Lompat ke isi

Muhammad Amrullah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 71:
 
}}
'''Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh''' ([[Sumatera Barat]], 1840 - [[Sumatera Barat]], 1909) atau yang dikenal dengan Tuan Kisa-i, merupakan ulama besar asal [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu.{{Bio muslim butuh rujukan}} Yang seorang ialah anaknya sendiri, [[Abdul Karim Amrullah]], dan yang seorang lagi ialah cucunya, [[Hamka]]. Kakeknya ialah [[Tuanku Nan Tuo]], salah seorang penggerak utama [[Paderi|Kaum Paderi]] di Sumatera Barat.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Muhammad Amrullah salah seorang pengikut [[Tarekat Naqsyabandiyah]].{{Bio muslim butuh rujukan}} Pemahaman Islam Amrullah, sama dengan orang-orang yang disebut dengan "Kaum Tua", walau pada zamannya istilah "Kaum Tua" dan "Kaum Muda" belum tersebar luas.{{Bio muslim butuh rujukan}} Anaknya, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan "Kaum Muda".{{Bio muslim butuh rujukan}} Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah menolak amalan Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus menolak ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran [[Muhammad Abduh]].{{Bio muslim butuh rujukan}} Syeikh Muhammad Amrullah mengalami delapan kali perkawinan, dan jumlah semua anaknya ialah 46 orang.{{Bio muslim butuh rujukan}}

Revisi per 7 Februari 2019 07.19

Muhammad Amrullah
NamaMuhammad Amrullah
KebangsaanIndonesia
KeturunanAbdul Karim Amrullah
Keluarga1. Hamka
2. Tuanku Nan Tuo

Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh (Sumatera Barat, 1840 - Sumatera Barat, 1909) atau yang dikenal dengan Tuan Kisa-i, merupakan ulama besar asal Minangkabau yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu.[butuh rujukan] Yang seorang ialah anaknya sendiri, Abdul Karim Amrullah, dan yang seorang lagi ialah cucunya, Hamka. Kakeknya ialah Tuanku Nan Tuo, salah seorang penggerak utama Kaum Paderi di Sumatera Barat.[butuh rujukan]

Muhammad Amrullah salah seorang pengikut Tarekat Naqsyabandiyah.[butuh rujukan] Pemahaman Islam Amrullah, sama dengan orang-orang yang disebut dengan "Kaum Tua", walau pada zamannya istilah "Kaum Tua" dan "Kaum Muda" belum tersebar luas.[butuh rujukan] Anaknya, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan "Kaum Muda".[butuh rujukan] Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah menolak amalan Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus menolak ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran Muhammad Abduh.[butuh rujukan] Syeikh Muhammad Amrullah mengalami delapan kali perkawinan, dan jumlah semua anaknya ialah 46 orang.[butuh rujukan]

Asal usul

Ayahnya bernama Tuanku Abdullah Saleh yang bergelar "Tuanku Syeikh Guguk Katur" dan digelar juga "Ungku Syeikh Tanjung". Ia adalah seorang murid Abdullah Arif (Tuanku Pariaman) atau Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Agam.[butuh rujukan]

Tuanku Abdullah Saleh itu adalah seorang ulama yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu Tasawuf sehingga kitab Hikam Ibnu 'Athaillah ia hafal di luar kepala. Ia pun seorang cerdik ahli adat, sehingga bukan saja urusan agama yang ditanyakan orang kepadanya, bahkan juga urusan adat. Pelajaran Imam al-Ghazali tentang khalawat sangat termakan olehnya. Lantaran itu ia lebih suka berkhalawat di suraunya di Guguk Katur.[1] Kepada murid yang soleh inilah tertarik hati gurunya Tuanku Nan Tuo, sehingga setelah anaknya Siti Saerah menjadi gadis remaja, ia ambilah Tuanku Abdullah Saleh itu menjadi menantu.[2]

Pendidikan

Ia mendapatkan pendidikan awal dari datuk atau nenek sendiri secara tradisi Minangkabau. Kemudian ia belajar agama dari kakeknya Tuanku Syeikh Pariaman di Koto Tuo.[butuh rujukan] Dari neneknya, Muhammad Amrullah belajar Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Tafsir dan Fiqh.[butuh rujukan]

Di Mekah ia berguru kepada Sayid Zaini Dahlan, ulama Mekah yang terkenal, dan berguru juga kepada Syeikh Muhammad Hasbullah dan beberapa ulama yang lain.[butuh rujukan] Ia juga belajar dengan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Tahir Jalaluddin yang usianya lebih muda daripadanya.[butuh rujukan] Pada usia 26 tahun, Syeikh Muhammad Amrullah telah diberi ijazah dan tugas mengajar oleh datuknya, Abdullah Arif atau Tuanku Nan Tuo di kampungnya.[butuh rujukan] Ilmu-ilmu yang diajarkan ialah Ilmu Tafsir, Fiqh, Tasawuf, dan ilmu-ilmu alat, yaitu Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Bayan, Badi'.[3]

Referensi

  1. ^ Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 46. 
  2. ^ Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 46-47. 
  3. ^ Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 48.