Lompat ke isi

Soedjatmoko: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k r2.7.2+) (bot Menambah: en:Soedjatmoko
terjemahan dari bahasa Inggris
Baris 1:
{{Infobox person
[[Berkas:ImgSoedjatmoko.jpg|right]]
| honorific_prefix = Dr.
'''Soedjatmoko''' ({{lahirmati|[[Kota Sawahlunto|Sawahlunto]]|10|1|1922|[[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]|21|12|1989}}), akrab dipanggil '''''Koko''''', adalah salah seorang intelektual terbesar Indonesia.<ref>[http://www.gramedia.com/author_detail.asp?id=EBFJ4641 Biografi Soedjatmoko di Gramedia]</ref> Koko pernah menjabat sebagai Rektor kedua Universitas PBB yang berada di [[Tokyo]], [[Jepang]] dari September 1980 sampai Oktober 1987.<ref name="UUN">{{en}}[http://www.unu.edu/history/soedjatmoko.html Biografi Soedjatmoko di situs Universitas PBB]</ref>
| name = Soedjatmoko
| image = ImgSoedjatmoko.jpg
| image_size = 150px
| caption = Soedjatmoko pada tahun 1978
| birth_name = Soedjatmoko Mangoendiningrat
| birth_date = 10 Januari 1922
| birth_place = [[Sawahlunto]], [[Sumatra Barat]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{Death date and age|1989|12|21|1922|01|10}}
| death_place = [[Yogyakarta]], Indonesia
| death_cause =
| body_discovered =
| resting_place =
| resting_place_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|type:landmark|display=inline}} -->
| monuments =
| residence =
| nationality =
| other_names =
| ethnicity = <!-- Ethnicity should be supported with a citation from a reliable source -->
| citizenship = Indonesia
| education =
| alma_mater =
| occupation = Duta, akademisi
| years_active =
| employer =
| known_for =
| notable_works =
| title = Anggota [[Konstituante]]
| term = 1955-1959
| predecessor = Diciptakan
| successor = Dibubarkan
| party = [[Partai Sosialis Indonesia]]
| religion = Islam<ref name=rmaf/>
| spouse = Ratmini Gandasubrata
| children = 3 anak putri
| parents = Saleh Mangoendiningrat <small>(ayah)</small><br>Isnadikin <small>(ibu)</small>
| relatives = [[Nugroho Wisnumurti]] <small>(adik laki-laki)</small><br>[[Sutan Sjahrir]] <small>(kakak ipar)</small>
}}
{{Indonesian name}}
'''Soedjatmoko''' (lahir dengan nama '''Soedjatmoko Mangoendiningrat'''; 10 Januari 1922&nbsp;– 21 Desember 1989), juga dikenal dengan nama panggilan '''Bung Koko''',<ref name=ugm/> adalah seorang intelektual dan duta Indonesia.
 
Soedjatmoko dilahirkan dalam keluarga bangsawan di [[Sawahlunto]], [[Sumatra Barat]], [[Hindia Belanda]]. Setelah ke luar negeri bersama keluarga dan menyelesaikan pendidikan dasarnya, dia pergi ke Batavia (sekarang [[Jakarta]]) untuk belajar ilmu kedoktoran; di daerah kumuh, dia melihat banyak kemiskinan, yang menjadi bidang penelitian di kemudian hari. Setelah dikeluarkan dari sekolah kedoktoran oleh [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|orang-orang Jepang]] pada tahun 1943 karena kegiatan politiknya, dia berpindah ke [[Surakarta]] dan menjadi doktor bersama ayahnya. Pada tahun 1947, setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], Soedjatmoko dan dua pemuda lain dikirimkan ke [[Lake Success, New York]], Amerika Serikat, untuk mewakili Indonesia di [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB). Mereka mendorong pengakuan kedaulatan Indonesia di dunia luas.
== Biografi ==
=== Kelahiran dan keluarga ===
Koko lahir di Sawahlunto, [[Sumatera Barat]], pada tanggal [[10 Januari]] [[1922]]. Koko menjalani masa anak-anak yang pertama di Negeri [[Belanda]]. Pulang ke tanah air ketika berusia tujuh tahun. Ayahnya -- dokter K.R.T. Saleh Mangundiningrat, ahli bedah berpendidikan Barat, yang kemudian menjadi dokter Keraton Surakarta dan sempat memimpin Universitas Islam Cokroaminoto -- adalah keluarga priayi, yang lazimnya di bawah pengaruh budaya [[Hindu]], [[Islam]], dan sekaligus Barat. Sedangkan ibunya bernama Isnadikin yang wafat pada tanggal [[7 Juni]] [[1952]].
 
