Koteka: Perbedaan antara revisi
Afif Brika1 (bicara | kontrib) menambah galeri |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Koteka.jpg|jmpl|ka|200px|Koteka]] |
[[Berkas:Koteka.jpg|jmpl|ka|200px|Koteka]] |
||
'''Koteka''' adalah [[pakaian]] untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli [[Pulau Papua]]. Kata ''koteka'' sendiri berasal dari [[bahasa mee]] yang berarti pakaian, dalam [[bahasa dani]] disebut ''holim''.<ref name="Sitompul">{{cite news | last=Sitompul | first=Oleh Martin | title=Ada Apa dengan Koteka | work=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia | date=2017-07-04 | url=https://historia.id/kultur/articles/ada-apa-dengan-koteka-vQXW9/page/2 | language=id | access-date=2024-06-08}}</ref> Koteka terbuat dari |
'''Koteka''' adalah [[pakaian]] untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli [[Pulau Papua]]. Kata ''koteka'' sendiri berasal dari [[bahasa mee]] yang berarti pakaian, dalam [[bahasa dani]] disebut ''holim''.<ref name="Sitompul">{{cite news | last=Sitompul | first=Oleh Martin | title=Ada Apa dengan Koteka | work=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia | date=2017-07-04 | url=https://historia.id/kultur/articles/ada-apa-dengan-koteka-vQXW9/page/2 | language=id | access-date=2024-06-08}}</ref> Koteka terbuat dari moncong burung taun-taun (''[[Rhyticeros plicatus]]'') dan kulit labu.<ref>{{Cite web|title=Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat|url=https://jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id/index.php/jpap|website=jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id|access-date=2022-02-08}}</ref> Mulut burung taun-taun ini dapat diperoleh dengan cara berburu, sedangkan labu air (''[[lagenaria siceraria]]'') ini ditanam dan diproses sehingga berbentuk yang dinamakan koteka yang digunakan oleh kaum laki-laki. |
||
Bagi masyarakat Hubula (Dani) di [[Lembah Baliem]], bentuk holim berkaitan dengan status pemakainya. Koteka dengan ujung melengkung ke depan (''kolo'') dipakai oleh ''Ap Kain'' (pemimpin konfederasi), koteka yanh melengkung ke samping (''haliag'') dipakai golongan menengah seperti ''Ap Menteg'' (panglima perang) atau ''Ap Ubalik'' (tabib atau pemimpin adat). Sedangkan koteka yang bentuknya tegak lurus digunakan oleh masyarakat biasa.<ref name="Sitompul"/> |
Bagi masyarakat Hubula (Dani) di [[Lembah Baliem]], bentuk holim berkaitan dengan status pemakainya. Koteka dengan ujung melengkung ke depan (''kolo'') dipakai oleh ''Ap Kain'' (pemimpin konfederasi), koteka yanh melengkung ke samping (''haliag'') dipakai golongan menengah seperti ''Ap Menteg'' (panglima perang) atau ''Ap Ubalik'' (tabib atau pemimpin adat). Sedangkan koteka yang bentuknya tegak lurus digunakan oleh masyarakat biasa.<ref name="Sitompul"/> |
Revisi terkini sejak 11 Juni 2024 04.02
Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli Pulau Papua. Kata koteka sendiri berasal dari bahasa mee yang berarti pakaian, dalam bahasa dani disebut holim.[1] Koteka terbuat dari moncong burung taun-taun (Rhyticeros plicatus) dan kulit labu.[2] Mulut burung taun-taun ini dapat diperoleh dengan cara berburu, sedangkan labu air (lagenaria siceraria) ini ditanam dan diproses sehingga berbentuk yang dinamakan koteka yang digunakan oleh kaum laki-laki.
Bagi masyarakat Hubula (Dani) di Lembah Baliem, bentuk holim berkaitan dengan status pemakainya. Koteka dengan ujung melengkung ke depan (kolo) dipakai oleh Ap Kain (pemimpin konfederasi), koteka yanh melengkung ke samping (haliag) dipakai golongan menengah seperti Ap Menteg (panglima perang) atau Ap Ubalik (tabib atau pemimpin adat). Sedangkan koteka yang bentuknya tegak lurus digunakan oleh masyarakat biasa.[1]
Namun, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang suku Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang untuk humi mereka.[3] Sedangkan orang Lani di Tiom biasanya memakai dua labu untuk membentuk kobeba.
Operasi Koteka
[sunting | sunting sumber]Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai pengganti koteka. Ini tidak mudah. Suku Dani di Lembah Baliem saat itu kadang-kadang mengenakan celana, tetapi tetap mempertahankan koteka.
Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye antikoteka digelar.[4]
Pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.
Walau seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari. Pada tahun 2019 diperkirakan hanya 10% dari penduduk pegunungan (sekarang Papua Tengah dan Papua Pegunungan) yang menggunakan koteka,[5] dan penggunaannya lebih sering dalam upacara adat atau sebagai cenderamata.[6]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Dua orang memakai koteka
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Sitompul, Oleh Martin (2017-07-04). "Ada Apa dengan Koteka". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2024-06-08.
- ^ "Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat". jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-02-08.
- ^ Suroto, Hari (2021-01-03). "Fakta-fakta Koteka dan Rok Rumput Khas Suku Yali di Papua". detikTravel. Diakses tanggal 2023-02-04.
- ^ Wiryono, Singgih. Asril, Sabrina, ed. "Masa Kelam Koteka Era Orba, Warga Papua Dirazia dan Dipaksa Pakai Celana Pendek". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-02-27.
- ^ Tim detikcom (2019-08-06). "Anggota DPRD di Papua 2019-2024 Diminta Pakai Koteka Saat Pelantikan". detiknews. Diakses tanggal 2024-06-08.
- ^ Wargadiredja, Arzia Tivany (2019-08-07). "Koteka Terancam Punah, Muncul Gerakan Mahasiswa Papua Memakainya di Kampus". VICE. Diakses tanggal 2024-06-08.