Lompat ke isi

Bathara Katong: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Anashir (bicara | kontrib)
baru
 
Anashir (bicara | kontrib)
+Kategori
Baris 1: Baris 1:
[[Batoro Katong]] adalah pendiri [[Kabupaten Ponorogo]] dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo. [[Batoro Katong]] merupakan utusan Kerajaan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo.
[[Batoro Katong]] adalah pendiri [[Kabupaten Ponorogo]] dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo. [[Batoro Katong]] merupakan utusan Kerajaan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo.
==Asal-usul Batoro Katong==
==Asal-usul Batoro Katong==
[[Batoro Katong]], memiliki nama Asli '''Lembu Kanigoro''', tidak lain adalah salah seorang putra Prabu [[Brawijaya]] V dari selir yakni Putri Campa yang beragama [[Islam]]. Berdasarkan catatan sejarah keturunan benerasi ke-126 beliau yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro Katong dimasa kecilnya bernama '''Raden Joko Piturun''' atau disebut juga '''Raden Harak Kali'''. Beliau adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari ''garwo pangrambe'' (selir yang tinggi kedudukannya).
[[Batoro Katong]], memiliki nama Asli '''Lembu Kanigoro''', tidak lain adalah salah seorang putra Prabu [[Brawijaya]] V dari selir yakni Putri Campa yang beragama [[Islam]]. Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 beliau yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro Katong dimasa kecilnya bernama '''Raden Joko Piturun''' atau disebut juga '''Raden Harak Kali'''. Beliau adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari ''garwo pangrambe'' (selir yang tinggi kedudukannya).


Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai [[Raden Patah]], mendirikan kesultanan Demak Bintoro. '''Lembu Kanigoro''' mengikut jejaknya, untuk berguru di bawah bimbingan [[Wali Songo]] di Demak. Prabu Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha diislamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.
Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai [[Raden Patah]], mendirikan kesultanan Demak Bintoro. '''Lembu Kanigoro''' mengikut jejaknya, untuk berguru di bawah bimbingan [[Wali Songo]] di Demak. Prabu Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha diislamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.
Baris 32: Baris 32:
==Pranala luar==
==Pranala luar==
* [http://www.indonesiaindonesia.com/f/36387-kisah-wali/ Kisah para Wali:Batoro Katong]]
* [http://www.indonesiaindonesia.com/f/36387-kisah-wali/ Kisah para Wali:Batoro Katong]]

[[Kategori:Kabupaten Ponorogo]]
[[Kategori:Kerajaan Demak]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]

Revisi per 15 Agustus 2011 00.18

Batoro Katong adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo. Batoro Katong merupakan utusan Kerajaan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo.

Asal-usul Batoro Katong

Batoro Katong, memiliki nama Asli Lembu Kanigoro, tidak lain adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari selir yakni Putri Campa yang beragama Islam. Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 beliau yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro Katong dimasa kecilnya bernama Raden Joko Piturun atau disebut juga Raden Harak Kali. Beliau adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari garwo pangrambe (selir yang tinggi kedudukannya).

Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai Raden Patah, mendirikan kesultanan Demak Bintoro. Lembu Kanigoro mengikut jejaknya, untuk berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak. Prabu Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha diislamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.

Walaupun kemudian Prabu Brawijaya sendiri gagal untuk diislamkan, tetapi perkawinannya dengan putri Campa mengakibatkan meruncingnya konflik politik di Majapahit. Diperistrinya putri Campa oleh Prabu Brawijaya V memunculkan reaksi protes dari elit istana yang lain. Sebagaimana dilakukan oleh seorang punggawanya bernama Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kutu. Seorang penganut Hindu, yang berasal dari Bali. Ki Ageng Kutu kemudian menciptakan sebuah seni Barongan, yang kemudian disebut Reog. Dan Reog tidak lain merupakan simbol kritik Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit (disimbolkan dengan kepala harimau), yang ditundukkan dengan rayuan seorang perempuan/Putri Campa (disimbolkan dengan dadak merak).

Pertarungan dengan Ki Ageng Kutu

Upaya Ki Ageng Kutu untuk memperkuat Basis di Ponorogo (Wengker) dianggap sebagai ancaman oleh kekuasaan Majapahit dan kasultanan Demak. Sunan Kalijaga, bersama muridnya Kiai Muslim (atau Ki Ageng Mirah) mencoba melakukan investigasi terhadap keadaan Ponorogo, dan mencermati kekuatan-kekuatan yang paling berpengaruh di Ponorogo. Dan mereka menemukan Demang Kutu sebagai penguasa paling berpengaruh saat itu. Demi kepentingan ekspansi kekuasaan dan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang putra terbaiknya yakni yang kemudian dikenal luas dengan Batoro Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan diikuti oleh 40 orang santri senior yang lain.

Raden Katong akhirnya sampai di wilayah Wengker, lalu kemudian memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan. Saat Batoro Katong datang memasuki Ponorogo, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah penganut Hindu, Budha, animisme dan dinamisme. Setelah Batoro Katong memasuki Ponorogo terjadilah pertarungan antara Batoro Katong dengan Ki Ageng Kutu. Ditengah kondisi yang sama sama kuat, Batoro Katong kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu. Kemudian dengan akal cerdasnya Batoro Katong berusaha mendekati putri Ki Ageng Kutu yang bernama Niken Gandini, dengan di iming-imingi akan dijadikan istri. Niken Gandini dimanfaatkan Batoro Katong untuk mengambil pusaka Koro Welang, sebuah pusaka pamungkas dari Ki Ageng Kutu. Pertempuran berlanjut dan Ki Ageng Kutu menghilang, pada hari Jumat Wage di sebuah pegunungan di daerah Wringinanom Sambit Ponorogo. Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu disebut dengan Gunung Bacin, terletak di daerah Bungkal. Batoro Katong kemudian, mengatakan bahwa Ki Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini mungkin dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.

Setelah Ki Ageng Kutu menghilang, Batoro Katong mengumpulkan rakyat Ponorogo dan berpidato bahwa dirinya tidak lain adalah Batoro, manusia setengah dewa. Hal ini dilakukan, karena Masyarakat Ponorogo masih mempercayai keberadaan dewa-dewa, dan Batara.

Pendirian Ponorogo

Pada tahun 1486, hutan dibabat atas perintah Batoro Katong. Banyak gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk halus yang datang. Namun, karena Bantuan warok dan para prajurit Wengker, akhirnya pekerjaan membabat hutan itu lancar.

Setelah hutan selesai dibabat, bangunan-bangunan didirikan sehingga penduduk pun berdatangan. Setelah menjadi sebuah Istana kadipaten, Batara Katong kemudian memboyong permaisurinya, yakni Niken Sulastri, sedang adiknya, Suromenggolo, tetap di tempatnya yakni di Dusun Ngampel. Oleh Katong, daerah yang baru saja dibangun itu diberi nama Prana Raga yang berasal atau diambil dari sebuah Babad legenda "Pramana Raga". Menurut cerita rakyat yang berkembang secara lisan, Pono berarti Wasis, Pinter, Mumpuni dan Raga artinya Jasmani. sehingga kemudian dikenal dengan nama Ponorogo.

Batoro Katong kemudian menjadi Adipati di Ponorogo. Menurut Handbook of Oriental History hari wisuda Batoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo yaitu pada hari Ahad Pon tanggal 1 Bulan Besar tahun 1418 Saka, bertepatan dengan Tanggal 11 Agustus 1496 atau 1 Dzulhijjah 901 Hijriyah. Selanjutnya tanggal 11 Agustus ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo.

Kesenian Reog yang menjadi seni perlawanan masyarakat Ponorogo mulai di eliminasi dari unsur-unsur pemberontakan, dengan menampilkan cerita fiktif tentang Kerajaan Bantar Angin sebagai sejarah reog. Para punggawa dan anak cucu Batoro Katong, inilah yang kemudian mendirikan pesantren-pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam.

Pemakaian nama Batoro Katong

Nama Batoro Katong diabadikan sebagai nama stadion dan sebuah jalan utama Ponorogo.

Lihat pula

Pranala luar