Lompat ke isi

Wahdatul Wujud: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
AhmadYusron2001 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
AhmadYusron2001 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Mansur Al-Hallaj |Mansur Al-Hallaj|artikel mengenai Ibnu arabi |Ibnu arabi|artikel mengenai Raden Abdul Jalil |Raden Abdul Jalil}}
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Mansur Al-Hallaj |Mansur Al-Hallaj|artikel mengenai Ibnu Arabi |Ibnu Arabi|artikel mengenai Raden Abdul Jalil |Raden Abdul Jalil}}
'''Wahdatul wujud''' berasal dari kata ''wahdah'' (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan ''al-wujud'' (الوجود ) yang berarti ada, [[eksistensi]], atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".{{sfn|Uswatun|2015|p=26}}
'''Wahdatul wujud''' berasal dari kata ''wahdah'' (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan ''al-wujud'' (الوجود ) yang berarti ada, [[eksistensi]], atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".{{sfn|Uswatun|2015|p=26}}



Revisi per 7 Oktober 2021 22.50

Wahdatul wujud berasal dari kata wahdah (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan al-wujud (الوجود ) yang berarti ada, eksistensi, atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".[1]

Doktrin ini tidak mengakui adanya perbedaan antara Tuhan dengan makhluk, seandainya ada maka hanya kepercayaan bahwa Tuhan itu adalah keseluruhan, sedangkan makhluk adalah bagian dari keseluruhan tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam semesta ini, karena tak ada satupun di alam semesta ini kecuali wujud Tuhan.[1]

Sejarah

Wahdatul wujud selalu dihubungkan dengan Ibnu Arabi, karena Ibnu Arabi dianggap sebagai penggagasnya. Walaupun Wahdatul wujud dikaitkan dengan aliran Ibnu Arabi tetapi sebetulnya Wahdatul wujud sudah diajarkan oleh beberapa sufi sebelum Ibnu Arabi.[2]

Sufi sebelum Ibnu Arabi yang membuat pernyataan yang dianggap mengandung doktrin Wahdatul wujud adalah Abu Hamid Al-Ghazali, dalam sebuah karyanya Al-Ghazali berkata ”sesuatu yang maujud dengan sebenar-benarnya adalah Allah Swt, sebagaimana cahaya yang sebenar-benarnya adalah Allah Swt”, ”tidak ada wujud kecuali Allah dan wajah-Nya, dengan itu pula, maka segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya secara azali dan abadi[3]”.

Ma'ruf Al-Karkhi salah satu sufi yang hidup empat abad sebelum Ibnu Arabi adalah orang pertama yang mengungkapkan syahadat dengan kata-kata “tiada sesuatupun dalam wujud kecuali Allah”.[3]

Tokoh yang cukup berperan mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah Ibnu Taimiyah, seorang pemikir dan ulama Islam guru dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.[3] Walaupun Ibnu Taimiyah menggunakan istilah Wahdatul Wujud untuk mengkritik terhadap doktrin Wahdatul wujud,[4] Tetapi istilah ini sudah banyak digunakan oleh kalangan sufi di ajaran tasawuf.

Tokoh-tokoh Wahdatul wujud

Al-Hallaj

Lukisan Amir Khosrow tentang penggambaran eksekusi Al-Hallaj

Abu Abdullah Husain bin Mansur Al-Hallaj dikenal dengan nama Al-Hallaj seorang Syekh Sufi keturunan Persia abad ke-9 dan ke-10 dilahirkan di kota Thur di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866 M.[5][6] Ia terkenal dengan ucapannya: "Ana al haq" (Akulah kebenaran) karena ucapannya itu mengakibatkannya dieksekusi. Sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri.[6]

Siti Jenar

Nama aslinya adalah Raden Abdul Jalil, lahir di Iran/Persia tahun (1348-1439 H/1426-1517 M)[7] bertempat tinggal di Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Siti Jenar terkenal sebab ajarannya Manunggaling Kawula Gusti istilah Wahdatul wujud yang dijawakan. Siti Jenar mengembangkan paham jalan hidup sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Wali songo. Pertentangan praktik sufi oleh Siti Jenar dengan Wali songo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariat yang dilakukan oleh Wali songo.[8][9]

Ibnu Arabi

Ibnu Arabi, salah satu sufi terkenal dalam perkembangan tasawuf. Lahir pada tahun 560 H[10] merupakan tokoh yang cukup kontroversial Ia mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriah dari-Nya. Perkataan yang diungkapkannya: “Maha Suci Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah segaala sesuatu itu sendiri.[11]

Lihat pula

Referensi

Bibliografi