Lompat ke isi

Datu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Yuliarr (bicara | kontrib)
k menambahkan referensi istilah Datu
Yuliarr (bicara | kontrib)
k kesalahan penulisan kata (typo)
 
Baris 3: Baris 3:
Kata Datu juga ditemukan dalam prasasti Kota Kapur. Dalam prasasti ini, kata Datu digunakan untuk menegaskan kekuatan dan keagungan dari seseorang, yakni Datu Sriwijaya. Berdasarkan hal itu pula, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai 'Kedatuan' yang berarti tempat bersemayamnya wujud rohani dan jasmani sang Datu.<ref name=":0" />
Kata Datu juga ditemukan dalam prasasti Kota Kapur. Dalam prasasti ini, kata Datu digunakan untuk menegaskan kekuatan dan keagungan dari seseorang, yakni Datu Sriwijaya. Berdasarkan hal itu pula, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai 'Kedatuan' yang berarti tempat bersemayamnya wujud rohani dan jasmani sang Datu.<ref name=":0" />


Dalam perkmbangannya, istilah Datu juga banyak digunakan di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti:
Dalam perkembangannya, istilah Datu juga banyak digunakan di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti:
* Datu yang berarti [[penguasa]]/[[pemimpin]]/[[raja]], istilah ini dipakai di [[Kalimantan Timur]] bagian utara, misalnya [[Raja Tidung]] dan [[Raja Bulungan]] bergelar '''Datu'''. Di lain tempat gelar datu mengalami perubahan menjadi [[Datuk]], [[Dato']], [[Ratu]], [[Latu]] dan sering kali sudah memiliki makna atau pengertian yang khusus pula, misalnya di [[Malaysia]] ada [[Datuk Siti Nurhaliza]] (bukan Dato').
* Datu yang berarti [[penguasa]]/[[pemimpin]]/[[raja]], istilah ini dipakai di [[Kalimantan Timur]] bagian utara, misalnya [[Raja Tidung]] dan [[Raja Bulungan]] bergelar '''Datu'''. Di lain tempat gelar datu mengalami perubahan menjadi [[Datuk]], [[Dato']], [[Ratu]], [[Latu]] dan sering kali sudah memiliki makna atau pengertian yang khusus pula, misalnya di [[Malaysia]] ada [[Datuk Siti Nurhaliza]] (bukan Dato').
* Datu yang berarti [[buyut]], dipakai dalam [[bahasa Banjar]] dan [[bahasa Brunei]]. Dalam bahasa Brunei nenek moyang disebut ''datu nini'', sedangkan dalam bahasa Banjar disebut ''nini datu''. Di [[Kalimantan Selatan]] para alim ulama ([[sunan]]) yang sudah lama meninggal pada zaman lampau, oleh generasi sekarang sering pula disebut dengan tambahan Datu di depan namanya, misalnya [[Datu Kalampaian]], [[Muhammad Afif al-Banjari|Datu Landak]], [[Datu Sanggul]], [[Datu Nuraya]], [[Datu Ingsat]] dan sebagainya.
* Datu yang berarti [[buyut]], dipakai dalam [[bahasa Banjar]] dan [[bahasa Brunei]]. Dalam bahasa Brunei nenek moyang disebut ''datu nini'', sedangkan dalam bahasa Banjar disebut ''nini datu''. Di [[Kalimantan Selatan]] para alim ulama ([[sunan]]) yang sudah lama meninggal pada zaman lampau, oleh generasi sekarang sering pula disebut dengan tambahan Datu di depan namanya, misalnya [[Datu Kalampaian]], [[Muhammad Afif al-Banjari|Datu Landak]], [[Datu Sanggul]], [[Datu Nuraya]], [[Datu Ingsat]] dan sebagainya.

Revisi terkini sejak 23 Februari 2024 05.52

Datu adalah gelar yang digunakan di berbagai tempat di Asia Tenggara. Jika ditelisik dari sejarahnya, Datu berasal dari istilah Proto Melayu-Polinesia yang merujuk pada silsilah atau marga resmi. Kemudian, istilah ini dalam perkembangannya juga dikaitkan dengan pemimpin, pendeta, bangsawan, dan leluhur.[1]

Kata Datu juga ditemukan dalam prasasti Kota Kapur. Dalam prasasti ini, kata Datu digunakan untuk menegaskan kekuatan dan keagungan dari seseorang, yakni Datu Sriwijaya. Berdasarkan hal itu pula, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai 'Kedatuan' yang berarti tempat bersemayamnya wujud rohani dan jasmani sang Datu.[1]

Dalam perkembangannya, istilah Datu juga banyak digunakan di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti:

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Datuk, variasi penulisan gelar ini yang umum digunakan di Sumatra dan Semenanjung Malaysia

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Andaya, Leonard Y. (2019). Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas. Depok: Komunitas Bambu. 
  2. ^ For more information about the social system of the Indigenous Philippine society before the Spanish colonization see Barangay in Enciclopedia Universal Ilustrada Europea-Americana, Madrid: Espasa-Calpe, S. A., 1991, Vol. VII, p.624: Los nobles de un barangay eran los más ricos ó los más fuertes, formándose por este sistema los dattos ó maguinoos, principes á quienes heredaban los hijos mayores, las hijas á falta de éstos, ó los parientes más próximos si no tenían descendencia directa; pero siempre teniendo en cuenta las condiciones de fuerza ó de dinero.