat berefek langsung pada otak sehingga dianggap dapat bertahan cukup lama untuk mengesampingkan gejala-gejala depresi. Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, psilocybin digunakan untuk mengobati beberapa jenis depresi. Selain itu, psilocybin dapat digunakan untuk pengobatan pasien dengan kanker stadium akhir yang ditujukanuntuk mengurangi rasa sakit.

Keracunan Inocybe pada Hewan

Jumlah kasus keracunan pada hewan relative rendah. Di China terdapat 3 kasus keracunan pada anjing yang disebabkan karena Inocybe asterospora dan di Norwegia terdapat 5 kasus keracunan pada hewan. Gejala yang ditimbulkan adalah  diare, muntah, ptyalisme (produksi air liur secara berlebih di rongga  mulut) dan takikardia (detak jantung menjadi lebih cepat). Semua anjing dapat pulih sepenuhnya setelah perawatan suportif yaitu perawatan yang berhubungan dengan pengelolaan gejala atau efek samping.

Keracunan Inocybe pada Manusia

Keracunan Inocybe pada manusia salah satunya disebabkan karena kurangnya identifikasi spesies yang memadai. Inocybe erubescens merupakan salah satu spesies Inocybe yang menyebabkan kasus keracunan di Eropa. Selain spesies tersebut keracunan manusia lainnya dilaporkan pada spesies Inocybe fastigiata, Inocybe tristis, Inocybe asterospora dan Inocybe aeruginascens.

Keracunan Inocybe dilaporkan terjadi di India dengan jumlah kasus sebesar 11 kasus yang disebabkan oleh spesies Inocybe carnosibulbosa termasuk seorang anak berusia 6 bulan. Gangguan atau gejala yang dirasakan adalah gangguan pernapasan, muntah, diare dan gangguan penglihatan. Selain itu di Indonesia sendiri terdapat kasus keracunan yang terjadi secara berulang kali dalam periode 10 tahun terakhir. 1 dari 31 korban keracunan berusia 75 tahun meninggal dunia setelah 5 jam mengkongsumsi jamur Inocybe. Hal tersebut disebabkan pula karena sistem maupun respon umun yang relative lebih rentan di usia tersebut.

Pada tahun 2019 terdapat kasus keracunan spesies Inocybe serotina dan teridentifikasi mengandung muskarin yang terjadi di Tiongkok, dengan menunjukan gejala muskarinik yang khas yaitu menggigil, berkeringat, produksi air liur yang berlebih dan diare. Selain itu terdapat kasus keracunan yang disebabkan oleh psilocybin. Gejala timbul setelah 5 menit mengkonsumsi jamur tersebut, dan gejala yang ditimbulkan adalah mual, pusing, sakit kepala dan lemas.

Tanda pertama keracunan bervariasi yaitu antara 15 menit dan 2 jam setelah mengkonsumsi jamur Inocybe. Gejala umum yang sering terjadi adalah mual, muntah, sakit perut, diare, hipersalivasi, diaphoresis, hipotensi, penglihatan kabur, tremor, gelisah, mudah marah, pingsan. Perawatan suportif yang diberikan antara lain adalah pemberian cairan melalui intravena, pemberian antiemetic (mencegah mual) dan atropine 1 mg sampai 2 mg secara intravena. Pemulihan penuh biasanya dalam waktu 12 jam.

Referensi

  • Balqis Ikfi Hidayati, Diah. 2019. Organofosfat dengan Krisis Kolinergik Akut, Gejala Peralihan dan Polineuropati Tertunda. Jurnal Agromedicine. 6 (2) : 337-342
  • Faustine, Inggrid dkk. 2019. Profil Penggunaan Obat Antidotum di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2016-2018. Jurnal Farmasi Galenika. 5 (2) : 132-139
  • Permana Putra, Ivan. 2020. Kasus Keracunan Inocybe sp di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi di Era Pandemi COVID-19. http ://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb  [URL]. ISBN :978-602-72245-5-1.
  • Suryani, Hadi dkk. 2020. Buku Ajar Farmakologi Obat Sistem Saraf. Jakarta : UHAMKA PRESS