Lompat ke isi

Warga negara Malaysia keturunan Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Etnik
 
Baris 65: Baris 65:
{{Reflist}}
{{Reflist}}


[[Kategori:Suku bangsa di Malaysia]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Malaysia]]
[[Kategori:Demografi Malaysia]]
[[Kategori:Demografi Malaysia]]

Revisi terkini sejak 12 Juli 2024 11.09

Warganegara Malaysia Keturunan Indonesia
Jumlah populasi
Lebih dari 50% Melayu Malaysia[1][2]
Daerah dengan populasi signifikan
Nasional
Bahasa
Predominantly
Bahasa Melayu (Standar Malaysia)
Agama
Mayoritas Sunni Islam
Kelompok etnik terkait
Diaspora Indonesia

Warganegara Malaysia keturunan Indonesia, juga dikenal sebagai Anak Dagang adalah Warganegara Malaysia dengan garis keturunan dari Indonesia. Saat ini, terdapat banyak sekali orang Melayu Malaysia yang memiliki garis keturunan dari suku-suku di Indonesia dan telah memberikan banyak peran penting didalam pembentukan dan perkembangan negara Malaysia, sebagian besar dari mereka telah berasimilasi dengan komunitas Melayu lokal dan hampir seluruh keturunan Indonesia di Malaysia telah dikelompokkan sebagai bagian dari masyarakat Melayu atau secara spesifik disebut kelompok “Anak Melayu dagang”.

Sensus di Malaysia tidak mengkategorikan masyarakat yang berasal dari kelompok etnis di Indonesia sebagai kelompok etnis yang terpisah (seperti Jawa, Minangkabau, Banjar, Bugis dll), melainkan dikelompokan sebagai bagian dari masyarakat Melayu. Berbeda dengan Indonesia, di Malaysia, definisi Melayu telah diperluas ke seluruh orang bicara bahasa Melayu, beragama Islam, dan mengikuti tradisi dan adat Melayu, dapat disebut sebagai kelompok “Melayu”, bahkan orang asing yang menikah dengan orang Melayu dan memeluk Islam juga dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat Melayu. Di Malaysia ada kecenderungan politik untuk mencoba menempatkan semua kelompok etnis yang bisa dan memahami bahasa Melayu dan beragama Islam di bawah satu panji - Melayu ("Jika Anda berbicara Melayu dan Anda Muslim, maka Anda Melayu"). Tidak demikian halnya di Indonesia dimana semua suku bangsa memiliki identitas budayanya masing-masing yang diakui dan dihormati oleh pemerintah. Faktor ini jugalah yang menjadi konflik tumpah tindih klaim kebudayaan antara Indonesia dan Malaysia, sehingga timbul tuduhan dari pihak Indonesia bahwa Malaysia berusaha menghapus historis budaya yang diklaimnya itu.[1][3][4]

Beberapa kelompok etnis asal Indonesia seperti orang Aceh, Minangkabau, orang Jawa, orang Banjar, Mandailing dan orang Bugis memiliki sejarah migrasi yang panjang dan signifikan ke Malaysia dan telah membentuk komunitas yang besar di Malaysia. Negeri Sembilan, khususnya, memiliki banyak orang Minangkabau, dimana sosial kebudayaan masyarakat disana banyak mengadopsi kebudayaan Sumatera Barat tersebut,[5][6] kemudian orang Aceh di Kedah, Jawa di Johor, Banjar di Perak dan Bugis di Selangor dan Sabah. Ada 3 raja dan 6 perdana menteri Malaysia yang juga memiliki garis keturunan etnis dari kepulauan Indonesia, seperti raja-raja Johor dan Selangor yang memiliki garis keturunan Bugis, dan Raja Negeri Sembilan yang memiliki garis keturunan Minangkabau. Mantan perdana menteri pertama Malaysia Tunku Abdul Rahman, Najib Razak, dan Muhyiddin Yassin, masing-masing memiliki keturunan Minangkabau, Bugis dan Jawa.[7].[8][9]

Sejarah Indonesia dan sejarah Malaysia seringkali saling terkait. Sepanjang sejarahnya, perbatasan kerajaan dan kerajaan kuno – seperti Sriwijaya, Majapahit, Malaka, dan Johor-Riau – sering kali merupakan kedua negara modern. Selama berabad-abad, hubungan, migrasi, dan interaksi antara orang Indonesia dan Malaysia cukup intens, dan orang Malaysia biasa melacak kerabat mereka di Indonesia dan sebaliknya.

