Lompat ke isi

Mohammad Noer: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23: Baris 23:
}}
}}


'''Mohammad Noer''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sampang|Sampang]], [[Jawa Timur]]|13|1|1918|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]]|16|4|2010}}), adalah [[Gubernur Jawa Timur]] pada masa bakti 1967 - 1976. Ia meniti karir dari bawah sebagai pegawai magang di Kantor Kabupaten Sumenep, Asisten Wedana, Patih (Wakil Bupati), Bupati Kabupaten Bangkalan, Residen (Pembantu Gubernur), Pejabat Sementara Gubernur Jawa Timur, hingga menjadi seorang Gubernur Jawa Timur. ''“Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu”'' (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan gubernurnya rakyat kecil. Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan '''Cak Noer'''.
'''Raden Panji Mohammad Noer''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sampang|Sampang]], [[Jawa Timur]]|13|1|1918|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]]|16|4|2010}}), adalah [[Gubernur Jawa Timur]] pada masa bakti 1967 - 1976. Ia meniti karir dari bawah sebagai pegawai magang di Kantor Kabupaten Sumenep, Asisten Wedana, Patih (Wakil Bupati), Bupati Kabupaten Bangkalan, Residen (Pembantu Gubernur), Pejabat Sementara Gubernur Jawa Timur, hingga menjadi seorang Gubernur Jawa Timur. ''“Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu”'' (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan gubernurnya rakyat kecil. Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan '''Cak Noer'''.


Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis dimana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan di tahun 1950-an.
Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis dimana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan di tahun 1950-an.

Revisi per 27 Februari 2013 15.11

Mohammad Noer
Gubernur Jawa Timur 7
Masa jabatan
1967 – 1976
PresidenSoeharto
Informasi pribadi
Lahir13 Januari 1918
Belanda Sampang, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal16 April 2010
Indonesia Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Partai politikNon-partisan
Suami/istriMas Ayoe Siti Rachma
ProfesiMiliter
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Panji Mohammad Noer (13 Januari 1918 – 16 April 2010), adalah Gubernur Jawa Timur pada masa bakti 1967 - 1976. Ia meniti karir dari bawah sebagai pegawai magang di Kantor Kabupaten Sumenep, Asisten Wedana, Patih (Wakil Bupati), Bupati Kabupaten Bangkalan, Residen (Pembantu Gubernur), Pejabat Sementara Gubernur Jawa Timur, hingga menjadi seorang Gubernur Jawa Timur. “Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu” (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan gubernurnya rakyat kecil. Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan Cak Noer.

Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis dimana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan di tahun 1950-an.

Latar Belakang dan Keluarga

Raden Panji Mohammad Noer dilahirkan di Kampung Beler, Desa Rong Tengah, sebuah desa kecil dipinggiran Kabupaten Sampang, Madura pada 13 Januari 1918. Mohammad Noer adalah putra ke-7 dari keluarga bangsawan pasangan Raden Aria Condropratikto dan Raden Ayu Siti Nursiah.

Masa kanak-kanak Mohammad Noer di Kampung Beler tersebut menjadi titik awal yang menggugah hatinya untuk menjadi seorang pemimpin yang mampu menolong rakyat kecil. Pada suatu malam, Mohammad Noer kecil menyaksikan rombongan rakyat dengan obor, menyandang pikulan dengan keranjang bermuatan yang berat, berbondong-bondong menaiki perahu-perahu kecil dan mengarungi Selat Madura. Ia bertanya-tanya, apa sesungguhnya makna dari kejadian tersebut. Baru lama setelah itu, ia baru menyadari bahwa sesungguhnya rakyat Sampang dihantui oleh kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan hidup lain yang mendorong mereka untuk merantau demi mempertahankan hidup di seberang laut yaitu Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, serta daerah lainnya seperti Kalimantan dan Sulawesi. Hal inilah yang menjadi pelecut baginya dan membulatkan tekadnya untuk berbuat sesuatu guna memperbaiki keadaan tanah kelahirannya yang kering tandus itu.

Mohammad Noer menikah pada 9 Mei 1941 dengan Mas Ayoe Siti Rachma dan dikaruniai 8 (delapan) orang anak yang terdiri dari 4 (empat) perempuan dan 4 (empat) laki-laki.

Riwayat Pendidikan

HIS (Hollands Inlandse School) lulus tahun 1932

Mohammad Noer mengawali pendidikan formalnya di HIS, sekolah tingkat dasar yang didirikan pemerintah Belanda untuk anak-anak kalangan aristokrasi Indonesia. Mohammad Noer bisa dikatakan sangat beruntung, sebagai cucu seorang bupati ia memenuhi syarat untuk memasuki sekolah priyayi tersebut. Disini Mohammad Noer diajarkan bahasa Belanda, bahasa Melayu, serta bahasa daerah. Pada tingkat sekolah ini, Mohammad Noer mulai memiliki kesadaran dan kesenangan akan membaca. Karya yang digemarinya adalah Siti Nurbaya dan karya-karya fiksi ilmiah karangan Jules Verne.

MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) lulus tahun 1936

Awalnya Mohammad Noer disekolahkan ayahnya ke MULO Surabaya, namun setahun kemudian ia dipindahkan ke MULO Blitar. Kepindahan ini mungkin karena ayahnya telah mempersiapkan agar ia kelak dapat memasuki sekolah pangreh praja.

MOSVIA (Middelbare Opleidingschool voor Inlandse Ambtenaren) lulus tahun 1939

MOSVIA merupakan sekolah pangreh praja menengah yang didirikan oleh pemerintan kolonial Belanda, yang diperuntukkan bagi calon pemimpin bumiputera. Mohammad Noer menerima konsep kepemimpinan priyayi atau kepanjangan tangan penguasa Belanda. Beliau sebetulnya berkeinginan untuk masuk ke sekolah pertanian yang bernama MLS (Middelbare Landbouwschool), karena dilandasi oleh kondisi desa asalnya yang kering tandus serta memaksa masyarakatnya untuk pergi keluar mengadu nasib dengan perahu-perahu kecil. Namun orangtua Mohammad Noer berkehendak lain dan menyuruhnya untuk bersekolah di MOSVIA serta berkarier sebagai pamong.

Riwayat pekerjaan

  • Juli 1939 -Agustus 1949, Pamong Praja
  • Agustus 1949-Maret 1950, Kapten TNI
  • Maret 1950-Januari 1976, Pamong Praja terakhir
  • Desember 1967-Januari 1976, Gubernur Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur
  • 1973 -1978, Anggota MPR RI
  • Oktober 1976-Oktober 1980, Duta Besar R.I untuk Perancis
  • Agustus 1981-1983, Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
  • 1983-11 Maret 1988, Anggota DPA Periode II
  • 1987, Anggota MPR RI
  • 1989-1997, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN)
  • 1989-2010, Ketua Dewan Penyantun seluruh Universitas Negeri di Surabaya dan beberapa Universitas Swasta di Surabaya, Jember dan Madura
  • 1980-2010, Ketua Yayasan Jantung Cab. Utama Jawa Timur
  • 1984-2010, Ketua Yayasan Asma Wilayah Jawa Timur
  • 1985-2010, Ketua Yayasan Aji Dharma Bhakti (bergerak di bidang Sosial Pendidikan) Pemberian beasiswa
  • 2005-2010, Dewan Kurator Universitas Al-Zaytun
  • 1970-an, Komisaris PT Super Mitory Utama (Sidoarjo)
  • 1970-an, Komisaris PT Unilever Indonesia (Surabaya)
  • 1970-an, Komisaris perusahaan properti PT Mas Murni Indonesia
  • 1970-an, Komisaris Bank Tiara
  • 1990-an, Direktur Utama PT Dhipa Madura Pradana
  • 1990-an, Komisaris SCTV (Surya Citra Televisi)

Penghargaan

  1. Bintang Gerilya
  2. Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
  3. Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
  4. Satya Lencana Penegak
  5. Tanda Kehormatan Bhayangkara
  6. Bintang Yalasena
  7. Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama III
  8. Dari Pemerintah Perancis : Odre National Du Merite (Grand Officer)
  9. Tanda Penghargaan Lencana "MELATI" dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
  10. Satya Lencana Kebaktian Sosial
  11. Manggala Karya Kencana dari BKKBN
  12. Tanda Penghargaan dari Menteri Pemuda & Olah Raga
  13. Tanda Penghargaan dari Menteri Keuangan "Pembayar Pajak Penghasilan Perorangan"
  14. Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia
  15. Piagam Penghargaan Rektor Univ. Airlangga "WIIDYA AIRLANGGA KENCANA" Atas Jasa Prestasinya ikut memajukan dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Kemasyarakatan dan Kebudayaan (S.K. Rektor Universitas Airlangga No.3748/PT03.H/P/1993) Tertanggal 13 Nopember 1993

Meninggal

Mohammad Noer meninggal dunia sekitar pukul 08.50 di Ruang ICU, Rumah Sakit Darmo, Surabaya, dan dimakamkan di Somor Kompah, Kabupaten Sampang, Madura.[1] Banyak orang yang melayat dan tahlilan dilakukan di dekat pemakaman sebelah timur monumen Sampang diperkirakan kurang lebih 1000 orang mengikuti tahlilan tersebut dan diselenggarakan setelah salat maghrib.

Referensi

  1. ^ M Noer Dimakamkan di Somor Kompah, diakses pada 17 April 2010
Didahului oleh:
Moch. Wijono
Gubernur Jawa Timur
1967-1976
Diteruskan oleh:
Soenandar Prijosoedarmo