Banjir lumpur panas Sidoarjo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wic2020 (bicara | kontrib)
baru
 
AFP (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{aktualitas}}
{{aktualitas}}


'''Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006''', merupakan kasus menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran gas [[Lapindo Brantas|PT Lapindo Brantas]] di Desa [[Renokenongo, Porong, Sidoarjo|Renokenongo]], Kecamatan [[Porong, Sidoarjo|Porong]], [[Kabupaten Sidoarjo]], [[Jawa Timur]], sejak tanggal [[29 Mei]] [[2006]]. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hingga bulan [[Agustus]] [[2006]], semburan lumpur terus terjadi dengan volume 140 m³/hari
'''Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006''', merupakan kasus menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran gas [[Lapindo Brantas|PT Lapindo Brantas]] di Desa [[Renokenongo, Porong, Sidoarjo|Renokenongo]], Kecamatan [[Porong, Sidoarjo|Porong]], [[Kabupaten Sidoarjo]], [[Jawa Timur]], sejak tanggal [[29 Mei]] [[2006]]. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hingga bulan [[Agustus]] [[2006]], semburan lumpur terus terjadi dengan volume 140 m³/hari.

Lumpur merendam Desa Jatirejo, Renokenongo, Siring, dan Kedungbendo. Pada Juni 2006, sawah produktif yang terbenam lumpur sudah mencapai 127,29 hektar, dan mengancam 503 hektar lainnya. Lumpur juga menggenangi jalan tol [[Surabaya]]-[[Gempol]].

Tol Surabaya-Gempol kembali ditutup sejak Minggu [[25 Juni]] 2006, pukul 15.00 WIB. Penutupan jalur tol Surabaya-Gempol disebabkan ketinggian lumpur yang tergenang di KM 37 dan KM 38 sudah mencapai 50-60 cm. Bahkan luapan lumpur sudah mulai merambah ke KM 37-800. [http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/06/tgl/26/time/123622/idnews/623659/idkanal/10]


==Lokasi==
==Lokasi==
Baris 7: Baris 11:


Lokasi tersebut merupakan permukiman, dan di sekitarnya adalah salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat [[jalan tol]] Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Lokasi tersebut merupakan permukiman, dan di sekitarnya adalah salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat [[jalan tol]] Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.

==Penyebab==
Karena lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji 1, tudingan langsung mengarah ke [[Lapindo Brantas]] sebagai operator blok Brantas. Di sumur itulah Lapindo melakukan pengeboran gas pertama, awal Maret 2006. Perusahaan kontraktor pengeboran adalah PT [[Medici Citra Nusantara]]. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama [[Alton International Indonesia]], Januari lalu, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.

Surat tertanggal [[5 Juni]] [[2006]] dari [[Medco E&P Brantas]] menguatkan tudingan tersebut. Surat dari Budi Basuki, wakil Medco di komite operasi itu, ditujukan kepada General Manager Imam P. Agustino. Dalam surat itu disebutkan, pada rapat teknis 18 Mei 2006, anak perusahaan [[Medco Energi Internasional]] ini telah mengingatkan Lapindo agar memasang [[selubung bor]] (''casing'').

Selubung berdiameter 9-5/8" (sekitar 25 sentimeter) mestinya dipasang di kedalaman 8.500 kaki (2.590 meter). Fungsinya untuk mengantisipasi potensi hilangnya [[sirkulasi lumpur]] (''loss'') dan tendangan balik yang memuntahkan lumpur ke arah atas (''kick'') sebelum pengeboran menembus [[formasi Kujung]] ([[batu gamping]]), sebagaimana disetujui dalam program pengeboran.

Tapi [[Lapindo Brantas|Lapindo]], menurut Medco yang memiliki partisipasi modal kerja 32 persen di blok Brantas—tidak melaksanakannya. Itu sebabnya, sumur tak mampu menahan tekanan saat terjadi tendangan balik sehingga terjadi kebocoran. Atas dasar itu, Medco menilai Lapindo telah melakukan kelalaian (''gross negligence''), seperti tertuang dalam dokumen perjanjian operasi bersama (JOA) Blok Brantas, artikel 1.28.

Mengacu pada klausul 4.6 dari JOA Brantas, Lapindo sebagai operator harus bertanggung jawab terhadap klaim dari pihak lain, termasuk menanggung biaya pemulihan agar situasi menjadi normal kembali setelah kebocoran.


==Dampak==
==Dampak==
Baris 26: Baris 41:
Dalam kasus ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 9 tersangka, termasuk General Manager dan 2 Manajer Pengeboran Lapindo Brantas, 5 tersangka dari kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusa, serta Vice President DSS PT Energy Mega Persada.
Dalam kasus ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 9 tersangka, termasuk General Manager dan 2 Manajer Pengeboran Lapindo Brantas, 5 tersangka dari kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusa, serta Vice President DSS PT Energy Mega Persada.


