Lompat ke isi

Alawiyyin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Deni Sudastika (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Dikembalikan ke revisi 25566880 oleh 116.206.40.64 (bicara): -> rv pernyataan tanpa rujukan; menghilangkan rujukan; opini (🕵️‍♂️)
Tag: Pembatalan
Baris 5: Baris 5:


== Asal Mula ==
== Asal Mula ==
Kata '''Sadah''' atau '''Sadat''' ([[Abjad Arab|Arab]]: ادة) merupakan bentuk jamak dari kata [[Abjad Arab|Arab]]: ([[Sayyid]]), sedangkan kata '''Ba 'Alawi''' atau ''Bani 'Alawi'' berarti ''keturunan Alwi'' (Bā adalah bentuk dialek Hadhramaut dari Bani). Singkatnya, Ba'alawi adalah orang-orang yang mengaku [[Sayyid]] yang mengakumemiliki darah keturunan [[Muhammad|Nabi Muhammad]] melalui [[Alawi bin Ubaidillah|Alawi bin Ubaidullah]] [[Ahmad al-Muhajir|bin Ahmad al-Muhajir]]. Sedangkan '''Alawiyyin''' ([[Abjad Arab|Arab]]: العلويّن; al-`alawiyyin) Istilah Sayyid digunakan untuk menyebut keturunan [[Ali bin Abi Thalib]] dari [[Husain bin Ali]] ([[Sayyid]]) dan [[Hasan bin Ali]] ([[Sayyid|Syarif]]). Semua orang Ba 'Alawi selama ini adalah mengklaim (mengaku-ngaku) dirinya sebagai Sayyid Alawiyyin melalui [[Husain bin Ali|Husain ibn Ali]], sehingga tidak semua orang dari keluarga Alawiyyin adalah dari Ba 'Alawi.
Kata '''Sadah''' atau '''Sadat''' ([[Abjad Arab|Arab]]: ادة) merupakan bentuk jamak dari kata [[Abjad Arab|Arab]]: ([[Sayyid]]), sedangkan kata '''Ba 'Alawi''' atau ''Bani 'Alawi'' berarti ''keturunan Alwi'' (Bā adalah bentuk dialek Hadhramaut dari Bani). Singkatnya, Ba'alawi adalah orang-orang [[Sayyid]] yang memiliki darah keturunan [[Muhammad|Nabi Muhammad]] melalui [[Alawi bin Ubaidillah|Alawi bin Ubaidullah]] [[Ahmad al-Muhajir|bin Ahmad al-Muhajir]]. Sedangkan '''Alawiyyin''' ([[Abjad Arab|Arab]]: العلويّن; al-`alawiyyin) Istilah Sayyid digunakan untuk menyebut keturunan [[Ali bin Abi Thalib]] dari [[Husain bin Ali]] ([[Sayyid]]) dan [[Hasan bin Ali]] ([[Sayyid|Syarif]]). Semua orang Ba 'Alawi adalah Sayyid Alawiyyin melalui [[Husain bin Ali|Husain ibn Ali]], tetapi tidak semua orang dari keluarga Alawiyyin adalah dari Ba 'Alawi.


Selama ini, mereka mengaku sebagai cucu Imam al-Muhajir, Alawi, yang pertama lahir di [[Hadramaut|Hadhramaut]], dan satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang menghasilkan garis lanjutan; garis keturunan cucu Imam al-Muhajir lainnya, Bashri dan Jadid, terputus setelah beberapa generasi. Oleh karena itu, keturunan Imam Al-Muhajir di [[Hadramaut]] menyandang nama Bā 'Alawi ("keturunan Alawi"). Sampai saat ini belum ada literatur yang bisa dipertanggungjawabkan apabila Ba'lawi sebagai dzuriah Nabi (keturunan Rasulullah Saw). Ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw masih berupa pengakuan pribadi dari kalangan mereka dan disebarkan oleh ulama-ulama yang berkhusnudzon (berbaik sangka) atas pengakuan mereka meskipun tidak ada bukti yang memastikan pembenarannya.
Cucu Imam al-Muhajir, Alawi, adalah [[Sayyid]] pertama yang lahir di [[Hadramaut|Hadhramaut]], dan satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang menghasilkan garis lanjutan; garis keturunan cucu Imam al-Muhajir lainnya, Bashri dan Jadid, terputus setelah beberapa generasi. Oleh karena itu, keturunan Imam Al-Muhajir di [[Hadramaut]] menyandang nama Bā 'Alawi ("keturunan Alawi").