Setelah kerjanya di PBB, Soedjatmoko berusaha belajar di Littauer Center milik [[Harvard]]; namun, dia terpaksa mengundurkan diri karena tekanan dari pekerjaan lain, termasuk menjadi ''chargé d'affaires'' Indonesia pertama di [[London]], [[Inggris]], selama tiga bulan dan mendirikan bagian politik di Kedutaan Besar Indonesia di [[Washington, D.C.]] Pada tahun 1952 dia sudah kembali ke Indonesia. Dia bergabung dengan pers [[sosialis]] dan [[Partai Sosialis Indonesia]]. Dia terpilih sebagai anggota [[Konstituante]] dan berjasa dari tahun 1955 hingga 1959; dia menikah dengan Ratmini Gandasubrata pada tahun 1958. Namun, karena pemerintah Presiden [[Soekarno]] menjadi semakin otoriter, Soedjatmoko mulai mengkritik pemerintah. Untuk menghindari penyensoran, Soedjatmoko bekerja sebagai dosen tamu di [[Cornell University]] di [[Ithaca, New York]], selama dua tahun; selama tiga tahun setelah itu dia menganggur di Indonesia.
Koko merupakan anak kedua dari 4 bersaudara yang mana keempat bersaudara ini memiliki kontribusi yang unik dalam sejarah Indonesia dan sejarah keilmuan di Indonesia. Keempat bersaudara itu adalah Mr Siti Wahyunah Sjahrir (1920) istri dari [[Sutan Syahrir]], Soedjatmoko (lahir 1920), Prof [[Miriam Budiardjo]] (lahir 1923), dan terakhir [[Nugroho Wisnumurti]] (1940).<ref>Ahmad Syafii Maarif. ''[http://www.republika.co.id/detail.asp?id=256905 Profesor Dr Mohammad Saleh Mangundiningrat (1892-1962)]'', artikel di Republika, [[18 April]] [[2006]]</ref>
 
Setelah gagalnya [[Gerakan 30 September]] dan Soekarno digantikan [[Soeharto]] sebagai presiden Indonesia, Soedjatmoko kembali bekerja untuk negara. Pada tahun 1966 dia dikirim sebagai salah satu wakil Indonesia di PBB, dan pada tahun 1968 dia menjadi [[Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat]]; pada waktu yang sama dia mendapatkan beberapa gelar doktor ''[[honoris causa]]''. Dia juga menasihati menteri luar negeri [[Adam Malik]]. Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1971, Soedjatmoko menjadi anggota beberapa [[wadah pemikir]]. Setelah [[peristiwa Malari]] pada Januari 1974, Soedjatmoko ditangkap dan diinterogasi selama dua minggu setengah karena disangka telah merencanakan protes itu. Biarpun dia akhirnya dibebaskan, selama dua tahun setengah dia tidak dapat keluar negeri. Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima [[Ramon Magsaysay Award]] for International Understanding, dan pada tahun 1980 dia diangkat sebagai rektor [[United Nations University]] di [[Tokyo]], [[Jepang]]. Dua tahun setelah kembali dari Jepang, Soedjatmoko meninggal akibat serangan jantung di [[Yogyakarta]].
=== Menikah dan keturunan ===
Menikah dengan Ratmini, Koko ayah tiga anak, semua perempuan.
 