Migrasi orang Indonesia ke Malaysia dapat dilacak sejak sebelum masa penjajahan terutama pada masa pemerintahan Sriwijaya dan Majapahit. Raja pertama Kesultanan Malaka adalah keturunan langsung dari pengeran Sriwijaya di Palembang. Pernikahan antar ras antara Kesultanan seperti antara Sultan Mansur Syah Malaka dan Putri Raden Galuh Chandra Kirana dari Majapahit disebutkan dalam Sejarah Melayu. Teks sejarah lainnya seperti Tuhfat al-Nafis (dikenal sebagai Sejarah Melayu dan Bugis), menyatakan hubungan antara Kesultanan Johor-Riau, Kedah, Perak, Selangor, Pahang, dan Terengganu yang berbeda di semenanjung tersebut. dengan pantai timur dan barat Sumatera dan Kalimantan.[10]

Selama pendudukan Inggris, Malaysia diintegrasikan ke dalam komoditas dan pasar modal dunia, menjadi sumber sumber daya bagi penjajah dan mulai menghadapi kekurangan tenaga kerja. Inggris kemudian mencari sumber tenaga kerja dari negara-negara seperti India dan China. Orang Indonesia menjadi sumber tenaga kerja ketiga dan Inggris memandang dan memperlakukan mereka secara berbeda dari orang India dan Cina karena dianggap memiliki ras yang sama dengan orang Melayu.[11]

Pasca-dekolonisasi, pemerintah, seperti lembaga politik lainnya dalam demokrasi, berusaha mempertahankan mandat dan legitimasinya melalui pemilihan umum. Hal ini berimplikasi pada pemberian insentif dan perluasan basis dukungan. Dengan mengelompokkan pendatang Indonesia (seperti Jawa, Minangkabau, Bugis, Bawean, Banjar, Mandailing, Aceh dan lain-lain) ke dalam etnis Melayu, partai pemerintah Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu atau UMNO memperluas basis massanya. Alasan klasifikasi dan kriteria etnis Melayu dalam konstitusi Malaysia adalah konstruksi sosio-historis. Aspek historis ini ada karena identitas yang ditetapkan dalam konstitusi Malaysia sudah ada sejak zaman kesultanan Malaka berbeda dengan Orang Asli atau orang Dayak. Sehingga siapa saja yang memenuhi syarat sosial-keagamaan orang Melayu digolongkan sebagai orang Melayu (suku bangsa).

Minangkabau

[sunting | sunting sumber]

Tokoh Terkenal

[sunting | sunting sumber]

Lihat Juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Wahyu Dwi Anggoro. "Mayoritas Melayu Malaysia Keturunan Indonesia". Okezone. 
  2. ^ "Migrasi dan Perkawinan Politik Menghubungkan Melayu dan Nusantara". 
  3. ^ Gulrose Karim 1990, hlm. 74
  4. ^ Suad Joseph & Afsaneh Najmabadi 2006, hlm. 436
  5. ^ "Negeri Sembilan - History and Culture". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-28. Diakses tanggal 2022-01-17. 
  6. ^ "The Minangkabau of Negeri Sembilan". 4 April 2016. 
  7. ^ Teguh Gunung Anggun. "Orang-Orang Minang Berpengaruh di Kancah Dunia". Sumbarprov. 
  8. ^ A.Syalaby Ichsan. "Banyak Orang Indonesia Jadi Menteri di Malaysia". Republika. 
  9. ^ Haris Barak (March 2020). "Pengakuan PM Malaysia Muhyiddin Yassin: Bapak Bugis, Ibu Jawa". Liputan6. 
  10. ^ Joseph Chinyong Liow (2005). The Politics of Indonesia–Malaysia Relations – Kinship and Indo-Malay historiography (Kinship and the pre-colonial regional system) (PDF). Routledge, Taylor & Francis. hlm. 30. ISBN 0-203-67248-8. Diakses tanggal 19 January 2015. 
  11. ^ Lin Mei (August 2006). "Indonesian Labor Migrants in Malaysia: A Study from China" (PDF). Institute of China Studies. University of Malaya. hlm. 3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-08-03. Diakses tanggal 19 January 2015.