Lompat ke isi

Citra Allah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 58: Baris 58:


==== Keserupaan progresif ====
==== Keserupaan progresif ====
Umat Kristen purba mengakui bahwa citra Allah sudah rusak akibat dosa.<ref>"Oleh karena itu, umat Kristen purba membenarkan baik kemuliaan martabat manusia, lantaran manusia diciptakan menurut citra Allah, maupun kebejatan manusia, lantaran citra Allah di dalam diri manusia dibengkokkan dan diselewengkan dosa." Allison, Gregg; Allison, Gregg. Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine (hlm. 322). Zondervan.</ref> Meskipun demikian, nas Kejadian 9 meneguhkan bahwa citra Allah tidak dibinasakan dosa, karena citra Allah tetap ada di dalam diri manusia sesudah kejatuhan manusia pertama maupun selepas air bah. Tanpa mengkompromikan komitmen terhadap kemuliaan martabat manusia sebagai makhluk yang dijadikan menurut citra Allah, nas-nas Alkitab mengarahkan orang kepada gagasan bahwa citra Allah dapat dikembangkan dan dimatangkan.
Umat Kristen purba mengakui bahwa citra Allah sudah rusak akibat dosa.<ref>"Oleh karena itu, umat Kristen purba membenarkan baik kemuliaan martabat manusia, lantaran manusia diciptakan menurut citra Allah, maupun kebejatan manusia, lantaran citra Allah di dalam diri manusia dibengkokkan dan diselewengkan dosa." Allison, Gregg; Allison, Gregg. Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine (hlm. 322). Zondervan.</ref> Meskipun demikian, nas Kejadian 9 meneguhkan bahwa citra Allah tidak dibinasakan dosa, karena citra Allah tetap ada di dalam diri manusia sesudah kejatuhan manusia pertama maupun selepas air bah. Tanpa mengkompromikan komitmen terhadap kemuliaan martabat manusia sebagai makhluk yang dijadikan menurut citra Allah, nas-nas Alkitab mengarahkan orang kepada gagasan bahwa citra Allah dapat dikembangkan dan dimatangkan.<!--


In Genesis 5, the image of God in humanity is correlated with the image of Adam in his son Seth. Commentators have reflected that the son better reflects the father as he matures and that while there may be physical comparisons there is also a resemblance in character traits. "The biblical text, by offering us this explanation, gives us the key that while we are all in the image of God, we likewise have the capacity to become more and more in the image of God; that is, we were created with the potential to mirror divine attributes."<ref>Walton, John H. Genesis (The NIV Application Commentary) (Kindle Locations 2826–2828). Zondervan.</ref> This lines up with several of the New Testament texts which refer to "being renewed in knowledge" and "being conformed to the image". The idea is that through spiritual growth and understanding one can mature spiritually and become more like God and represent him better to others.
In Genesis 5, the image of God in humanity is correlated with the image of Adam in his son Seth. Commentators have reflected that the son better reflects the father as he matures and that while there may be physical comparisons there is also a resemblance in character traits. "The biblical text, by offering us this explanation, gives us the key that while we are all in the image of God, we likewise have the capacity to become more and more in the image of God; that is, we were created with the potential to mirror divine attributes."<ref>Walton, John H. Genesis (The NIV Application Commentary) (Kindle Locations 2826–2828). Zondervan.</ref> This lines up with several of the New Testament texts which refer to "being renewed in knowledge" and "being conformed to the image". The idea is that through spiritual growth and understanding one can mature spiritually and become more like God and represent him better to others.

Revisi per 29 April 2022 07.30

Citra Allah atau gambar Allah (bahasa Ibrani: צֶלֶם אֱלֹהִים‎, Tselem Elohim; bahasa Latin: Imago Dei) adalah konsep dan doktrin teologis di dalam agama Yahudi[1] maupun agama Kristen. Konsep ini merupakan salah satu aspek asasi dari pemahaman Yahudi dan Kristen tentang hakikat manusia, bersumber dari nas Kejadian 1:26–27 yang menyatakan bahwa umat manusia (laki-laki maupun perempuan) diciptakan menurut citra dan rupa Allah. Makna yang sesungguhnya dari frasa tersebut sudah ribuan tahun diperdebatkan, tetapi gagasan pokoknya adalah umat manusia menyerupai Allah dan merepresentasikan Allah.

Sejalan dengan tradisi Yahudi, sarjana-sarjana seperti Saadia Gaon dan Filo mengemukakan bahwa "dijadikan menurut citra Allah" bukan berarti Allah memiliki tampilan-tampilan yang serupa dengan manusia melainkan justru sebaliknya, pernyataan tersebut adalah bahasa kiasan yang dipakai untuk mengungkapkan gagasan bahwa Allah mengaruniakan kehormatan istimewa kepada umat manusia, yakni kehormatan yang tidak dikaruniakan-Nya kepada semua ciptaan lain.

