Mengambinghitamkan: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Albrecht Dürer - Man of Sorrows with Hands Bound - WGA7346.jpg|thumb|upright=1.1|''[[Man of sorrows|Schmerzensmann]]'', [[Albrecht Dürer]]]] |
[[Berkas:Albrecht Dürer - Man of Sorrows with Hands Bound - WGA7346.jpg|thumb|upright=1.1|''[[Man of sorrows|Schmerzensmann]]'', [[Albrecht Dürer]]]] |
||
'''Mengkambinghitamkan''' adalah praktik melakukan tuduhan tidak menyenangkan dan diikuti dengan perlakuan negatif terhadap seseorang atau kelompok. |
'''Mengkambinghitamkan''' adalah praktik melakukan tuduhan tidak menyenangkan dan diikuti dengan perlakuan negatif terhadap seseorang atau kelompok. |
||
Revisi per 7 Februari 2022 20.46
Mengkambinghitamkan adalah praktik melakukan tuduhan tidak menyenangkan dan diikuti dengan perlakuan negatif terhadap seseorang atau kelompok.
Mengkambinghitamkan dilakukan oleh seseorang melawan seseorang (contohnya, "ia melakukannya, bukan aku!"), seseorang melawan kelompok (contoh, "Aku tak dapat melihat apapun karena semua orang tinggi"), kelompok melawan seseorang (contoh, "Jane adalah sebab dari tim kita tak menang"), dan kelompok melawan kelompok.
Mengkambinghitamkan dapat ditujukan terhadap hampir semua kalangan, termasuk orang dewasa, anak-anak, saudara, karyawan, murid, etnis, kelompok politik atau agama tertentu, atau negara.
Pada Level Individu
Kelompok yang selama ini dikambinghitamkan hampir mencakupi segala jenis pengelompokan sosial, seperti: gender, agama, ras, bangsa, orientasi seksual, kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan pandangan politik, atau pun orang-orang yang memiliki perbedaan perilaku dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Namun demikian, pengkambinghitaman ini seringkali juga diasosiasikan terhadap pemerintah, korporasi, atau berbagai kelompok politik pula.
Kesamaannya Pada Masa Dahulu Kala
Seorang analis beraliran jungian, Sylvia Brinton, berbicara bahwasannya mengkambinghitamkan dapat dikaitkan dengan sebuah mitologi bayangan dan kesalahan.[1] Hal ini berkaitan dengan suatu tradisi kuno, seperti dalam cerita pengkambinghitaman untuk Tuhan Azazel yang dilakukan demi membersihkan dosa-dosa masyarakat yang terdahulu dan untuk terhubung dengan alam gaib yang suci.[2] Namun, dalam masa kini, peran Azazel dalam mengkambinghitamkan berubah seperti penuduh korban yang dikambinghitamkan.[1]
Tuduhan
Secara tidak sadar, pemikiran-pemikiran ataupun perasaan-perasaan seseorang yang tidak diinginkan oleh orang-orang di sekitarnya akan dituduhkan kepada seseorang yang dianggap sebagai kambing hitam. Tidak hanya terhadap seseorang saja, konsep ini dapat dituduhkan terhadap sebuah kelempok tertentu. Seseorang atau suatu kelompok tertentu dijadikan sebagai objek kambing hitam sebagai akibat atas penyelesaian permasalahan kelompoknya. Seorang psikiater berkebangsaan Swiss, Carl jung, mengatakan jika di dalam suatu masyarakat pasti ada seseorang yang berperilaku menyimpang, dan seolah-olah menjadi kambing hitam, demi memenuhi keinginan dari mayoritasnya. [3]
Mengkambinghitamkan dalam Konflik Antar-kelompok
Mengkambinghitamkan dalam Konflik Antar-kelompok biasanya terjadi saat adanya korelasitas antara kondisi ekonomi yang melemah dan kenaikan tingkat prasangka buruk dan kekerasan dari out-group.[4] Selain itu, dapat dilihat melalui kejadian gerakan anti-kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat pada saat 1882-1930 yang menunjukkan korelasi antara kondisi ekonomi yang buruk dan terjadinya kekerasan memicu terjadinya pengkambinghitaman oleh ras kulit putih yang frustrasi dengan kondisi buruknya ekonomi dengan melakukan kekerasan terhadap ras kulit hitam sebagai out-grup-nya.[5]
Tindakan mengkambinghitamkan seringkali juga diasosiasikan saat adanya serangan teroris ataupun pemakzulan. Hal ini dapat dicontohkan saat adanya gerakan Anti-arab yang banyak menyerang etnis Arab di Amerika Serikat saat setelah kejadian Serangan 11 September 2001. Selain itu, dapat dilihat pula dalam Pembunuhan Indira Gandhi yang mengkambinghitamkan etis Sikh di India.
