Salak pondoh: Perbedaan antara revisi
BP64Arwanti (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
BP64Arwanti (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
==Pembibitan salak pondoh== |
==Pembibitan salak pondoh== |
||
Budidaya tanaman salak pondoh diawali dengan [[pembibitan]], bibit salak pondoh ada tiga macam kultivar yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh super, dan salak pondoh manggala.<ref name="DSPDTPB"/> Perbanyakan salak pondoh agar mendapatkan buah yang sesuai dengan induknya dilakukan dengan cara [[vegetatif]] yaitu dengan [[pencakokan]] tunas anakan.<ref name="DSPDTPB"/> [[Tunas anakan]] yang telah dicangkok di media tanamanya seperti [[bumbung bambu]] atau [[botol infus]] akan tumbuh [[akar]] setelah umur 4-7 bulan, kemudin [[ujung akar]] serabut yang telah tumbuh lebat memenui media tanam dipotong.<ref name="DSPDTPB"/> Bibit dari pemotongan dapat langsung ditanam dilapangan dengan cara melepaskan [[media tanam]] secara perlahan agar [[tanah]] tetap menggumpal dengn akarnya.<ref name="DSPDTPB"/> [[Pindah tanam]] juga dapat dilakukan dengan cara merajangnya terlebih dahulu ke dalam [[keranjang]] [[pembimbitan]] atau [[polybag]].<ref name="DSPDTPB"/> Pemindahan dari keranjang pembibitan atau polybag ke [[lapangan]] dilakukan setelah 3-6 minggu sebelum dipindahkan.<ref name="DSPDTPB"/> |
Budidaya tanaman salak pondoh diawali dengan [[pembibitan]], bibit salak pondoh ada tiga macam kultivar yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh super, dan salak pondoh manggala.<ref name="DSPDTPB"/> Perbanyakan salak pondoh agar mendapatkan buah yang sesuai dengan induknya dilakukan dengan cara [[vegetatif]] yaitu dengan [[pencakokan]] tunas anakan.<ref name="DSPDTPB"/> [[Tunas anakan]] yang telah dicangkok di media tanamanya seperti [[bumbung bambu]] atau [[botol infus]] akan tumbuh [[akar]] setelah umur 4-7 bulan, kemudin [[ujung akar]] serabut yang telah tumbuh lebat memenui media tanam dipotong.<ref name="DSPDTPB"/> Bibit dari pemotongan dapat langsung ditanam dilapangan dengan cara melepaskan [[media tanam]] secara perlahan agar [[tanah]] tetap menggumpal dengn akarnya.<ref name="DSPDTPB"/> [[Pindah tanam]] juga dapat dilakukan dengan cara merajangnya terlebih dahulu ke dalam [[keranjang]] [[pembimbitan]] atau [[polybag]].<ref name="DSPDTPB"/> Pemindahan dari keranjang pembibitan atau polybag ke [[lapangan]] dilakukan setelah 3-6 minggu sebelum dipindahkan.<ref name="DSPDTPB"/> |
||
==pembumbunan== |
|||
==Pembumbunan== |
==Pembumbunan== |
||
[[Pembumbunan]] dilakukan untuk memperkuat prakaran akar tanaman, pembumbunan dilakukan 3-4 bulan sekali hingga tanaman rata pada permukaan tanah.<ref name="DSPDTPB"/> Pembumbunan pada tanaman dewasa atau lebih dari 5 tahun, pembumbunan harus mengarah ke atas mengikuti tinggi tanaman dan prakaran.<ref name="DSPDTPB"/> Tanah yang digunakan adalah tanah disekitar tanaman yang gembur dan bebas gulma.<ref name="DSPDTPB"/> |
[[Pembumbunan]] dilakukan untuk memperkuat prakaran akar tanaman, pembumbunan dilakukan 3-4 bulan sekali hingga tanaman rata pada permukaan tanah.<ref name="DSPDTPB"/> Pembumbunan pada tanaman dewasa atau lebih dari 5 tahun, pembumbunan harus mengarah ke atas mengikuti tinggi tanaman dan prakaran.<ref name="DSPDTPB"/> Tanah yang digunakan adalah tanah disekitar tanaman yang gembur dan bebas gulma.<ref name="DSPDTPB"/> |
||
==pemupukan== |
|||
Revisi per 5 Mei 2014 15.52
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BPArwanti64 (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 27 mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 29 4 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP64Arwanti (Kontrib • Log) 3819 hari 584 menit lalu. |
Salak pondoh adalah salah satu kultivar salak yang banyak tumbuh di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarata, di lereng Merapi. [1] Salak pondoh memiliki ciri rasa yang manis atau tidak sepet sejak buah masih muda.[1] Salak pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss) termasuk famili palmae, berduri dan bertunas banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat. [2]
Morfologi salak pondoh
Tinggi tanaman 1.5-5 meter, memiliki batang pokok yang berbentuk stolon di dalam tanah yang berbentuk silinder dengan diameter 10-15cm.[2]
Pembibitan salak pondoh
Budidaya tanaman salak pondoh diawali dengan pembibitan, bibit salak pondoh ada tiga macam kultivar yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh super, dan salak pondoh manggala.[1] Perbanyakan salak pondoh agar mendapatkan buah yang sesuai dengan induknya dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan pencakokan tunas anakan.[1] Tunas anakan yang telah dicangkok di media tanamanya seperti bumbung bambu atau botol infus akan tumbuh akar setelah umur 4-7 bulan, kemudin ujung akar serabut yang telah tumbuh lebat memenui media tanam dipotong.[1] Bibit dari pemotongan dapat langsung ditanam dilapangan dengan cara melepaskan media tanam secara perlahan agar tanah tetap menggumpal dengn akarnya.[1] Pindah tanam juga dapat dilakukan dengan cara merajangnya terlebih dahulu ke dalam keranjang pembimbitan atau polybag.[1] Pemindahan dari keranjang pembibitan atau polybag ke lapangan dilakukan setelah 3-6 minggu sebelum dipindahkan.[1]
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan untuk memperkuat prakaran akar tanaman, pembumbunan dilakukan 3-4 bulan sekali hingga tanaman rata pada permukaan tanah.[1] Pembumbunan pada tanaman dewasa atau lebih dari 5 tahun, pembumbunan harus mengarah ke atas mengikuti tinggi tanaman dan prakaran.[1] Tanah yang digunakan adalah tanah disekitar tanaman yang gembur dan bebas gulma.[1]
pemupukan
Rujukan
- ^ a b c d e f g h i j k Teguh Santosa, dkk (1996). Diskripsi Salak Pondoh dan Teknologi Penyerbukan Bantuan. Indonesia: Departemen pertanian. hlm. 1, 2, 7, 9, 10.
- ^ a b Studi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Salak Pondoh Di Kabupaten Sleman. Oktafianti Kumara Sari. Bandung: Institut Pertanian Bogor. 2008. hlm. 15.