Riwayat penafsiran citra Allah melingkupi tiga alur pemahaman. Pandangan substantif menempatkan citra Allah di dalam karakterisik-karakteristik yang sama-sama dimiliki Allah dan umat manusia, misalnya rasionalitas atau moralitas. Pemahaman relasional berpandangan bahwa citra Allah terdapat di dalam hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia satu sama lain. Pandangan fungsional menafsirkan citra Allah sebagai suatu peran atau fungsi yang dengannya umat manusia bertindak mewakili Allah dan dimaksudkan untuk merepresentasikan Allah di dalam tatanan penciptaan. Ketiga pandangan tersebut tidak saling menyanggah dengan sengit, dan masing-masing dapat menyuguhkan tinjauan mendalam tentang bagaimana umat manusia serupa dengan Allah.

Doktrin citra Allah menyediakan pijakan penting bagi perkembangan hak-hak asasi manusia dan kemuliaan martabat tiap-tiap nyawa manusia tanpa pandang golongan, ras, gender, maupun keterbatasan. Doktrin ini juga berkaitan dengan wacana seputar tubuh manusia.

Sumber Alkitabiah

Alkitab Ibrani

Frasa "gambar Allah" terdapat pada tiga nas Alkitab Ibrani, ketiga-ketiganya termaktub di dalam Kitab Kejadian:

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar (b'tsalmeinu) dan rupa Kita (kid'muteinu), supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

— Kejadian 1:26-28

Inilah daftar keturunan Adam. Pada waktu manusia itu diciptakan oleh Allah, dibuat-Nyalah dia menurut rupa Allah; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati mereka dan memberikan nama "Manusia" kepada mereka, pada waktu mereka diciptakan. Setelah Adam hidup seratus tiga puluh tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya, lalu memberi nama Set kepadanya.

— Kejadian 5:1-3

Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya (tselem) sendiri.

— Kejadian 9:6

Apokrifa/deuterokanonika

Di dalam apokrifa atau deuterokanonika, terdapat tiga nas yang jelas-jelas menggunakan istilah "gambar" untuk menyifatkan umat manusia.

Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri.

— Kebijaksanaan Salomo 2:23

Manusia diciptakan Tuhan dari tanah, dan ke sana akan dikembalikan juga. Ia menganugerahkan kepadanya sejumlah hari dan jangka, dan memberinya kuasa atas segala sesuatunya di bumi. Kepadanya dikenakan kekuatan yang serupa dengan kekuatan Tuhan sendiri dan menurut gambar Allah dijadikan-Nya. Di dalam segala makhluk yang hidup Tuhan menaruh ketakutan kepada manusia, agar manusia merajai binatang dan unggas.

— Yesus bin Sirakh 17:1-4

Tetapi umat manusia, yang dibentuk tangan-Mu dan disebut gambar-Mu sendiri karena mereka dijadikan menurut rupa-Mu, yang baginya Engkau jadikan segala sesuatu, sudahkah juga Engkau jadikan mereka seperti benih petani?

— 2 Ezra 8:44

Perjanjian Baru

Perjanjian Baru memahami Kristus sebagai citra Allah, dan umat manusia sebagai citra Allah sekaligus citra Kristus.

Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah.

— Ibrani 1:1-3

Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.

— Kolose 1:13-15

Dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.

— Kolose 3:10

Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.

— 1 Korintus 11:7

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

— Roma 8:29

Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.

— 2 Korintus 3:18

Sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.

— 2 Korintus 4:4-7

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.

— Yakobus 3:9

Tafsir Alkitabiah

Citra versus Rupa

Para teolog sudah berusaha menelaah perbedaan konsep "citra Allah" dan konsep "rupa Allah" di dalam kodrat manusia. Origenes misalnya menganggap citra Allah sebagai sesuatu yang dikaruniakan pada waktu penciptaan, dan rupa Allah sebagai sesuatu yang dikaruniakan kepada seseorang kemudian hari.

