Lompat ke isi

Kleteran, Grabag, Magelang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Michaelavrel (bicara | kontrib)
menambah sejarah desa
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis kemungkinan perlu dirapikan VisualEditor
Michaelavrel (bicara | kontrib)
menambah sejarah desa
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 19: Baris 19:
Ada seorang bernama mbah Kerto Djojo yang berasal dari Begelan Purworejo. Dia adalah seorang tukang nderes ato mengambil nira kelapa untuk dibuat gula. Saat melakukan pekerjaannya nderes kelapa, tiba-tiba didatangi Sunan Kailijogodan diberi do’a agar nderesnya menghasilkan nira yang banyak ( Do’anya “ YAA QOYU YAA QOYUUM “ ). Ketika itu sunan Kalijogo membuat gulanya dari hasil nderes tadi. Sunan Kalijogo membuat satu tangkap dan dibungkus rapat kemudian di berikan mbah Kerto Djojo. Pagi harinya mbah Kerto Djojo diajak pegi ke Demak dandalam perjalanan Sunan Kailijogo didepan dan mbah Kerto Djojo dibelakang. Dlam perjalanan Sunan Kalijogo berpesan kepada Mbah Kerto Djojo untuk tidak membuka bungkusan gula tersebut. Setelah itu tiba-tiba Sunan Kalijogo menghilang dank arena penasaran bugkusan gula tersebut dibuka oleh mbah Kerto Djojo, dan ternyata gula tersebut berubah menjadi Emas. Mbah Kerto Djojo terus melanjutkan perjalanan ke Demak, ternyata Sunan Kalijogo sudah menunggu didepan. Mbah Kerto Djojo bilang dan mengharap untuk bisa diangkat menjadi murid Sunan Kalijogo. Sunan Kailijogo dan mbaj Kerto Djojo melanjutkan perjalanan ke Demak dan selanjutnya mbah Kerto Djojo diangkat menjadi murud Sunan Kalijogo, hingga akahirnya mbah Kerto Djojo diberi gelar Sech dan dikenal dengan Sunan Geseng.
Ada seorang bernama mbah Kerto Djojo yang berasal dari Begelan Purworejo. Dia adalah seorang tukang nderes ato mengambil nira kelapa untuk dibuat gula. Saat melakukan pekerjaannya nderes kelapa, tiba-tiba didatangi Sunan Kailijogodan diberi do’a agar nderesnya menghasilkan nira yang banyak ( Do’anya “ YAA QOYU YAA QOYUUM “ ). Ketika itu sunan Kalijogo membuat gulanya dari hasil nderes tadi. Sunan Kalijogo membuat satu tangkap dan dibungkus rapat kemudian di berikan mbah Kerto Djojo. Pagi harinya mbah Kerto Djojo diajak pegi ke Demak dandalam perjalanan Sunan Kailijogo didepan dan mbah Kerto Djojo dibelakang. Dlam perjalanan Sunan Kalijogo berpesan kepada Mbah Kerto Djojo untuk tidak membuka bungkusan gula tersebut. Setelah itu tiba-tiba Sunan Kalijogo menghilang dank arena penasaran bugkusan gula tersebut dibuka oleh mbah Kerto Djojo, dan ternyata gula tersebut berubah menjadi Emas. Mbah Kerto Djojo terus melanjutkan perjalanan ke Demak, ternyata Sunan Kalijogo sudah menunggu didepan. Mbah Kerto Djojo bilang dan mengharap untuk bisa diangkat menjadi murid Sunan Kalijogo. Sunan Kailijogo dan mbaj Kerto Djojo melanjutkan perjalanan ke Demak dan selanjutnya mbah Kerto Djojo diangkat menjadi murud Sunan Kalijogo, hingga akahirnya mbah Kerto Djojo diberi gelar Sech dan dikenal dengan Sunan Geseng.