==Kehidupan awal==
=== Meninggal ===
Soedjatmoko dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1922 di [[Sawahlunto]], [[Sumatra Barat]], dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat. Dia anak kedua dari Saleh Mangoendiningrat, seorang dokter [[Suku Jawa|Jawa]] keturunan bangsawan asal [[Madiun]], dan Isnadikin, seorang ibu rumah tangga Jawa asal [[Ponorogo]]; pasangan tersebut mempunyai tiga anak lain, serta dua anak angkat.<ref name=rmaf/> Adik Soedjatmoko, [[Nugroho Wisnumurti]], di kemudian hari juga bekerja untuk [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB).<ref name=ugm/> Saat dia berusia dua tahun, Soedjatmoko dan keluarga berpindah ke Belanda setelah ayahnya mendapatkan beasiswa untuk belajar di sana selama lima tahun.<ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=133}}</ref> Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko melanjutkan sekolahnya di suatu sekolah dasar di [[Manado]], [[Sulawesi Utara]].<ref name=rmaf/>
Koko meninggal pada tanggal [[21 Desember]] [[1989]], di [[Yogyakarta]]. Saat itu Koko sedang memberikan ceramah di [[Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan]] [PPSK], suatu lembaga pengkajian dan penelitian di bawah Yayasan Mulia Bangsa Yogyakarta. Setelah menyelesaikan ceramah Koko mendapat serangan jantung, yang mengakibatkan pada wafatnya Soedjatmoko.<ref>[http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/amien-rais/index.shtml Biografi Amien Rais di TokohIndonesia.com]</ref>
 
Soedjatmoko lalu sekolah di HBS [[Surabaya]] dan lulus pada tahun 1940.<ref name="kahin134"/> Sekolah itu memperkenalkan dia dengan [[bahasa Latin]] dan [[bahasa Yunani Kuno|Yunani Kuno]], dan salah satu gurunya memperkenalkan Soedjatmoko dengan [[kesenian Eropa]]; di kemudian hari Soedjatmoko menyatakan bahwa hal tersebut membuat dia melihat orang Eropa sebagai lebih dari sekadar kolonis.<ref name=rmaf/> Dia lalu lanjut ke sekolah kedokteran di Batavia (sekarang [[Jakarta]]). Saat melihat daerah kumuh Jakarta, Soedjatmoko menjadi tertarik dengan masah kemiskinan; topik tersebut ditelitinya di kemudian hari.<ref name=rmaf/> Namun, setelah Jepang menduduki Indonesia, pada tahun 1943 dia dikeluarkan dari sekolah karena kekerabatannya dengan [[Sutan Sjahrir]]&nbsp;– yang telah menikah kakak Soedjatmoko, Siti Wahyunah<ref name=ugm>{{cite web |url=http://www.ugm.ac.id/en/?q=news/contemplating-soedjatmoko%E2%80%99s-thought-about-intellectuals |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MjPaG4F |title=Contemplating Soedjatmoko’s Thought about Intellectuals |trans_title=Mempertimbangkan Pandangan Soedjatmoko tentang Kaum Intelektual |language=Inggris |publisher=Universitas Gadjah Mada |archivedate=23 March 2012 |accessdate=23 March 2012}}</ref>&nbsp;– serta keterlibatannya dalam protes terhadap pendudukan Jepang.<ref name=rmaf/><ref name="kahin134">{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=134}}</ref>
== Pendidikan, karier & kegiatan lainnya ==
=== Pendidikan ===
* ELS
* HBS
* Lyceum, Geneeskundige Hooge School/''Ika Daigaku'', Jakarta (1940-1943, tidak selesai)
 
Setelah dikeluarkan, Soedjatmoko berpindah ke [[Surakarta]] dan membaca tentang sejarah Barat dan ilmu politik, yang memicu ketertarikannya dengan [[sosialisme]];<ref name="kahin134"/> dia juga bekerja di rumah sakit milik ayahnya. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], dia diminta menjadi Wakil Kepala Bagian Pers Asing di Kementerian Penerangan.<ref name=rmaf/> Pada tahun 1946 dia dan dua sahabat mendirikan mingguan berbahasa Belanda, ''Het Inzicht'' (''Di Dalam''), sebagai tanggapan atas ''Het Uίtzicht'' (''Pandangan'') yang disponsor oleh Belanda; ini atas permintaan Sjahrir, yang sudah menjadi [[Perdana Menteri Indonesia]]. Tahun berikutnya, mereka menerbitkan jurnal sosialis ''Siasat'', yang juga diterbitkan setiap minggu.<ref name="kahin134"/><ref name=unu/> Dalam periode ini Soedjatmoko mulai tidak menggunakan nama Mangoendiningrat, sebab nama bapaknya itu membuat dia teringat akan aspek [[feudalisme]] dalam [[budaya Indonesia]].<ref name=rmaf/>
=== Karier ===
* Karyawan Departemen Penerangan (1945)
* Pemimpin Redaksi majalah Siasat yang selanjutnya bernama Siasat Baru (1947-akhir 1950-an)
* Anggota delegasi RI di [[PBB]] (1947-1951)
* Penasihat delegasi RI dalam [[Konferensi Asia Afrika]] di [[Bandung]] (1955) ;
* Dubes RI di [[Amerika Serikat]] (1968-1971)
* Penasihat Pribadi [[Menteri Luar Negeri Republik Indonesia|Menteri Luar Negeri RI]] (1967-1977)
* Penasihat Khusus Ketua [[Bappenas]] bidang Sosial Budaya (1971-1980)
* [[Rektor]] [[Universitas PBB]], Tokyo (1980-1987)
 