==Kritisme==
==Kritik==
Pemerintah dianggap kurang serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, dimana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Sementara, Pemerintah tetap menuntut seluruh resiko dan kerugian akibat banjir lumpur ini ditanggung sepenuhnya oleh Lapindo Brantas. Aktivis lingkungan hidup juga mengecam penanganan kasus banjir lumpur ini.
Pemerintah dianggap kurang serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, dimana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Sementara, Pemerintah tetap menuntut seluruh resiko dan kerugian akibat banjir lumpur ini ditanggung sepenuhnya oleh Lapindo Brantas. Aktivis lingkungan hidup juga mengecam penanganan kasus banjir lumpur ini.


Baris 32: Baris 47:
* [[Lapindo Brantas]]
* [[Lapindo Brantas]]


[[kategori:Jawa Timur]]
[[kategori:Peristiwa 2006]]
[[Kategori: Bencana]]
[[Kategori: Bencana]]

Revisi per 17 Agustus 2006 09.37

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006, merupakan kasus menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran gas PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hingga bulan Agustus 2006, semburan lumpur terus terjadi dengan volume 140 m³/hari.

Lumpur merendam Desa Jatirejo, Renokenongo, Siring, dan Kedungbendo. Pada Juni 2006, sawah produktif yang terbenam lumpur sudah mencapai 127,29 hektar, dan mengancam 503 hektar lainnya. Lumpur juga menggenangi jalan tol Surabaya-Gempol.

Tol Surabaya-Gempol kembali ditutup sejak Minggu 25 Juni 2006, pukul 15.00 WIB. Penutupan jalur tol Surabaya-Gempol disebabkan ketinggian lumpur yang tergenang di KM 37 dan KM 38 sudah mencapai 50-60 cm. Bahkan luapan lumpur sudah mulai merambah ke KM 37-800. [1]

Lokasi

Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan di Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.

Lokasi tersebut merupakan permukiman, dan di sekitarnya adalah salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.

Penyebab

Karena lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji 1, tudingan langsung mengarah ke Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Di sumur itulah Lapindo melakukan pengeboran gas pertama, awal Maret 2006. Perusahaan kontraktor pengeboran adalah PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari lalu, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.

Surat tertanggal 5 Juni 2006 dari Medco E&P Brantas menguatkan tudingan tersebut. Surat dari Budi Basuki, wakil Medco di komite operasi itu, ditujukan kepada General Manager Imam P. Agustino. Dalam surat itu disebutkan, pada rapat teknis 18 Mei 2006, anak perusahaan Medco Energi Internasional ini telah mengingatkan Lapindo agar memasang selubung bor (casing).

Selubung berdiameter 9-5/8" (sekitar 25 sentimeter) mestinya dipasang di kedalaman 8.500 kaki (2.590 meter). Fungsinya untuk mengantisipasi potensi hilangnya sirkulasi lumpur (loss) dan tendangan balik yang memuntahkan lumpur ke arah atas (kick) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung (batu gamping), sebagaimana disetujui dalam program pengeboran.

Tapi Lapindo, menurut Medco yang memiliki partisipasi modal kerja 32 persen di blok Brantas—tidak melaksanakannya. Itu sebabnya, sumur tak mampu menahan tekanan saat terjadi tendangan balik sehingga terjadi kebocoran. Atas dasar itu, Medco menilai Lapindo telah melakukan kelalaian (gross negligence), seperti tertuang dalam dokumen perjanjian operasi bersama (JOA) Blok Brantas, artikel 1.28.

Mengacu pada klausul 4.6 dari JOA Brantas, Lapindo sebagai operator harus bertanggung jawab terhadap klaim dari pihak lain, termasuk menanggung biaya pemulihan agar situasi menjadi normal kembali setelah kebocoran.

Dampak

Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

  • Lumpur menggenangi desa-desa di Kecamatan Porong dan sekitarnya hingga setinggi 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa.
  • Pabrik-pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan karyawan.
  • Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
  • Dilakukannya sistem buka-tutup ruas jalan tol Surabaya-Gempol yang tergenang, menyebabkan kemacetan luar biasa di jalur non-tol, dan dialihkannya ke jalur alternatif via Gempol-Mojosari-Sidoarjo.
  • Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan

Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.

Upaya penanggulangan

Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Jika dalam enam bulan tetap tidak tertangani, maka lumpur dialirkan ke laut (Selat Madura), dengan terlebih dahulu membangun sistem dewatering dan water treatment plant.

Upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan luapan lumpur adalah dengan snubbing unit, namun langkah ini gagal karena mata bor tertinggal di sumur pengeboran. Skenario lain yang dilakukan adalah dengan snubbing unit namun menggunakan teknik sidetracking (pengeboran menyamping); serta dengan teknik relief wall (pengeboran miring).

Penahanan tersangka

Dalam kasus ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 9 tersangka, termasuk General Manager dan 2 Manajer Pengeboran Lapindo Brantas, 5 tersangka dari kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusa, serta Vice President DSS PT Energy Mega Persada.

Kritik

Pemerintah dianggap kurang serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, dimana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Sementara, Pemerintah tetap menuntut seluruh resiko dan kerugian akibat banjir lumpur ini ditanggung sepenuhnya oleh Lapindo Brantas. Aktivis lingkungan hidup juga mengecam penanganan kasus banjir lumpur ini.

Lihat pula