Lompat ke isi

Pengguna:Salm Abdullah/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Salm Abdullah (bicara | kontrib)
cek parafrase untuk copyvios
Salm Abdullah (bicara | kontrib)
cek parafrase untuk copyvios
Baris 1: Baris 1:
Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesehatan resmi disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua Lodewijk Friendrich Paulus, dan Rahmat Gobel. Rapat dihadiri oleh 107 anggota. Sidang juga dihadiri perwakilan pemerintah, diantaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Kemudian jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Keuangan. Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak. Pembahasan RUU Kesehatan dimulai setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 14 Februari 2023 lalu. Kemudian pada 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan. Selanjutnya pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX pada 5 April. Panja yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mulai bekerja per 15 April 2023 untuk membahas RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal ini. Sepanjang masa pembahasannya, RUU Kesehatan mengalami penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi (OP) kesahatan di Indonesia. Kelima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Mereka mempermasalahkan sejumlah hal, seperti mandatory spending yang dihapus, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing untuk berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup. RUU tentang Kesehatan juga dinilai tidak transparan dan terburu-buru. Pengesahan RUU Kesehatan ini diwarnai penolakan dari ratusan dokter dan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi ,yang menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta. Massa aksi yang kompak mengenakan pakaian putih sudah mengepung gedung DPR sejak pukul 10.30 Wib. Mereka juga membawa sejumlah poster dan banner. Ketua Bidang Hukum IDI Tangerang Selatan Panji Utomo menyinggung kapasitas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang bukan berasal dari kalangan dokter dan baru menjabat sejak 23 Desember 2020 itu, dalam mengajukan rancangan serta masukan tentang aturan-aturan kesehatan. Dalam Podcabs (podcast milik Kabinet dan Setkab) “Rapor Pandemi hingga Polemik RUU Kesehatan” seperti yang diberitakan Antara, Senin (3/7), Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengiyakan bahwa RUU Kesehatan yang akan segera disahkan DPR menuai penolakan. Menurutnya, penolakan muncul karena RUU Kesehatan sulit diterima oleh kalangan yang terlibat.
Penolakan RUU Kesehatan diakibatkan munculnya penolakan karena RUU Kesehatan sulit diterima oleh kalangan pemain. DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023. Pengesahan RUU Kesehatan juga dihadiri langsung perwakilan pemerintah, di antaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Kemudian jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Keuangan.

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan. Pembahasan RUU Kesehatan ini dimulai saat Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintah untuk dibahas bersama setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 14 Februari lalu. Kemudian pada 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan. Selanjutnya pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX pada 5 April.

Revisi per 8 Juni 2024 00.07

Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesehatan resmi disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua Lodewijk Friendrich Paulus, dan Rahmat Gobel. Rapat dihadiri oleh 107 anggota. Sidang juga dihadiri perwakilan pemerintah, diantaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Kemudian jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Keuangan. Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak. Pembahasan RUU Kesehatan dimulai setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 14 Februari 2023 lalu. Kemudian pada 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan. Selanjutnya pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX pada 5 April. Panja yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mulai bekerja per 15 April 2023 untuk membahas RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal ini. Sepanjang masa pembahasannya, RUU Kesehatan mengalami penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi (OP) kesahatan di Indonesia. Kelima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Mereka mempermasalahkan sejumlah hal, seperti mandatory spending yang dihapus, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing untuk berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup. RUU tentang Kesehatan juga dinilai tidak transparan dan terburu-buru. Pengesahan RUU Kesehatan ini diwarnai penolakan dari ratusan dokter dan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi ,yang menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta. Massa aksi yang kompak mengenakan pakaian putih sudah mengepung gedung DPR sejak pukul 10.30 Wib. Mereka juga membawa sejumlah poster dan banner. Ketua Bidang Hukum IDI Tangerang Selatan Panji Utomo menyinggung kapasitas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang bukan berasal dari kalangan dokter dan baru menjabat sejak 23 Desember 2020 itu, dalam mengajukan rancangan serta masukan tentang aturan-aturan kesehatan. Dalam Podcabs (podcast milik Kabinet dan Setkab) “Rapor Pandemi hingga Polemik RUU Kesehatan” seperti yang diberitakan Antara, Senin (3/7), Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengiyakan bahwa RUU Kesehatan yang akan segera disahkan DPR menuai penolakan. Menurutnya, penolakan muncul karena RUU Kesehatan sulit diterima oleh kalangan yang terlibat.