===Kerja Kegiatandi lainAmerka =Serikat==
Pada tahun 1947, Sjahrir mengirim Soedjatmoko ke [[New York]] sebagai anggota delegasi "pengamat" Indonesia di PBB.<ref name="kahin134"/> Delegasi berangkat ke Amerika Serika (AS) lewat [[Filipina]] setelah tinggal di [[Singapura]] selama dua bulan; saat mereka di Filipina, Presiden [[Manuel Roxas]] menjamn bahwa mereka akan mendukung Indonesia di PBB.<ref name=rmaf/> Soedjatmoko dan kelompoknya tinggal di [[Lake Success, New York]], yang merupakan lokasi sementara PBB pada saat itu, dan mengikuti debat mengenai pengakuan Indonesia oleh negara lain.<ref name=citation/> Menjelang akhir waktunya di New York, Soedjatmoko masuk di Littauer Center milik [[Harvard]]; karena pada saat itu, dia masih merupakan anggota delgasi PBB, dia harus pulang-pergi antara New York dan [[Boston]] selama tujuh bulan. Setelah dilepas dari delegasi, Soedjatmoko menghabiskan hampir satu tahun di Littauer Center; namun, selama tiga bulan dia menjadi ''[[chargé d'affaires]]''&nbsp;– yang pertama untuk Indonesia&nbsp;– di bagian Hindia Belanda di Keduataaan Besar Belanda di [[London]], [[Inggris]]. Dia berjabatan sementara selagi didirikan kedutaan besar Indonesia.<ref name=rmaf/>
* Anggota [[Palang Merah Indonesia]] (1955-1957)
* Anggota Kehormatan American Academy of Arts and Sciences (1971)
* Anggota Board of Directors dari International Institute for Environment and Development (London)
* Anggota Board of Trustees dari International Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS
 
Pada tahun 1951, Soedjatmoko pindah ke [[Washington D.C.]] untuk membentuk bagian politik di Keduataan Besar Republik Indonesia di sana;<ref name="kahin134"/> dia juga menjadi Wakil Indonesia Alternat di PBB. Jadwal yang padat ini, yang memerlukan banyak perjalanan antara tiga kota, ternyata terlalu berat sehingga Soedjatmoko mengundurkan diri dari Littaur Center.<ref name=rmaf/> Pada akhir tahun 1951, dia mengundurkan diri dari pekerjaan lainnya dan pergi ke Eropa selama sembilan bulan, mencari ilham politik. Di [[Yugoslavia]], dia bertemu dengan [[Milovan Djilas]], yang membuatnya kagum.<ref name=rmaf/><ref name="kahin134"/>
== Kegiatan di dunia internasional ==
=== Rektor PBB ===
Agustus 1985, Soedjatmoko terpilih kembali sebagai Rektor Universitas PBB. Koko, demikian panggilan akrabnya, sebenarnya bukan orang baru di lingkungan tersebut. Sejak lembaga ini berdiri, 1974, ia anggota panitia untuk program pengembangan kemasyarakatan dan kemanusiaan. Sebagai rektor, Koko punya program jangka menengah yang pelaksanaannya perlu waktu enam tahun, 1982-1987. Program ini mencakup: Perdamaian dan Penyelesaian Konflik, Ekonomi Global, Kelaparan dan Kemiskinan, dan Koeksistensi Bangsa-bangsa dengan Sistem Sosial Berbeda.
 
