Lompat ke isi

Perang Aceh II: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ~
 
Baris 4: Baris 4:
'''Belanda''' mengirimkan '''ekspedisi kedua di Aceh''' pada akhir tahun 1873 selama [[Perang Aceh]] menyusul kegagalan [[Ekspedisi Aceh Pertama]] dari [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] ke [[Aceh]].
'''Belanda''' mengirimkan '''ekspedisi kedua di Aceh''' pada akhir tahun 1873 selama [[Perang Aceh]] menyusul kegagalan [[Ekspedisi Aceh Pertama]] dari [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] ke [[Aceh]].


Saat itu [[eksplorasi|ekspedisi]] ​​ini merupakan salah satu ekspedisi Belanda terbesar yang pernah dilancarkan di kepulauan Indonesia, ekspedisi tersebut terdiri dari 8.500 tentara, 4.500 abdi dan kuli, dan kemudian ditambah cadangan 1.500 tentara. Baik orang Belanda maupun Aceh menderita [[penyakit]] (kebanyakan [[kolera]]) selama masa ini. 1.400 tentara kolonial tewas antara bulan November 1873 dan April 1874. Setelah rakyat Aceh meninggalkan ibu kota mereka, [[Banda Aceh]], Belanda pindah ke ibu kota pada bulan Januari 1874 karena mengira orang Aceh telah menyerah dan mereka telah memenangkan perang. Mereka mengumumkan bahwa [[Kesultanan Aceh]] dibubarkan dan Aceh dianeksasi.
Saat itu [[eksplorasi|ekspedisi]] ini merupakan salah satu ekspedisi Belanda terbesar yang pernah dilancarkan di kepulauan Indonesia, ekspedisi tersebut terdiri dari 8.500 tentara, 4.500 abdi dan kuli, dan kemudian ditambah cadangan 1.500 tentara. Baik orang Belanda maupun Aceh menderita [[penyakit]] (kebanyakan [[kolera]]) selama masa ini. 1.400 tentara kolonial tewas antara bulan November 1873 dan April 1874. Setelah rakyat Aceh meninggalkan ibu kota mereka, [[Banda Aceh]], Belanda pindah ke ibu kota pada bulan Januari 1874 karena mengira orang Aceh telah menyerah dan mereka telah memenangkan perang. Mereka mengumumkan bahwa [[Kesultanan Aceh]] dibubarkan dan Aceh dianeksasi.


Oleh karena itu, pihak asing tidak mau ikut campur, namun perlawanan dari masyarakat Aceh tetap ada. [[Alauddin Mahmud Syah II|Sultan Mahmud Syah]] dan para pengikutnya menyingkir ke perbukitan dan hutan wilayah [[Aceh]], dimana Sultan Mahmud akhirnya meninggal karena kolera. Rakyat Aceh mencanangkan cucu muda Tuanku Ibrahim yang bernama Tuanku Muhammad Da'ud sebagai [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]] (memerintah 1875-1903) dan melanjutkan perjuangannya di wilayah perbukitan dan hutan sebagai [[gerilyawan]].
Oleh karena itu, pihak asing tidak mau ikut campur, namun perlawanan dari masyarakat Aceh tetap ada. [[Alauddin Mahmud Syah II|Sultan Mahmud Syah]] dan para pengikutnya menyingkir ke perbukitan dan hutan wilayah [[Aceh]], dimana Sultan Mahmud akhirnya meninggal karena kolera. Rakyat Aceh mencanangkan cucu muda Tuanku Ibrahim yang bernama Tuanku Muhammad Da'ud sebagai [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]] (memerintah 1875-1903) dan melanjutkan perjuangannya di wilayah perbukitan dan hutan sebagai [[gerilyawan]].

Revisi terkini sejak 21 Juni 2024 03.23

Petugas KNIL berjaga di Kraton pada tahun 1874
Pada Ekspedisi Aceh Kedua KNIL menerjunkan senjata modern kaliber 12 cm.

Belanda mengirimkan ekspedisi kedua di Aceh pada akhir tahun 1873 selama Perang Aceh menyusul kegagalan Ekspedisi Aceh Pertama dari Tentara Kerajaan Hindia Belanda ke Aceh.

Saat itu ekspedisi ini merupakan salah satu ekspedisi Belanda terbesar yang pernah dilancarkan di kepulauan Indonesia, ekspedisi tersebut terdiri dari 8.500 tentara, 4.500 abdi dan kuli, dan kemudian ditambah cadangan 1.500 tentara. Baik orang Belanda maupun Aceh menderita penyakit (kebanyakan kolera) selama masa ini. 1.400 tentara kolonial tewas antara bulan November 1873 dan April 1874. Setelah rakyat Aceh meninggalkan ibu kota mereka, Banda Aceh, Belanda pindah ke ibu kota pada bulan Januari 1874 karena mengira orang Aceh telah menyerah dan mereka telah memenangkan perang. Mereka mengumumkan bahwa Kesultanan Aceh dibubarkan dan Aceh dianeksasi.

Oleh karena itu, pihak asing tidak mau ikut campur, namun perlawanan dari masyarakat Aceh tetap ada. Sultan Mahmud Syah dan para pengikutnya menyingkir ke perbukitan dan hutan wilayah Aceh, dimana Sultan Mahmud akhirnya meninggal karena kolera. Rakyat Aceh mencanangkan cucu muda Tuanku Ibrahim yang bernama Tuanku Muhammad Da'ud sebagai Alauddin Muhammad Da'ud Syah II (memerintah 1875-1903) dan melanjutkan perjuangannya di wilayah perbukitan dan hutan sebagai gerilyawan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Ricklefs, M. C. (1981). A History of Modern Indonesia since c.1300, Second Edition. MacMillan. ISBN 0-8047-2194-7.