Mbah Kerto Djojo atau Sunan Geseng kembali ke Wirojayan dan memulai syi’ar Agama Islam di daerah Tirto, Grabag, dan selanjutnya mengadakan syi’ar Agama Islam terahir di Wirojayan ( sekarang Desa Kleteran ). Di Wirojayan Sunan Geseng membuat Masjid dan mengikat damen ( batang padi ). Damen tersebut ternyata bisa mengeluarkan air dan airnya dimasukkan kedalam sebuah Gentong. Air tersebut sering digunakan untuk nazar, midang dan diatas air tersebut dibunakan untuk melaksanakan sumpah. Dan ahirnya air tersebut mengalir yang ahirnya menjadi sebuah sungai yang sampai sekarang dinamakan Kali Alang. Didekat kali tersebut didirikan sebuah rumah kecil dan sampai sekarang masih ada tinggalan berupa sepotong kayu jati ( tatal ) terbang dari Demak
Mbah Kerto Djojo atau Sunan Geseng kembali ke Wirojayan dan memulai syi’ar Agama Islam di daerah Tirto, Grabag, dan selanjutnya mengadakan syi’ar Agama Islam terahir di Wirojayan ( sekarang Desa Kleteran ). Di Wirojayan Sunan Geseng membuat Masjid dan mengikat damen ( batang padi ). Damen tersebut ternyata bisa mengeluarkan air dan airnya dimasukkan kedalam sebuah Gentong. Air tersebut sering digunakan untuk nazar, midang dan diatas air tersebut dibunakan untuk melaksanakan sumpah. Dan ahirnya air tersebut mengalir yang ahirnya menjadi sebuah sungai yang sampai sekarang dinamakan Kali Alang. Didekat kali tersebut didirikan sebuah rumah kecil dan sampai sekarang masih ada tinggalan berupa sepotong kayu jati ( tatal ) terbang dari Demak. Sampai sekarang masih ada tingalan berupa:

# Soko Guru Masjid 4 Buah
# Mimbar 1 Buah
# Kentongan
# Bedug
# Kali Alang

Sunan Geseng kemudian meninggal di Wirojayan ( sekarang Desa Kleteran ). Ketika meninggal jenazahnya diperebutkan antara masyarakat Wirojayan dan masyarakat Tirto, dan ahirnya jenazah Sunan Geseng dimakamkan di Tirto. Disana dibutkan dua cungkup . masyarakat Wirojayan datang ke Tirto ingin memindah jenazah Sunan Geseng ke Wirojayan. Oleh masyarakat Tirto dipersilahkan memilih diantara dua cungkup tersebut. Waktu itu karena sama-sama saktinya, masyarakat Wirojayan kebingungan memilih salah satu cungkup yang ada makamnya Sunan Geseng, yang ahirnya masyarakat Wirojayan Keteteran ( kewalahan ) dan pulang dengan malu. Akhirnya Desa Wirojayan dirubah namanya menjadi Desa Kleteran.

Sejak itu masjid yang didirikan Sunan Geseng setelah meninggal dilanjutkan oleh:

# Simbah Kyai Nawawi (alm)
# Simbah KH. Nasyim (alm)
# Simbah KH. Rochmad (alm)
# Simbah KH. Kholil Rochmad ( pengasuh Pondok Pesantren)
# Simbah Umar Rochmad
# Simbah KH. Abdulloh
# Simbah KH. Warkham Makmun (alm)
# Simbah Kyai Hasan Mubarok ( Pengasuh PonPes Sunan Geseng/ menantu KH.Farkhan Makmum)


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 30 Juli 2024 02.54

Kleteran
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenMagelang
KecamatanGrabag
Kode pos
56196
Kode Kemendagri33.08.18.2007 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°21′58″S 110°20′15″E / 7.36611°S 110.33750°E / -7.36611; 110.33750

Desa Kleteran merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Desa Kleteran termasuk desa yang strategis di Kecamatan Grabag karena letaknya yang berdekatan dengan pasar Grabag yang merupakan pusat kegiatan Kecamatan Grabag.