==Kembali ke Indonesia==
Tentang persoalan ekonomi dunia, ia mengatakan, ''Teori ekonomi yang ada tidak mencukupi lagi untuk menerangkan gejala yang timbul sekarang. Perlu riset dasar untuk menghadapi masalah konkret maupun untuk menyusun teori baru .''
Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko sekali lagi menjadi redaktur ''Siasat''. Pada tahun 1952, dia salah satu pendiri harian ''Pedoman'', yang milik [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI); ini diikuti oleh pendirian jurnal politik ''Konfrontasi''. Dia juga ikut serta dalam pendirian Penerbit Pembangunan, yang dia memimpin sehingga tahun 1961.<ref name="kahin134"/> Soedjatmoko bergabung dengan PSI pada tahun 1955, dan [[Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955|terpililh]] sebagai anggota [[Konstituante]] pada tahun yang sama. Dia menjadi anggota Konstituante sampai dibubarkan pada tahun 1959.<ref name="kahin134"/> Pada tahun 1955 pula, dia menjadi bagian delegasi Indonesia di [[Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika]]; dia juga mendirikan [[Indonesian Institute of World Affairs]] dan menjadi sekretaris umum selama empattahun.<ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|pp=134–135}}</ref> Soedjatmoko menikah dengan Ratmini Gandasubrata pada tahun 1958. Bersama mereka mempunyai tiga anak putri.<ref name=rmaf/><ref name=nytimes/>
 
Menjelang akhir dasawarsa 50-an, Soedjatmoko dan Presiden [[Soekarno]], yang awalnya mempunyai hubungan baik, berpisah jalan karena cara memerintah Soekarno yang semakin otoriter. Pada tahun 1960 Soedjatmoko menjadi salah satu pendiri Liga Demokratik, yang berusaha untuk mempromosi demokrasi di Nusantara;<ref name=rmaf/> dia juga menolak kebijakan kebijakan [[Demokrasi Terpimpin]].<ref name=citation/> Ketika usaha itu gagal, Soedjatmoko kembali ke AS dan menjadi dosen tamu di [[Universitas Cornell]], di [[Ithaca]], [[New York]]. Ketika dia kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1962, dia mengetahui bahwa para pembesar PSI telah ditangkap, dan partai politik itu pun telah dilarang; selain itu, baik ''Siasat'' maupun ''Pedoman'' tidak diberi izin menerbit. Untuk menghindari masalah dengan pemerintah, secara suka rela Soedjatmoko menganggur. Pada tahun 1965 dia menjadi salah satu editor buku ''An Introduction to Indonesian Historiography''.<ref name=rmaf/>
Koko percaya, ''Hari depan dunia lebih banyak ditentukan moralitas keputusan kita sekarang.'' Sikap dan gagasannya tentang moral sangat mengesankan pewawancaranya (waktu itu Sekjen PBB Kurt Waldheim) dalam ''tes'' terakhir menjelang ia diangkat pada jabatannya yang sekarang. Sebelumnya, Koko telah menyisihkan empat orang ''saingan''-nya dari Peru, Afrika, India, dan Swedia.
 
==Menjadi duta besar dan kegiatan akademis==
=== Ramon Magsaysay Award ===
Setelah gagalnya [[Gerakan 30 September]] pada tahun 1965 dan digantikannya Soekarno oleh [[Soeharto]] sebagai [[Presiden Indonesia]], Soedjatmoko kembali bekerja untuk pemerintah. Dia menjadi wakil ketua delegasi Indonesia pada PBB di tahun 1966, lalu pada tahun berikutnya menjadi penasihat, baik untuk delegasi itu maupun Menteri Luar Negeri [[Adam Malik]]. Tahun itu dia juga menjadi anggota [[International Institute for Strategic Studies]], sebuah [[wadah pemikir]] di [[London]]. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1968, dia menjadi [[Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat]], sebuah jabatan yang dia pegang sehingga tahun 1971. Selama menjadi duta besar, Soedjatmoko menerima beberapa doktorat ''[[honoris causa]]'' dari beberapa universitas Amerika, termasuk [[Cedar Crest College]] pada tahun 1969 dan [[Yale]] pada tahun 1970. Dia juga menerbitkan satu buku lagi, ''Southeast Asia Today and Tomorrow'' (1969).<ref name=rmaf/>
Gagasan-gagasan Koko sudah lama dikenal di dunia internasional. Pada 1978, ia mendapat hadiah (Rp 8 juta) dari Yayasan Ramon Magsaysay. Pendapat-pendapatnya yang dinilai sebagai, ''Sumbangan berharga kepada pemikiran internasional untuk menanggulangi salah satu tantangan besar masa kini, yakni bagaimana meningkatkan martabat hidup sekitar 40 persen rakyat Asia Tenggara dan Selatan, yang merupakan lapisan paling miskin.''
 
