Suku Kurudu: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
==Sejarah== |
==Sejarah== |
||
[[Pulau Kurudu]] atau disebut sebagai ''Miobo Krudu'' oleh penduduk setempat, merupakan salah satu pulau yang termasuk kedalam wilayah [[Kepulauan Yapen]], provinsi [[Papua (provinsi)|Papua]]. Konon, pulau ini telah dikenal pada masa lalu sebagai pemasok barang-barang dagangan, baik antara sesama pedagang Papua maupun dengan para pedagang dari luar. Hal ini dapat diketahui melalui berbagai catatan-catatan orang Eropa yang pernah menyinggahi pulau ini pada masa [[VOC]] sampai masuknya pemerintahan Belanda di [[Nugini Barat|Tanah Papua]].<ref name="Pustaka Papua">{{cite web|url=http://www.pustakapapua.com/2022/03/orang-kurudu-dan-perdagangan-di-masa.html?m=1|title=Orang Kurudu dan Perdagangan di Masa Lalu|website=www.pustakapapua.com|language=id|access-date=18 Mei 2023}}</ref> |
[[Pulau Kurudu]] atau disebut sebagai ''Miobo Krudu'' oleh penduduk setempat, merupakan salah satu pulau yang termasuk kedalam wilayah [[Kepulauan Yapen]], provinsi [[Papua (provinsi)|Papua]]. Konon, pulau ini telah dikenal pada masa lalu sebagai pemasok barang-barang dagangan, baik antara sesama pedagang Papua maupun dengan para pedagang dari luar. Hal ini dapat diketahui melalui berbagai catatan-catatan orang Eropa yang pernah menyinggahi pulau ini pada masa [[VOC]] sampai masuknya pemerintahan [[kolonial Belanda]] di [[Nugini Barat|Tanah Papua]].<ref name="Pustaka Papua">{{cite web|url=http://www.pustakapapua.com/2022/03/orang-kurudu-dan-perdagangan-di-masa.html?m=1|title=Orang Kurudu dan Perdagangan di Masa Lalu|website=www.pustakapapua.com|language=id|access-date=18 Mei 2023}}</ref> |
||
Sejak abad ke-16, pulau Kurudu dicatat oleh [[bangsa Spanyol]] dengan nama La Ballena pada 1545. Meski telah dijelajahi pada tahun itu, tidak banyak informasi mengenai pulau Kurudu. Memasuki abad ke-18, pulau ini ditulis dalam buku-buku orang Eropa, tentang aspek perdagangan yang telah mereka amati disana. Sir Thomas Forrest mengunjungi pulau itu pada Februari 1775, dalam [[bahasa Inggris]] ia menyebutnya "Island of Krudo" berarti yang pulau Kurudu. Ia juga menulis bahwa masyarakat Kurudu-Kaipuri biasanya mengumpulkan kulit penyu yang akan diperdagangkan dengan pedagang [[Tionghoa]]. Wilayah Yapen, [[Waropen]], dan [[Nabire]] merupakan tempat-tempat dimana para pedagang Tionghoa, [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Makassar|Makassar]], [[Pulau Seram|Seram]], dan Eropa melakukan [[barter]] dengan penduduk-penduduk di wilayah tersebut.<ref name="Pustaka Papua"/> |
Sejak abad ke-16, pulau Kurudu dicatat oleh [[bangsa Spanyol]] dengan nama La Ballena pada 1545. Meski telah dijelajahi pada tahun itu, tidak banyak informasi mengenai pulau Kurudu. Memasuki abad ke-18, pulau ini ditulis dalam buku-buku orang Eropa, tentang aspek perdagangan yang telah mereka amati disana. Sir Thomas Forrest mengunjungi pulau itu pada Februari 1775, dalam [[bahasa Inggris]] ia menyebutnya "Island of Krudo" berarti yang pulau Kurudu. Ia juga menulis bahwa masyarakat Kurudu-Kaipuri biasanya mengumpulkan kulit penyu yang akan diperdagangkan dengan pedagang [[Tionghoa]]. Wilayah Yapen, [[Waropen]], dan [[Nabire]] merupakan tempat-tempat dimana para pedagang Tionghoa, [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Makassar|Makassar]], [[Pulau Seram|Seram]], dan Eropa melakukan [[barter]] dengan penduduk-penduduk di wilayah tersebut.<ref name="Pustaka Papua"/> |
Revisi per 18 Mei 2023 11.25
Kurudu-Kaipuri | |
---|---|
Bahasa | |
Kurudu | |
Agama | |
Kekristenan (mayoritas Protestan) | |
Kelompok etnik terkait | |
Berbai • Kaipuri • Serui |
Suku Kurudu adalah kelompok etnis yang mendiami pulau Kurudu dan pesisir Pamai Erar di pesisir utara Papua. Masyarakat suku Kurudu sendiri merupakan campuran dari berbagai etnis yang berasal dari Yapen, Waropen, dan Biak yang telah berasimilasi dengan penduduk asli Kurudu di masa lampau dan membentuk penduduk suku Kurudu sekarang.[1]