Dikisahkan, Ba 'Alawi Sadah sejak itu tinggal di Hadhramaut di [[Yaman Selatan]], mempertahankan Syahadat [[Sunni]] di sekolah [[Fikih|fiqh]] [[Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i|Syafii]]. Pada mulanya seorang keturunan [[Ahmad al-Muhajir|Imam Ahmad Muhajir]] yang menjadi ulama dalam studi Islam disebut [[Imam]], kemudian [[Syekh]], tetapi kemudian disebut [[Habib]].
Ba 'Alawi Sadah sejak itu tinggal di Hadhramaut di [[Yaman Selatan]], mempertahankan Syahadat [[Sunni]] di sekolah [[Fikih|fiqh]] [[Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i|Syafii]]. Pada mulanya seorang keturunan [[Ahmad al-Muhajir|Imam Ahmad Muhajir]] yang menjadi ulama dalam studi Islam disebut [[Imam]], kemudian [[Syekh]], tetapi kemudian disebut [[Habib]].


Dikisahkan juga, baru sejak 1700 M mereka mulai bermigrasi <ref>Dostal, Walter; Wolfgang Kraus, eds. (2005). [[iarchive:shatteringtradit00dost|Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean]] (print). New York: I.B. Tauris. pp. [[iarchive:shatteringtradit00dost/page/n241|233]]–253.</ref> dalam jumlah besar keluar dari Hadhramaut di seluruh dunia untuk [[Dakwah|berdakwah]].<ref>Ibrahim, Ahmad; Sharon Siddique; Yasmin Hussain, eds. (December 31, 1985). ''Readings on Islam in Southeast Asia''. Institute of Southeast Asian Studies. p. 407. ISBN <bdi>[[Special:BookSources/978-9971-988-08-1|978-9971-988-08-1]]</bdi>.</ref> Perjalanan mereka juga telah membawa mereka ke [[Asia Tenggara]]. Para imigran hadhrami ini berbaur dengan masyarakat lokal mereka yang tidak biasa dalam sejarah diaspora. Misalnya, '''Keluarga Jamalullail''' dari [[Perlis]] adalah keturunan dari Ba 'Alawi. '''Habib Salih''' dari [[Lamu]], [[Kenya]] juga merupakan keturunan Ba 'Alawi. Di Indonesia, tidak sedikit dari para pendatang ini menikah dengan perempuan lokal (atau laki-laki, meski lebih sedikit).
Baru sejak 1700 M mereka mulai bermigrasi <ref>Dostal, Walter; Wolfgang Kraus, eds. (2005). [[iarchive:shatteringtradit00dost|Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean]] (print). New York: I.B. Tauris. pp. [[iarchive:shatteringtradit00dost/page/n241|233]]–253.</ref> dalam jumlah besar keluar dari Hadhramaut di seluruh dunia untuk [[Dakwah|berdakwah]].<ref>Ibrahim, Ahmad; Sharon Siddique; Yasmin Hussain, eds. (December 31, 1985). ''Readings on Islam in Southeast Asia''. Institute of Southeast Asian Studies. p. 407. ISBN <bdi>[[Special:BookSources/978-9971-988-08-1|978-9971-988-08-1]]</bdi>.</ref> Perjalanan mereka juga telah membawa mereka ke [[Asia Tenggara]]. Para imigran hadhrami ini berbaur dengan masyarakat lokal mereka yang tidak biasa dalam sejarah diaspora. Misalnya, '''Keluarga Jamalullail''' dari [[Perlis]] adalah keturunan dari Ba 'Alawi. '''Habib Salih''' dari [[Lamu]], [[Kenya]] juga merupakan keturunan Ba 'Alawi. Di Indonesia, tidak sedikit dari para pendatang ini menikah dengan perempuan lokal (atau laki-laki, meski lebih sedikit), terkadang bangsawan atau bahkan keluarga kerajaan, dan keturunan mereka kemudian menjadi [[sultan]] atau raja, seperti di [[Kerajaan Kubu|Kesultanan Kubu]], [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]]<ref>{{cite book|last=bin Thahir Al-Haddad|first=Al-Habib Alwi|year=1997|url=https://books.google.co.id/books/about/Sejarah_masuknya_Islam_di_Timur_Jauh.html?id=kcU1AAAACAAJ&redir_esc=y|title=Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh|location=Jakarta|publisher=Lentera Basritama|isbn=9789798880087|pages=67}}</ref><ref>{{cite book|last=Noegraha|first=Nindya|year=2001|url=https://books.google.co.id/books/about/Asal_usul_raja_raja_Palembang_dan_hikaya.html?id=MqPBAAAACAAJ&redir_esc=y|title=Asal-usul Raja-raja Palembang dan Hikayat Nakhoda Asyiq dalam Naskah Kuno: Koleksi Perpustakaan Nasional RI|location=Jakarta|publisher=Perpustakaan Nasional RI|isbn=9789799316455|pages=}}</ref>, atau di [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak Indrapura]]<ref>Ulrike Freitag; William G. Clarence-Smith, eds. (1997). ''[https://books.google.com/books?id=gBTbS4eNGp8C&q=hadhrami+married+local+women+indonesia&pg=PA9 Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s]''. Vol. 57 (illustrated ed.). BRILL. p. 9. [[International Standard Book Number|ISBN]] <bdi>[[Special:BookSources/978-90-04-10771-7|978-90-04-10771-7]]</bdi>.</ref>.