Meskipun "citra dan rupa" adalah idiom khas bahasa Ibrani, yang mengungkapkan satu gagasan dengan menggunakan dua kata berlainan, muncul pandangan bahwa "citra dan rupa" adalah dua hal terpisah. Citra adalah keserupaan alami manusia dengan Allah, yakni keberdayaan untuk menalar dan berkehendak, sementara rupa adalah suatu donum superadditum, anugerah tambahan kepada fitrah manusia. Rupa terdiri atas kualitas-kualitas moral Allah, sementara gambar mencakup sifat-sifat hakiki Allah. Saat terjerumus ke dalam dosa, Adam kehilangan rupa Allah, tetapi masih memiliki citra Allah. Umat manusia selaku manusia tetap paripurna, tetapi fitrah baik dan sucinya sudah tercemar.[2] Citra Allah serupa tetapi tak sama dengan rupa Allah. Citra Allah hanya menyiratkan bahwa umat manusia dijadikan menurut citra Allah, sementara rupa Allah adalah sifat hakiki rohani dari kualitas-kualitas moral Allah.[2]

Bagaimanapun juga, pembedaan "citra" dari "rupa" yang berasal dari Abad Pertengahan itu sudah banyak ditinggalkan para mufasir modern. Menurut C. John Collins, "sejak sekitar zaman Reformasi, sarjana-sarjana sudah mengakui bahwa hal ini [pembedaan citra dari rupa] tidak selaras dengan nas itu sendiri. Pertama-tama, tidak ada kata "dan" yang menghubungkan "menurut gambar" dengan "rupa Kita." Yang kedua, di dalam Kejadian 1:27 hanya ada "menurut gambar Allah"; dan yang terakhir, di dalam Kejadian 5:1, Allah menjadikan manusia "menurut rupa Allah." Penjelasan terbaik untuk data ini adalah "menurut gambar" dan "menurut rupa" merujuk kepada hal yang sama, saling memperjelas."[3]

Sifat khusus citra

Nas-nas utama Alkitab tidak memaparkan cara-cara khusus untuk mengenali citra Allah di dalam diri manusia. Nas-nas tersebut tidak berbicara tentang rasionalitas, moralitas, emosi, kehendak bebas, bahasa, maupun pernyataan-pernyataan serupa lainnya. Kata "citra" dan kata "rupa" hanya mengandung makna dasar bahwa umat manusia menyerupai Allah dan merepresentasikan Allah. "Penjelasan semacam itu tidaklah diperlukan, bukan hanya karena istilah-istilah tersebut memiliki arti yang jelas, melainkan juga karena tidak ada daftar semacam itu yang dapat menjelaskan pokok bahasan ini dengan tepat: nas tersebut hanya menandaskan bahwa manusia menyerupai Allah, dan nas-nas Kitab Suci selebihnya menyajikan lebih banyak perincian untuk memperjelas penandasan ini."[4] Cara-cara berlainan yang dipakai untuk menyelami gagasan citra Allah tersaji di dalam uraian tentang pemahaman substantif, relasional, dan fungsional terhadap citra Allah di bawah.

Keserupaan progresif

Umat Kristen purba mengakui bahwa citra Allah sudah rusak akibat dosa.[5] Meskipun demikian, nas Kejadian 9 meneguhkan bahwa citra Allah tidak dibinasakan dosa, karena citra Allah tetap ada di dalam diri manusia sesudah kejatuhan manusia pertama maupun selepas air bah. Tanpa mengkompromikan komitmen terhadap kemuliaan martabat manusia sebagai makhluk yang dijadikan menurut citra Allah, nas-nas Alkitab mengarahkan orang kepada gagasan bahwa citra Allah dapat dikembangkan dan dimatangkan.]</ref>

Christ as Image

A uniquely Christian perspective on the image of God is that Jesus Christ is the fullest and most complete example of a human in God's image. Hebrews 1 refers to him as "the very image of his substance" and Colossians reveals Jesus as "the image of the invisible God". This is relevant to Christology which is beyond the scope of this article. Christians however would look to the teachings and example of Jesus to guide their spiritual maturity and conformity to the image of God.

Historical context

Scholars still debate the extent to which external cultures influenced the Old Testament writers and their ideas. Mesopotamian epics contain similar elements in their own stories, such as the resting of the deity after creation.[6] Many Mesopotamian religions at the time contained anthropomorphic conceptions of their deities, and some scholars have seen this in Genesis's use of the word "image." John Walton notes, however "the practice of kings setting up images of themselves in places where they want to establish their authority. Other than that, it is only other gods who are made in the image of gods. Thus, their traditions speak of sons being in the image of their fathers19 but not of human beings created in the image of God.[7]

Moral implications

The Biblical texts sketch some moral implications of the image of God in humanity. The Genesis 9 passage links the image of God to the rationale for prohibiting and punishing murder. The James 3 passage also points out that the tongue which is made by God should not curse that which God has made in his image.