Dalam ilmu manajemen, mengkambinghitamkan biasanya dipraktikan saat pekerja kasar yang seringkali dituduh bersalah atas kesalahan yang dibuat oleh pimpinannya. Hal ini seringkali terjadi karena kurangnya tingkat keterbukaan yang terjadi di manajemen tingkat atas.[6]
Mekanisme Mengkambinghitamkan
Seorang kritikus dan filosof, Kenneth Burke pertama kali memopulerkan istilah "mekanisme mengkambinghitamkan" dalam bukunya yang berjudul Permanence and Change (1935)[7], serta pada jurnal yang berjudul A Grammar of Motives (1945)[8]. Pemopuleran istilah "mekanisme mengkambinghitamkan" pada buku dan jurnal tersebut, mempengaruhi beberapa filsuf antropologi lainnya, seperti Ernest Becker dan René Girard.
Dalam perkembangannya, Girard membangun konsep ini jauh lebih luas demi menginterpretasikan sebuah kebudayaan manusia. Girard berpandangan bahwa: bukanlah lewat Tuhan, tetapi dari manusia itu sendiri yang layak mendapatkan balasan berupa kekerasan atas yang dilakukannya sendiri demi menebus dosa-dosanya. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya, keinginan manusia itu didorong oleh keinginan yang dimiliki atau diinginkan orang lain pula (hasrat mimesis). Oleh karena itu, hal ini menyebabkan terjadinya triangulasi keinginan dan berakibat terjadinya konflik antara pihak-pihak yang berkeinginan. Mekanisme ini akan terus memuncak apabila masyarakat saling terpengaruh, dengan begitu akan menimbulkan mekanisme mengkambinghitamkan.
Pada titik ini, seseorang "kambing hitam" akan dipilih sebagai penyebab anasir permasalahan masyarakat dan akan diusir atau dibunuh oleh kelompok sosial. Kepulihan tatanan sosial akan terukur dengan kepuasan masyarakat, bahwa mereka telah menemukan penyebab permasalahan dengan menyingkirkan seseorang individu yang dikambinghitamkan. Mekanisme ini akan terus bergulir dan akan terus-menerus menjadi siklus.
Kepuasan masyarakat yang menjadi titik tolak dalam terus bergulirnya siklus mekanisme mengkambinghitamkan ini. Bagi kelompok tertentu, mengkambinghitamkan berfungsi sebagai bantuan psikologis untuk meredakan ketegangan sosial.
Lihat Juga
- Penindasan
- Dehumanisasi - perilaku atau proses yang merendahkan seseorang dan hal lainnya.
- Stereotipe - pandangan yang menggeneralisasikan perilaku sebagian anggota kelompok atas kelompoknya.
- Perpeloncoan - praktik ritual dan aktivitas lain yang melibatkan pelecehan, penyiksaan, atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam suatu kelompok.
- Kepanikan Moral - rasa ketakutan yang menyebar dalam sejumlah besar orang bahwa suatu kejahatan sedang mengancam ketertiban masyarakat.
- Pengorbanan manusia - tindakan membunuh seseorang atau sekumpulan manusia sebagai persembahan untuk para dewa atau roh.
- Praduga bersalah - prinsip yang menyatakan bahwa seseorang dianggap bersalah hingga peradilan menyatakan tidak bersalah.
- Stigma sosial - tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada.
- Menyalahkan korban - keadaan saat korban malah dipersalahkan atas bahaya atau kerugian yang terjadi kepadanya, baik secara sebagian maupun sepenuhnya.
- Perburuan dukun - sebuah pencarian orang-orang yang dicap sebagai penyihir atau dukun untuk dimusnahkan, dibunuh, atau dibantai.
Referensi
- ^ a b 1932-, Perera, Sylvia Brinton, (1986). The scapegoat complex : toward a mythology of shadow and guilt. Inner City Books. ISBN 0-585-11527-3. OCLC 77355147.
- ^ 1839-1899., Kellogg, S. H. (Samuel Henry), (19--). The book of Leviticus. Hodder & Stoughton. OCLC 6466696.
- ^ author., Jung, C. G. (Carl Gustav), 1875-1961,. Analytical psychology : its theory and practice. ISBN 978-1-138-13598-7. OCLC 1062345456.
