Negara Sumatera Timur: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Renaykiyowo (bicara | kontrib) k menyunting ejaan dalam dan kata - kata salah |
||
Baris 35: | Baris 35: | ||
[[Berkas:Op 27 augustus werd te Siantar een massale demonstratie gehouden waarin de bevol, Bestanddeelnr 12010.jpg|jmpl|Demonstrasi pendukung NST selama kunjungan Wali Negara Sumatra Timur ke Pematangsiantar]] |
[[Berkas:Op 27 augustus werd te Siantar een massale demonstratie gehouden waarin de bevol, Bestanddeelnr 12010.jpg|jmpl|Demonstrasi pendukung NST selama kunjungan Wali Negara Sumatra Timur ke Pematangsiantar]] |
||
'''Negara Sumatra Timur''' ('''NST''') adalah salah satu negara yang merdeka dari Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda yang bertahan cukup lama di lingkungan |
'''Negara Sumatra Timur''' ('''NST''') adalah salah satu negara yang merdeka dari [[Republik Indonesia (1949–1950)|Republik Indonesia]] dan [[Kerajaan Belanda]] yang bertahan cukup lama di lingkungan diluar Hindia Belanda selain [[Negara Indonesia Timur]], yakni 25 Desember 1947 hingga 1950. Negara ini tercipta karena banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan [[Suku Melayu|Melayu]], sebagian besar raja-raja [[Simalungun]], beberapa kepala suku [[Karo]] dan kebanyakan tokoh masyarakat Tionghoa. Bumiputera Melayu dengan kekuasaan Islam-nya beserta Simalungun dan Karo merasa terancam dengan berdirinya negara baru, yang akan mendudukkan mereka sebagai bawahan dari Republik Indonesia Yogya. Dalam banyak buku sejarah disebutkan Republik Indonesia Serikat merupakan gabungan dari berbagai negara-negara independen di Nusantara saat itu. Meski demikian, negara-negara itu disebut sebagai negara boneka yang dibentuk oleh Belanda.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/umur-pendek-negara-jawa-timur-bBLD|title=Umur Pendek Negara jawa Timur|last=Dhani|first=Arman|date=18 Agustus 2016|website=Tirto.id|access-date=22 September 2019}}</ref> |
||
Bergabungnya tiga komunitas bumiputera itu diikat oleh kesamaan nasib, yakni sama-sama korban penyerangan dan pembantaian yang dilakukan oleh faksi komunis dan republik pada 1946. Dalam keadaan diserang dan dibantai, kedatangan Belanda dan Inggris di Sumatra pun disambut dengan tangan terbuka. Dan ini menjadikan apa yang disebut aksi agresi militer Belanda sejatinya merupakan aksi penyelamatan penduduk yang selama itu disekap oleh |
Bergabungnya tiga komunitas bumiputera itu diikat oleh kesamaan nasib, yakni sama-sama korban penyerangan dan pembantaian yang dilakukan oleh [[faksi komunis]] dan republik pada 1946. Dalam keadaan diserang dan dibantai, kedatangan Belanda dan Inggris di Sumatra pun disambut dengan tangan terbuka. Dan ini menjadikan apa yang disebut aksi agresi militer Belanda sejatinya merupakan aksi penyelamatan penduduk yang selama itu disekap oleh republik Yogya. Dengan kekuatan tambahan ini maka persekutuan anti-republik menguat dan berdirilah NST sebagai negara baru yang di dalamnya terhimpun sisa-sisa daulah atau kesultanan Islam yang masih selamat. Meski demikian ada pula rakyat yang menentang berdirinya NST dan melakukan perlawanan militer terhadap Belanda, namun bukan bumiputera. |
||
Sumatra Timur adalah negara yang kaya akan minyak dan perkebunan. Kekayaannya ini menjadi incaran banyak pihak, termasuk Republik Indonesia dan Belanda. Karena itu, selain diikat oleh kesamaan nasib, tegaknya Negara Sumatra Timur juga dipicu oleh keinginan melindungi harta kekayaannya dari incaran pihak-pihak luar. Negara ini dipimpin oleh wali negara atau presiden bernama Dr. [[Tengku Mansoer]] dari Kesultanan Asahan, yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatra Timur.<ref>The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2</ref> Adapun wakil wali negara atau wakil presiden adalah Raja Kaliamsyah Sinaga dari Kerajaan Tanah Jawa Simalungun. Sementara panglima angkatan bersenjatanya, Barisan Pengawal (BP), adalah Kolonel Djomat Poerba dari Kerajaan Purba Simalungun. |
Sumatra Timur adalah negara yang kaya akan minyak dan perkebunan. Kekayaannya ini menjadi incaran banyak pihak, termasuk Republik Indonesia dan Belanda. Karena itu, selain diikat oleh kesamaan nasib, tegaknya Negara Sumatra Timur juga dipicu oleh keinginan melindungi harta kekayaannya dari incaran pihak-pihak luar. Negara ini dipimpin oleh wali negara atau presiden bernama Dr. [[Tengku Mansoer]] dari Kesultanan Asahan, yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatra Timur.<ref>The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2</ref> Adapun wakil wali negara atau wakil presiden adalah [[Raja Kaliamsyah]] Sinaga dari Kerajaan Tanah Jawa Simalungun. Sementara panglima angkatan bersenjatanya, Barisan Pengawal (BP), adalah Kolonel Djomat Poerba dari Kerajaan Purba Simalungun. |