Di Indonesia juga, banyak kalangan bangsawan atau bahkan keluarga kerajaan, yang diklaim sebagai keturunan Ba'alawi meskipun tidak ada bukti apapun yang membenarkan klaim tersebut. Bahkan justru sebaliknya, bukti-bukti yang ada saat ini memperlihatkan kekeliruan klaim dari kalangangan Ba'alawi. Juga, di Indonesia saat ini mendapat sorotan serius di kalangan umat Islam, karena banyaknya sejumlah oknum dari kalangan Ba'alawi yang dianggap ulama di Indonesia justru ketahuan berperilaku tidak baik. Termasuk penemuan ratusan makam yang sebelumnya dianggap sebagai waliyullah dari kalangan Ba'lawi, dan saat ini ditemukan yang terbukti makam tersebut palsu.


== Penyebaran ==
== Penyebaran ==

Revisi per 10 Mei 2024 14.08

Bani 'Alawi
Kelompok etnisArab
Region saat iniHampir seluruh dunia
Ejaan sebelumnyaal-Uraidhi
EtimologiKeluarga Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir
AnggotaBasyeiban, Azmatkhan, al-Aydrus, al-Muhdar, al-Attas, Assegaf, Albar (Albaar), Maula Aidid, Shahab, al-Haddad, Fad'aq, al-Habsyi, Al-Hamid, al-Munaffar, Al Khered, al-Kaff, Bin Syechbubakar, Bafagih, Bilfaqih, dan sangat banyak lainnya
Keluarga terkaitAl Ahdal, Al Qudaimi, Al Jadid (Punah), Al Basri (Punah), Al Uraidhi
Tanda kehormatanSa'adah, Habaib
TradisiTarekat Alawiyyah
Ketika masih di Basra, leluhur mereka Imam Ahmad al-Muhajir merupakan kepala keluarga atau Naqib dari keluarga al-Uraidhi. Sehingga nama keluarga mereka sebelumnya adalah al-Uraidhi. Namun ketika mereka hijrah ke Hadramaut, mereka kemudian membentuk keluarga sendiri berdasarkan nama tiga putra Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Yakni: Basri (Bernama asli Ismail), Jadid dan Alawi. Nama terakhir inilah yang menurunkan Bani Alawi

Alawiyyin (bahasa Arab: العلويّن) adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Alawi bin Ubaidillah[note 1]. Sebutan lain untuk Alawiyyin adalah Ba 'Alawi atau Bani Alawi (keturunan Alawi). Ba' Alawi ialah nama keluarga bagi mereka yang memiliki nasab jalur laki-laki kepada Alawi bin 'Ubaidillah.