- ^ Poppe, Edwin (2001). "Effects of Changes in GNP and Perceived Group Characteristics on National and Ethnic Stereotypes in Central and Eastern Europe1". Journal of Applied Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 31 (8): 1689–1708. doi:10.1111/j.1559-1816.2001.tb02746.x. ISSN 1559-1816.
- ^ Hovland, Carl Iver; Sears, Robert R. (1940-04-01). "Minor Studies of Aggression: VI. Correlation of Lynchings with Economic Indices". The Journal of Psychology. 9 (2): 301–310. doi:10.1080/00223980.1940.9917696. ISSN 0022-3980.
- ^ Team, PMHut (2009-10-15). "The Art of Scapegoating in IT Projects". PMHut - Project Management Articles for Project Managers (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-27.
- ^ Kenneth, Burke, (2020). Permanence and change : an anatomy of purpose. University of California Press. ISBN 0-520-04144-5. OCLC 1237215066.
- ^ Burke, Kenneth (1969-12-31). "A Grammar of Motives". doi:10.1525/9780520341715.
- ^ Diolah dari berbagai sumber
Bacaan tambahan
Buku
- Colman, A.D. Up from Scapegoating: Awakening Consciousness in Groups (1995)
- Douglas, Tom Scapegoats: Transferring Blame (1995)
- Dyckman, JM & Cutler JA Scapegoats at Work: Taking the Bull's-Eye Off Your Back (2003)
- Girard, René: Violence and the Sacred (1972)
- Girard, René: The Scapegoat (1986)
- Jasinski, James: "Sourcebook on Rhetoric" (2001)
- Perera, Sylvia Brinton, The Scapegoat Complex: Toward a Mythology of Shadow and Guilt (Toronto: Inner City 1986), Studies in Jungian Psychology By Jungian Analysts
- Pillari V Scapegoating in Families: Intergenerational Patterns of Physical and Emotional Abuse (1991)
- Quarmby K Scapegoat: Why We Are Failing Disabled People (2011)
- Wilcox C.W. Scapegoat: Targeted for Blame (2009)
- Zemel, Joel: Scapegoat, the extraordinary legal proceedings following the 1917 Halifax Explosion (2012)
Artikel akademik
- Binstock, R. H. (1983). "The Aged as Scapegoat". The Gerontologist. 23 (2): 136–143. doi:10.1093/geront/23.2.136. PMID 6862222.
- Boeker, Warren (1992). "Power and Managerial Dismissal: Scapegoating at the Top". Administrative Science Quarterly. 37 (3): 400–421. doi:10.2307/2393450. JSTOR 2393450.
- Gemmill, G. (1989). "The Dynamics of Scapegoating in Small Groups". Small Group Research. 20 (4): 406–418. doi:10.1177/104649648902000402.
- Katz, Irwin; Class, David C.; Cohen, Sheldon (1973). "Ambivalence, guilt, and the scapegoating of minority group victims". Journal of Experimental Social Psychology. 9 (5): 423–436. doi:10.1016/S0022-1031(73)80006-X.
- Khanna, Naveen; Poulsen, Annette B. (1995). "Managers of Financially Distressed Firms: Villains or Scapegoats?". The Journal of Finance. 50 (3): 919–940. doi:10.1111/j.1540-6261.1995.tb04042.x.
- Maybee, Janet (2010). "The Persecution of Pilot Mackey" (PDF). The Northern Mariner/le marin du nord. XX (2): 149–173. ISSN 1183-112X.
- Schopler, Eric (1971). "Parents of psychotic children as scapegoats". Journal of Contemporary Psychotherapy. 4 (1): 17–22. doi:10.1007/BF02110269.
- Vogel, E. F.; Bell, N. W. (1960). "The emotionally disturbed child as the family scapegoat". Psychoanalysis and the Psychoanalytic Review. 47 (2): 21–42. ISSN 0885-7830.
Buku rujukan
- Glick, Peter (2010). "Scapegoating". Dalam Weiner, Irving B.; Craighead, W. Edward. The Corsini Encyclopedia of Psychology (edisi ke-4th). John Wiley & Sons. hlm. 1498–1499. doi:10.1002/9780470479216.corpsy0817. ISBN 9780470479216.
- Hammer, Elliott D. (2007). "Scapegoat Theory". Dalam Baumeister, Roy; Vohs, Kathleen. Encyclopedia of Social Psychology. SAGE Publications. doi:10.4135/9781412956253.n465. ISBN 9781412916707.
- Miller, Norman; Pollock, Vicki (2007). "Displaced Aggression". Dalam Baumeister, Roy; Vohs, Kathleen. Encyclopedia of Social Psychology. SAGE Publications. doi:10.4135/9781412956253.n155. ISBN 9781412916707.