||
Sumatra Timur kemudian bergabung dengan negara baru Republik Indonesia Serikat melalui Konferensi Meja Bundar (KBM). Dalam perundingan tersebut Sumatra Timur tergabung dalam BFO atau Badan Permusyawaratan Federal yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. |
Sumatra Timur kemudian bergabung dengan negara baru Republik Indonesia Serikat melalui Konferensi Meja Bundar (KBM). Dalam perundingan tersebut Sumatra Timur tergabung dalam BFO atau Badan Permusyawaratan Federal yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. |
Revisi per 24 Agustus 2022 04.36
Sumatra Timur | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Negara bagian RIS | |||||||||
1947–1950 | |||||||||
Panji daerah | |||||||||
Ibu kota | Medan | ||||||||
Sejarah | |||||||||
Pemerintahan | |||||||||
• Jenis | Negara bagian | ||||||||
Wali Negara | |||||||||
• 1947-1950 | Tengku Mansoer[1] | ||||||||
Legislatur | Dewan Perwakilan Sementara Negara Sumatra Timur | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | 25 Desember 1947 | ||||||||
• Dibubarkan | 15 Agustus 1950 | ||||||||
|
Negara Sumatra Timur (NST) adalah salah satu negara yang merdeka dari Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda yang bertahan cukup lama di lingkungan diluar Hindia Belanda selain Negara Indonesia Timur, yakni 25 Desember 1947 hingga 1950. Negara ini tercipta karena banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan Melayu, sebagian besar raja-raja Simalungun, beberapa kepala suku Karo dan kebanyakan tokoh masyarakat Tionghoa. Bumiputera Melayu dengan kekuasaan Islam-nya beserta Simalungun dan Karo merasa terancam dengan berdirinya negara baru, yang akan mendudukkan mereka sebagai bawahan dari Republik Indonesia Yogya. Dalam banyak buku sejarah disebutkan Republik Indonesia Serikat merupakan gabungan dari berbagai negara-negara independen di Nusantara saat itu. Meski demikian, negara-negara itu disebut sebagai negara boneka yang dibentuk oleh Belanda.[2]
Bergabungnya tiga komunitas bumiputera itu diikat oleh kesamaan nasib, yakni sama-sama korban penyerangan dan pembantaian yang dilakukan oleh faksi komunis dan republik pada 1946. Dalam keadaan diserang dan dibantai, kedatangan Belanda dan Inggris di Sumatra pun disambut dengan tangan terbuka. Dan ini menjadikan apa yang disebut aksi agresi militer Belanda sejatinya merupakan aksi penyelamatan penduduk yang selama itu disekap oleh republik Yogya. Dengan kekuatan tambahan ini maka persekutuan anti-republik menguat dan berdirilah NST sebagai negara baru yang di dalamnya terhimpun sisa-sisa daulah atau kesultanan Islam yang masih selamat. Meski demikian ada pula rakyat yang menentang berdirinya NST dan melakukan perlawanan militer terhadap Belanda, namun bukan bumiputera.
Sumatra Timur adalah negara yang kaya akan minyak dan perkebunan. Kekayaannya ini menjadi incaran banyak pihak, termasuk Republik Indonesia dan Belanda. Karena itu, selain diikat oleh kesamaan nasib, tegaknya Negara Sumatra Timur juga dipicu oleh keinginan melindungi harta kekayaannya dari incaran pihak-pihak luar. Negara ini dipimpin oleh wali negara atau presiden bernama Dr. Tengku Mansoer dari Kesultanan Asahan, yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatra Timur.[3] Adapun wakil wali negara atau wakil presiden adalah Raja Kaliamsyah Sinaga dari Kerajaan Tanah Jawa Simalungun. Sementara panglima angkatan bersenjatanya, Barisan Pengawal (BP), adalah Kolonel Djomat Poerba dari Kerajaan Purba Simalungun.
Sumatra Timur kemudian bergabung dengan negara baru Republik Indonesia Serikat melalui Konferensi Meja Bundar (KBM). Dalam perundingan tersebut Sumatra Timur tergabung dalam BFO atau Badan Permusyawaratan Federal yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat.
Akan tetapi, ketika telah bergabung dengan serikat, pada tanggal 3-5 Mei 1950 diadakan perundingan antara perdana menteri RIS M. Hatta dengan Wali Negara/Presiden NST Dr. Tengku Mansoer (juga dengan Presiden Negara Indonesia Timur Soekawati) yang menyetujui pembentukan negara kesatuan. Tapi pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra Timur menentang keputusan tersebut. Meski demikian Dewan Sumatra Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS, bukan RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan NST bubar.
Referensi
- ^ "Indonesian States 1946-1950".
- ^ Dhani, Arman (18 Agustus 2016). "Umur Pendek Negara jawa Timur". Tirto.id. Diakses tanggal 22 September 2019.
- ^ The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2
- ^ Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.352-355, ISBN 0-87727-734-6
- ^ Proses Perubahan Negara Republik Indonesia Serikat Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Haryono Rinardi, Jurusan Sejarah UNDIP [1]