Suku Madura: Perbedaan antara revisi
k ←Suntingan 125.160.69.30 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh TjBot |
k r2.6.4) (bot Menambah: zh:马都拉族 |
||
Baris 46: | Baris 46: | ||
[[ru:Мадурцы]] |
[[ru:Мадурцы]] |
||
[[sh:Madurci]] |
[[sh:Madurci]] |
||
[[zh:马都拉族]] |
Revisi per 12 Februari 2011 10.22
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Jawa Timur: 6.281.000. Kalimantan Barat: 204.000. | |
Bahasa | |
Madura, Jawa dan Indonesia. | |
Agama | |
Sebagian besar Islam dan sebuah minoritas kecil ada yang beragama Kristen. | |
Kelompok etnik terkait | |
suku Jawa dan suku Melayu. |
Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 6,8 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa.
Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang, terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh.
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.