Seorang penulis Belanda, dr. J.J. De Hollander yang hidup pada masa 1800-an, menuliskan bahwa "Penduduk Kurudu terdiri dari suku-suku yang sepenuhnya liar, mereka sebagai orang-orang yang berbahaya tapi sopan".[2]
Sejarah
Pulau Kurudu atau disebut sebagai Miobo Krudu oleh penduduk setempat, merupakan salah satu pulau yang termasuk kedalam wilayah Kepulauan Yapen, provinsi Papua. Konon, pulau ini telah dikenal pada masa lalu sebagai pemasok barang-barang dagangan, baik antara sesama pedagang Papua maupun dengan para pedagang dari luar. Hal ini dapat diketahui melalui berbagai catatan-catatan orang Eropa yang pernah menyinggahi pulau ini pada masa VOC sampai masuknya pemerintahan kolonial Belanda di Tanah Papua.[1]
Sejak abad ke-16, pulau Kurudu dicatat oleh bangsa Spanyol dengan nama La Ballena pada 1545. Meski telah dijelajahi pada tahun itu, tidak banyak informasi mengenai pulau Kurudu. Memasuki abad ke-18, pulau ini ditulis dalam buku-buku orang Eropa, tentang aspek perdagangan yang telah mereka amati disana. Sir Thomas Forrest mengunjungi pulau itu pada Februari 1775, dalam bahasa Inggris ia menyebutnya "Island of Krudo" berarti yang pulau Kurudu. Ia juga menulis bahwa masyarakat Kurudu-Kaipuri biasanya mengumpulkan kulit penyu yang akan diperdagangkan dengan pedagang Tionghoa. Wilayah Yapen, Waropen, dan Nabire merupakan tempat-tempat dimana para pedagang Tionghoa, Bugis, Makassar, Seram, dan Eropa melakukan barter dengan penduduk-penduduk di wilayah tersebut.[1]
Orang Kurudu menghasilkan berbagai produk-produk lokal gerabah tanah liat (sempe), ukiran, perahu, dan sagu yang nantinya akan diperdagangkan ke berbagai tempat di pesisir utara Papua. Orang Kurudu juga memiliki jaringan perdagangan sampai ke Sungai Mamberamo dan meluas ke Tanah Tabi (Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura). Misalnya, orang Kurudu membawa produk-produk seperti manik-manik, pisau, piring, dan menukarnya dengan masyarakat Mamberamo.[1]
Dalam laporan residen Braam Morris, sewaktu mereka mengunjungi penduduk Mamberamo (kampung Pauwi) pada 21 Juli 1884, mereka menemukan bahwa penduduk asli memiliki barang-barang seperti manik-manik, pisau, piring, dan barang-barang lainnya. Setelah ditanya darimana penduduk Pauwi dan Mawa mendapatkan barang-barang tersebut, mereka menjawab dari Kurudu, orang Kurudu sering datang kepada mereka. Jejak perdagangan demikian sudah berlangsung tahun 1800-an. Bahkan ada seorang Korano (pemimpin lokal) Mamberamo yang bernama Anggori bisa berbicara dalam bahasa Kurudu. Catatan ini tampaknya mendukung catatan Thomas Forrest bahwa pedagang Tionghoa pernah melakukan kontak dengan orang Kurudu. Artinya masyarakat Mamberamo tidak mendapat barang-barang tersebut secara langsung dari pedagang Tionghoa. Bisa digambarkan bahwa setelah pedagang Tionghoa melakukan barter dengan orang Kurudu, kemudian orang Kurudu melakukan barter lagi dengan penduduk Mamberamo. Merujuk pada catatan Thomas Forrest bahwa bisa jadi perdagangan antara orang Kurudu dan orang Mamberamo sudah berlangsung sejak tahun 1700-an.[1]
Pekabaran Injil di pulau Kurudu dilakukan pada tahun 1929 oleh Laurens Tanamal, perjalanan pekabar Injil Laurens Tanamal telah tercatat oleh pendeta Albert Jan de Neef dalam novel berjudul Di Tapal Batas: Mambu Ransar, karya Alex Runggeary yang diterbitkan oleh Nas Media Pustaka di Makassar pada tahun 2022.[3]
Referensi
- ^ a b c d e "Orang Kurudu dan Perdagangan di Masa Lalu". www.pustakapapua.com. Diakses tanggal 18 Mei 2023.
- ^ Handleiding bij de beoefening der Land- En Volkenkunde van Nederlandsch Oost-Indie, 1884, hlm. 431.
- ^ Runggeary, Alex (2022). Di Tapal Batas: Mambu Ransar. edeposit.perpusnas.go.id. Makassar: Nas Media Pustaka. ISBN 978-623-351-471-2.
Daftar pustaka
- Runggeary, Alex (2022). Di Tapal Batas: Mambu Ransar. Makassar: Nas Media Pustaka. ISBN 978-623-351-471-2.