Sejarah

Berdasarkan ceritanya orang tua dulu’ Desa Kleteran adalah bernama Desa Wirojayan. Saat itu ada sejarah tentang seorang wali  ;

Ada seorang bernama mbah Kerto Djojo yang berasal dari Begelan Purworejo. Dia adalah seorang tukang nderes ato mengambil nira kelapa untuk dibuat gula. Saat melakukan pekerjaannya nderes kelapa, tiba-tiba didatangi Sunan Kailijogodan diberi do’a agar nderesnya menghasilkan nira yang banyak ( Do’anya “ YAA QOYU YAA QOYUUM “ ). Ketika itu sunan Kalijogo membuat gulanya dari hasil nderes tadi. Sunan Kalijogo membuat satu tangkap dan dibungkus rapat kemudian di berikan mbah Kerto Djojo. Pagi harinya mbah Kerto Djojo diajak pegi ke Demak dandalam perjalanan Sunan Kailijogo didepan dan mbah Kerto Djojo dibelakang. Dlam perjalanan Sunan Kalijogo berpesan kepada Mbah Kerto Djojo untuk tidak membuka bungkusan gula tersebut. Setelah itu tiba-tiba Sunan Kalijogo menghilang dank arena penasaran bugkusan gula tersebut dibuka oleh mbah Kerto Djojo, dan ternyata gula tersebut berubah menjadi Emas. Mbah Kerto Djojo terus melanjutkan perjalanan ke Demak, ternyata Sunan Kalijogo sudah menunggu didepan. Mbah Kerto Djojo bilang dan mengharap untuk bisa diangkat menjadi murid Sunan Kalijogo. Sunan Kailijogo dan mbaj Kerto Djojo melanjutkan perjalanan ke Demak dan selanjutnya mbah Kerto Djojo diangkat menjadi murud Sunan Kalijogo, hingga akahirnya mbah Kerto Djojo diberi gelar Sech dan dikenal dengan Sunan Geseng.

Mbah Kerto Djojo atau Sunan Geseng kembali ke Wirojayan dan memulai syi’ar Agama Islam di daerah Tirto, Grabag, dan selanjutnya mengadakan syi’ar Agama Islam terahir di Wirojayan ( sekarang Desa Kleteran ). Di Wirojayan Sunan Geseng membuat Masjid dan mengikat damen ( batang padi ). Damen tersebut ternyata bisa mengeluarkan air dan airnya dimasukkan kedalam sebuah Gentong. Air tersebut sering digunakan untuk nazar, midang dan diatas air tersebut dibunakan untuk melaksanakan sumpah. Dan ahirnya air tersebut mengalir yang ahirnya menjadi sebuah sungai yang sampai sekarang dinamakan Kali Alang. Didekat kali tersebut didirikan sebuah rumah kecil dan sampai sekarang masih ada tinggalan berupa sepotong kayu jati ( tatal ) terbang dari Demak. Sampai sekarang masih ada tingalan berupa:

  1. Soko Guru Masjid 4 Buah
  2. Mimbar 1 Buah
  3. Kentongan
  4. Bedug
  5. Kali Alang

Sunan Geseng kemudian meninggal di Wirojayan ( sekarang Desa Kleteran ). Ketika meninggal jenazahnya diperebutkan antara masyarakat Wirojayan dan masyarakat Tirto, dan ahirnya jenazah Sunan Geseng dimakamkan di Tirto. Disana dibutkan dua cungkup . masyarakat Wirojayan datang ke Tirto ingin memindah jenazah Sunan Geseng ke Wirojayan. Oleh masyarakat Tirto dipersilahkan memilih diantara dua cungkup tersebut. Waktu itu karena sama-sama saktinya, masyarakat Wirojayan kebingungan memilih salah satu cungkup yang ada makamnya Sunan Geseng, yang ahirnya masyarakat Wirojayan Keteteran ( kewalahan ) dan pulang dengan malu. Akhirnya Desa Wirojayan dirubah namanya menjadi Desa Kleteran.

Sejak itu masjid yang didirikan Sunan Geseng setelah meninggal dilanjutkan oleh:

  1. Simbah Kyai Nawawi (alm)
  2. Simbah KH. Nasyim (alm)
  3. Simbah KH. Rochmad (alm)
  4. Simbah KH. Kholil Rochmad ( pengasuh Pondok Pesantren)
  5. Simbah Umar Rochmad
  6. Simbah KH. Abdulloh
  7. Simbah KH. Warkham Makmun (alm)
  8. Simbah Kyai Hasan Mubarok ( Pengasuh PonPes Sunan Geseng/ menantu KH.Farkhan Makmum)

Pranala luar