To assert that humans are created in the image of God may mean to recognize some special qualities of human nature which allow God to be made manifest in humans. For humans to have a conscious recognition of having been made in the image of God may mean that they are aware of being that part of the creation through whom God's plans and purposes best can be expressed and actualized; humans, in this way, can interact creatively with the rest of creation. The moral implications of the doctrine of Imago dei are apparent in the fact that, if humans are to love God, then humans must love other humans whom God has created (cf. John 13:35), as each is an expression of God. The human likeness to God can also be understood by contrasting it with that which does not image God, i.e., beings who, as far as we know, are without this spiritual self-awareness and the capacity for spiritual / moral reflection and growth.-->

Tugas dari manusia sebagai citra Allah selain berkuasa, juga mengusahakan agar seluruh ciptaan memuliakan Allah.[8] Keberadaan manusia sebagai citra Allah merupakan sebuah anugerah sekaligus tugas bagi setiap manusia.[8] Di dalam ajaran Kristen, citra Allah dibedakan menjadi:[9]

  • Citra Allah yang istimewa atau khusus ialah pengetahuan, kebenaran dan kesucian.[9]
  • Citra Allah yang umum ialah segala sifat manusia yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.[9]

Ajaran citra Allah dalam doktrin Kristen berkaitan dengan kejatuhan umat manusia.[10] Sejak kejatuhan manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa, citra Allah menjadi rusak, tetapi hal citra itu dikembalikan lagi hanya melalui keselamatan oleh Yesus Kristus.[10] Beberapa tokoh yang memegang ajaran ini antara lain Calvin, Bruner, John Baillie, Bavinck, dan Berkouwer.[10]

Dosa asal

Baca juga

Bahan bacaan lanjutan

Rujukan

  1. ^ Novak, Michael (January 2007), "Another Islam", First Things, diarsipkan dari versi asli tanggal 04 April 2014, diakses tanggal 18 Oktober 2014 
  2. ^ a b Millard J. Erickson, Christian Theology, edisi ke-2. (Grand Rapids: Baker Book House, 1998), 522.
  3. ^ Collins, C. John, Genesis 1–4: A Linguistic, Literary, and Theological Commentary (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2006), 62.
  4. ^ Grudem, Wayne A.; Grudem, Wayne A.. Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine (hlm. 443). Zondervan.
  5. ^ "Oleh karena itu, umat Kristen purba membenarkan baik kemuliaan martabat manusia, lantaran manusia diciptakan menurut citra Allah, maupun kebejatan manusia, lantaran citra Allah di dalam diri manusia dibengkokkan dan diselewengkan dosa." Allison, Gregg; Allison, Gregg. Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine (hlm. 322). Zondervan.
  6. ^ Day (2013), hlm. 17
  7. ^ Walton, John H.. Genesis (The NIV Application Commentary) (Kindle Locations 2803–2805). Zondervan.
  8. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ensiklopedi
  9. ^ a b c . R.Soedarmo. 1989. Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK GM. Hlm.131-133.
  10. ^ a b c Bastian Kruithof. 1968. Man in God's Milieu. Grand Rapids, Michigan: Baker Book House. Hlm.48-52.
  11. ^ Library Thing: The Personhood of God

Daftar pustaka

  • Day, John (2013). From Creation to Babel: Studies in Genesis 1–11. London: Bloomsbury. ISBN 9780567215093. 
  • Garner, Stephen (2011). "The hopeful cyborg". Dalam Ronald Cole-Turner. Transhumanism and Transcendence: Christian Hope in an Age of Technological Enhancement. Washington, DC: Georgetown University Press. ISBN 9781589017948. 
  • Grenz, Stanley J. (2001). The Social God and the Relational Self. Louisville, KY: Westminster John Knox Press. ISBN 066422203X. 
  • Haslam, Molly (2012). "Imago dei as rationality or relationality: history and construction". A Constructive Theology of Intellectual Disability: Human Being as Mutuality and Response. New York: Fordham Press. hlm. 92–116. ISBN 9780823239405. 
  • Lieber, David L., ed. (2001). Etz Hayim: Torah and Commentary. New York, NY: The Rabbinical Assembly. 
  • McGrath, Alister E. (1998). Historical Theology: an Introduction to the History of Christian Thought. Oxford: Blackwell Publishing. 
  • Middleton, J. Richard (2005). The Liberating Image: the Imago Dei in Genesis 1. Grand Rapics, MI: Brazos Press. ISBN 9781587431104. 
  • Ricoeur, Paul (1961). Diterjemahkan oleh George Gringas. "The image of God and the epic of man". Cross Currents. 11 (1). 
  • Ratnaraj, Billa John (2003). The significance of the concept of imago dei for the theology of human rights in the writings of Jürgen Moltmann (Tesis Master's). Kolkata: Serampore College. 
  • Stassen, Glen Harold (1992). Just Peacemaking: Transforming Initiative for Justice and Peace. Louisville, KY: Westminster John Knox Press. ISBN 0664252982. 
  • Washbourn, Penelope (1992). "Becoming woman: menstruation as spiritual challenge". Dalam Carol Christ; et al. Womanspirit Rising: a Feminist Reader in ReligionPerlu mendaftar (gratis). San Francisco, CA: Harper Collins.