Asal Mula

Kata Sadah atau Sadat (Arab: ادة) merupakan bentuk jamak dari kata Arab: (Sayyid), sedangkan kata Ba 'Alawi atau Bani 'Alawi berarti keturunan Alwi (Bā adalah bentuk dialek Hadhramaut dari Bani). Singkatnya, Ba'alawi adalah orang-orang Sayyid yang memiliki darah keturunan Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir. Sedangkan Alawiyyin (Arab: العلويّن; al-`alawiyyin) Istilah Sayyid digunakan untuk menyebut keturunan Ali bin Abi Thalib dari Husain bin Ali (Sayyid) dan Hasan bin Ali (Syarif). Semua orang Ba 'Alawi adalah Sayyid Alawiyyin melalui Husain ibn Ali, tetapi tidak semua orang dari keluarga Alawiyyin adalah dari Ba 'Alawi.

Cucu Imam al-Muhajir, Alawi, adalah Sayyid pertama yang lahir di Hadhramaut, dan satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang menghasilkan garis lanjutan; garis keturunan cucu Imam al-Muhajir lainnya, Bashri dan Jadid, terputus setelah beberapa generasi. Oleh karena itu, keturunan Imam Al-Muhajir di Hadramaut menyandang nama Bā 'Alawi ("keturunan Alawi").

Ba 'Alawi Sadah sejak itu tinggal di Hadhramaut di Yaman Selatan, mempertahankan Syahadat Sunni di sekolah fiqh Syafii. Pada mulanya seorang keturunan Imam Ahmad Muhajir yang menjadi ulama dalam studi Islam disebut Imam, kemudian Syekh, tetapi kemudian disebut Habib.

Baru sejak 1700 M mereka mulai bermigrasi [1] dalam jumlah besar keluar dari Hadhramaut di seluruh dunia untuk berdakwah.[2] Perjalanan mereka juga telah membawa mereka ke Asia Tenggara. Para imigran hadhrami ini berbaur dengan masyarakat lokal mereka yang tidak biasa dalam sejarah diaspora. Misalnya, Keluarga Jamalullail dari Perlis adalah keturunan dari Ba 'Alawi. Habib Salih dari Lamu, Kenya juga merupakan keturunan Ba 'Alawi. Di Indonesia, tidak sedikit dari para pendatang ini menikah dengan perempuan lokal (atau laki-laki, meski lebih sedikit), terkadang bangsawan atau bahkan keluarga kerajaan, dan keturunan mereka kemudian menjadi sultan atau raja, seperti di Kesultanan Kubu, Kesultanan Palembang Darussalam[3][4], atau di Kesultanan Siak Indrapura[5].

Penyebaran

Ba 'Alawi yang bermula di Hadhramaut ini telah memiliki banyak keturunan dan pada saat ini banyak di antara mereka menetap di segenap pelosok Nusantara, India, dan Afrika.

Di kalangan Sa'adah Alawiyyin, ada yang telah berhijrah pada abad-abad ke-16 dan 17 Masehi atau bahkan lebih awal lagi ke India dan Indonesia.

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Dostal, Walter; Wolfgang Kraus, eds. (2005). Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean (print). New York: I.B. Tauris. pp. 233–253.
  2. ^ Ibrahim, Ahmad; Sharon Siddique; Yasmin Hussain, eds. (December 31, 1985). Readings on Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. p. 407. ISBN 978-9971-988-08-1.
  3. ^ bin Thahir Al-Haddad, Al-Habib Alwi (1997). Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: Lentera Basritama. hlm. 67. ISBN 9789798880087. 
  4. ^ Noegraha, Nindya (2001). Asal-usul Raja-raja Palembang dan Hikayat Nakhoda Asyiq dalam Naskah Kuno: Koleksi Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. ISBN 9789799316455. 
  5. ^ Ulrike Freitag; William G. Clarence-Smith, eds. (1997). Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s. Vol. 57 (illustrated ed.). BRILL. p. 9. ISBN 978-90-04-10771-7.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan