Lompat ke isi

Petrus Abelardus: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k r2.6.4) (bot Mengubah: bs:Pierre Abélard
Xqbot (bicara | kontrib)
k r2.7.3) (bot Menambah: tt:Пьер Абеляр; kosmetik perubahan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Abelard and Heloise.jpeg|thumb|Abelardus dan Héloïse]]
[[Berkas:Abelard and Heloise.jpeg|thumb|Abelardus dan Héloïse]]
'''Petrus Abelardus''' adalah seorang [[filsuf]] dan [[teolog]] yang terkenal pada [[Abad Pertengahan]].<ref name="Wellem"></ref> Ia dipandang sebagai pendiri [[skolastisisme]] bersama dengan [[Anselmus dari Canterbury]].<ref name="Wellem"></ref>
'''Petrus Abelardus''' adalah seorang [[filsuf]] dan [[teolog]] yang terkenal pada [[Abad Pertengahan]].<ref name="Wellem"/> Ia dipandang sebagai pendiri [[skolastisisme]] bersama dengan [[Anselmus dari Canterbury]].<ref name="Wellem"/>


== Riwayat Hidup ==
== Riwayat Hidup ==
Ia dilahirkan di [[le Pallet]], dekat [[Nantes]], [[Perancis]], pada tahun 1079.<ref name="Wellem"></ref> Nama aslinya adalah Pierre de Palais.<ref name="Wellem"></ref> Ia belajar kepada seorang [[filsuf Nominalis]] yang bernama [[Roscellinus]], dan juga kepada [[William dari Champeaux]] yang merupakan seorang filsuf [[Realisme]].<ref name="Wellem"></ref> Abaelardus tidak mengikuti salah satu posisi yang dianut gurunya, melainkan mengembangkan ajarannya sendiri yang dinamakan [[konseptualisme]].<ref name="Simon"></ref> Ia kemudian belajar di bawah bimbingan Anselmus dari Laon.<ref name="Lane">{id} Tony Lane. 2007. ''Runtut Pijar:Sejarah Pendidikan Kristiani''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 92.</ref> Sama seperti sebelumnya, Abelardus memilih untuk mengembangkan ajarannya sendiri dengan memberikan kuliah kepada murid-murid Anselmus yang lain untuk menandingi gurunya itu.<ref name="Lane"/>
Ia dilahirkan di [[le Pallet]], dekat [[Nantes]], [[Perancis]], pada tahun 1079.<ref name="Wellem"/> Nama aslinya adalah Pierre de Palais.<ref name="Wellem"/> Ia belajar kepada seorang [[filsuf Nominalis]] yang bernama [[Roscellinus]], dan juga kepada [[William dari Champeaux]] yang merupakan seorang filsuf [[Realisme]].<ref name="Wellem"/> Abaelardus tidak mengikuti salah satu posisi yang dianut gurunya, melainkan mengembangkan ajarannya sendiri yang dinamakan [[konseptualisme]].<ref name="Simon"/> Ia kemudian belajar di bawah bimbingan Anselmus dari Laon.<ref name="Lane">{id} Tony Lane. 2007. ''Runtut Pijar:Sejarah Pendidikan Kristiani''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 92.</ref> Sama seperti sebelumnya, Abelardus memilih untuk mengembangkan ajarannya sendiri dengan memberikan kuliah kepada murid-murid Anselmus yang lain untuk menandingi gurunya itu.<ref name="Lane"/>


Abelardus lalu berangkat ke Paris dan tinggal bersama imam Fulbertus yang bertugas di Katedral Notre Dame.<ref name="Lane"/> Di sana, ia menjadi guru pembimbing dari Heloise, keponakan Fulbertus yang berkepribadian menarik sekaligus seorang anak yang cerdas.<ref name="Lane"/> Hubungan Abelardus dan Heloise menjadi lebih dekat hingga akhirnya Heloise mendapat anak laki-laki.<ref name="Lane"/> Hal ini membuat Fulbertus amat marah sehingga keduanya dipisahkan.<ref name="Lane"/> Heloise dimasukkan dalam biara sementara Abelardua harus mengakhiri pendidikannya.<ref name="Lane"/> Abelardus sering mengalami ketegangan dengan [[Bernardus dari Clairvaux]].<ref name="Johnston">{id} William Johnston. 1995. ''Teologi Mistik: Ilmu Cinta''. Yogyakarta:Kanisius. 45.</ref> Bernardus bahkan pernah mengirimkan surat kepada Paus Innocentius III dan para uskup lainnya untuk menentang Abelardus.<ref name="Johnston"/> Tanpa ada pengadilan terhadap dirinya, Abelardus kemudian dianggap sesat di Konsili Sens yang dilaksanakan tahun 1141.<ref name="Johnston"/>
Abelardus lalu berangkat ke Paris dan tinggal bersama imam Fulbertus yang bertugas di Katedral Notre Dame.<ref name="Lane"/> Di sana, ia menjadi guru pembimbing dari Heloise, keponakan Fulbertus yang berkepribadian menarik sekaligus seorang anak yang cerdas.<ref name="Lane"/> Hubungan Abelardus dan Heloise menjadi lebih dekat hingga akhirnya Heloise mendapat anak laki-laki.<ref name="Lane"/> Hal ini membuat Fulbertus amat marah sehingga keduanya dipisahkan.<ref name="Lane"/> Heloise dimasukkan dalam biara sementara Abelardua harus mengakhiri pendidikannya.<ref name="Lane"/> Abelardus sering mengalami ketegangan dengan [[Bernardus dari Clairvaux]].<ref name="Johnston">{id} William Johnston. 1995. ''Teologi Mistik: Ilmu Cinta''. Yogyakarta:Kanisius. 45.</ref> Bernardus bahkan pernah mengirimkan surat kepada Paus Innocentius III dan para uskup lainnya untuk menentang Abelardus.<ref name="Johnston"/> Tanpa ada pengadilan terhadap dirinya, Abelardus kemudian dianggap sesat di Konsili Sens yang dilaksanakan tahun 1141.<ref name="Johnston"/>
Baris 9: Baris 9:


== Pemikiran ==
== Pemikiran ==
===Tentang Sikap Batin===
=== Tentang Sikap Batin ===
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.<ref name="Simon"></ref> Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin ''Scito te ipsum''), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.<ref name="Simon"></ref> Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.<ref name="Simon"></ref> Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.<ref name="Simon"></ref> Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.<ref name="Simon"></ref> Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. ''Petualangan Intelektual''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.</ref>
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.<ref name="Simon"/> Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin ''Scito te ipsum''), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.<ref name="Simon"/> Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.<ref name="Simon"/> Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.<ref name="Simon"/> Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.<ref name="Simon"/> Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. ''Petualangan Intelektual''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.</ref>


===Teori Pengaruh Moral===
=== Teori Pengaruh Moral ===
Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.<ref name="Joas">{id} Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan Salib''. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.</ref> Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.<ref name="Joas"/>
Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.<ref name="Joas">{id} Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan Salib''. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.</ref> Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.<ref name="Joas"/>
Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.<ref name="Joas"/> Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.<ref name="Joas"/>
Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.<ref name="Joas"/> Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.<ref name="Joas"/>


== Karya ==
== Karya ==
Abelardus mengarang beberapa buku berikut:<ref name="Wellem"/>
Abelardus mengarang beberapa buku berikut:<ref name="Wellem"/>
*''Sic et non'' (Ya dan Tidak) yang ditulis tahun 1122.
* ''Sic et non'' (Ya dan Tidak) yang ditulis tahun 1122.


*''Historia Calamitatum'' (Sejarah Nasib Malang)
* ''Historia Calamitatum'' (Sejarah Nasib Malang)


*''Introductio ad Theologia'' (Pengantar ke dalam Teologi)
* ''Introductio ad Theologia'' (Pengantar ke dalam Teologi)


*''Theologia Christiana'' (Teologi Kristen)
* ''Theologia Christiana'' (Teologi Kristen)


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 38: Baris 38:
[[Kategori:Filsuf Skolastik]]
[[Kategori:Filsuf Skolastik]]
[[Kategori:Tokoh Kristen]]
[[Kategori:Tokoh Kristen]]

{{Link GA|de}}
{{Link GA|de}}
{{Link GA|eo}}
{{Link GA|eo}}
Baris 93: Baris 94:
[[sv:Pierre Abélard]]
[[sv:Pierre Abélard]]
[[tr:Pierre Abélard]]
[[tr:Pierre Abélard]]
[[tt:Пьер Абеляр]]
[[uk:П'єр Абеляр]]
[[uk:П'єр Абеляр]]
[[vi:Pierre Abélard]]
[[vi:Pierre Abélard]]

Revisi per 16 Juni 2012 18.34

Abelardus dan Héloïse

Petrus Abelardus adalah seorang filsuf dan teolog yang terkenal pada Abad Pertengahan.[1] Ia dipandang sebagai pendiri skolastisisme bersama dengan Anselmus dari Canterbury.[1]

Riwayat Hidup

Ia dilahirkan di le Pallet, dekat Nantes, Perancis, pada tahun 1079.[1] Nama aslinya adalah Pierre de Palais.[1] Ia belajar kepada seorang filsuf Nominalis yang bernama Roscellinus, dan juga kepada William dari Champeaux yang merupakan seorang filsuf Realisme.[1] Abaelardus tidak mengikuti salah satu posisi yang dianut gurunya, melainkan mengembangkan ajarannya sendiri yang dinamakan konseptualisme.[2] Ia kemudian belajar di bawah bimbingan Anselmus dari Laon.[3] Sama seperti sebelumnya, Abelardus memilih untuk mengembangkan ajarannya sendiri dengan memberikan kuliah kepada murid-murid Anselmus yang lain untuk menandingi gurunya itu.[3]

Abelardus lalu berangkat ke Paris dan tinggal bersama imam Fulbertus yang bertugas di Katedral Notre Dame.[3] Di sana, ia menjadi guru pembimbing dari Heloise, keponakan Fulbertus yang berkepribadian menarik sekaligus seorang anak yang cerdas.[3] Hubungan Abelardus dan Heloise menjadi lebih dekat hingga akhirnya Heloise mendapat anak laki-laki.[3] Hal ini membuat Fulbertus amat marah sehingga keduanya dipisahkan.[3] Heloise dimasukkan dalam biara sementara Abelardua harus mengakhiri pendidikannya.[3] Abelardus sering mengalami ketegangan dengan Bernardus dari Clairvaux.[4] Bernardus bahkan pernah mengirimkan surat kepada Paus Innocentius III dan para uskup lainnya untuk menentang Abelardus.[4] Tanpa ada pengadilan terhadap dirinya, Abelardus kemudian dianggap sesat di Konsili Sens yang dilaksanakan tahun 1141.[4] Ia meninggal pada tanggal 21 April 1142.[1]

Pemikiran

Tentang Sikap Batin

Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.[2] Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin Scito te ipsum), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.[2] Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.[2] Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.[2] Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.[2] Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.[2]

Teori Pengaruh Moral

Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.[5] Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.[5] Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.[5] Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.[5] Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.[5] Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.[5]

Karya

Abelardus mengarang beberapa buku berikut:[1]

  • Sic et non (Ya dan Tidak) yang ditulis tahun 1122.
  • Historia Calamitatum (Sejarah Nasib Malang)
  • Introductio ad Theologia (Pengantar ke dalam Teologi)
  • Theologia Christiana (Teologi Kristen)

Referensi

  1. ^ a b c d e f g F.D. Wellem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 1-3.
  2. ^ a b c d e f g Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.
  3. ^ a b c d e f g {id} Tony Lane. 2007. Runtut Pijar:Sejarah Pendidikan Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 92.
  4. ^ a b c {id} William Johnston. 1995. Teologi Mistik: Ilmu Cinta. Yogyakarta:Kanisius. 45.
  5. ^ a b c d e f {id} Joas Adiprasetya. 2010. Berdamai dengan Salib. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.

Templat:Link GA Templat:Link GA