Soedjatmoko kembali ke Indonesia pada tahun 1971; setelah kembali, dia menjadi Penasihat Khusus Urusan Budaya dan Sosial untuk Kepala [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]. Tahun yang sama, dia menjadi anggota dewan [[International Institute for Environment and Development]], yang berada di London; dia memegang jabatan tersebut sampai tahun 1976.<ref name=rmaf/> Pada tahun 1972 Soedjatmoko terpilih sebagai anggota dewan direktur [[Ford Foundation]], jabatan yang dia pegang selama dua belas tahun. Pada tahun yang sama dia menjadi gubernur [[Asian Institute of Management]], suatu jabatan yang dipegang selama dua tahun.<ref name=rmaf>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Biography/BiographySoedjatmoko.htm |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MDghef4 |title=Biography of Soedjatmoko |trans_title=Biografi Soedjatmoko |language=Inggris |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref><ref name=unu/> Tahun berikutnya dia menjadi gubernur [[International Development Research Centre]]. Pada tahun 1974, berdasarkan dokumen palsu, dia dituduh telah merencanakan [[peristiwa Malari]] yang terjadi pada bulan Januari 1974, yaitu suatu peristiwa di mana mahasiswa melakukan demonstrasi dan akhirnya massa berhuru-hara saat kunjungan oleh Perdana Menteri Jepang [[Kakuei Tanaka]]. Soedjatmoko ditahan selama dua minggu setengah untuk interogasi, dan dia tidak diizinkan meninggalkan Indonesia selama dua tahun setengah.<ref name=rmaf/>
== Kegiatan di dalam negeri ==
=== Anggota PSI ===
Sejak Indonesia baru berdiri, Koko, yang kemudian menjadi anggota [[Partai Sosialis Indonesia]] ini, terlibat dalam kegiatan internasional. Pada 1947-1951, ia anggota delegasi Indonesia di [[PBB]]. Pada [[Konferensi Asia Afrika]] (1955), ia penasihat delegasi negerinya. Berbagai pos diplomatik dipegangnya sejak 1947 sampai 1971. Pada 1969, ia menerima gelar doctor honoris causa bidang hukum dari Cedar Crest College Pennsylvania, dan pada 1970 doktor untuk bidang humaniora dari Universitas Yale, Connecticut, AS.
 
Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima [[Ramon Magsaysay Award]] for International Understanding, yang kerap disebut [[Nobel Prize]] untuk Asia.<ref name=rmaf/><ref name=unu/> Alasan mengepa penghargaan itu diberi dikutip sebagian di bawah:<blockquote>Dengan mendorong baik orang Asia maupun orang luar untuk melihat cara tradisional pedesaan yang mereka hendak memodernisir, [Sodjatmoko] membuat orang semakin sadar akan dimensi manusia yang diperlukan dalam pembangunan. [...] Tulisannya sudah menambahkan banyak pengetahuan dalam pemikiran internasional mengenai apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi salah satu tantangan terbesar masa kini; bagaimana membuat kehidupan lebih baik dan memuaskan untuk 40 persen orang Asia Tenggara dan Asia Selatan yang paling miskin.<ref name=citation>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Citation/CitationSoedjatmoko.htm |trans_title=Penetapan Soedjatmoko |language=Inggris |archiveurl=http://www.webcitation.org/66Mi06lnA |title=Citation for Soedjatmoko |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref></blockquote> Dalam menanggapi penghargaan itu, Soedjatmoko menyatakan bahwa dia merasa "rendah hati, karena kesadaran[nya] bahwa sumbangan kecil apapun yang [dia] buat masih jauh lebih kecil daripada masalah kemiskinan dan kesengsaraan manusia di Asia, dan seberapa banyak kerja yang mesti diselesaikan."<ref name=response>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Response/ResponseSoedjatmoko.htm |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MiORHYM |title=Response of Soedjatmoko |trans_title=Tanggapan Soedjatmoko |language=Indonesian |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref>
=== Pendidikan formal ===
Sekolah formalnya di [[Sekolah Tinggi Kedokteran]] terhenti karena sikapnya yang tidak mau berkompromi dengan pemerintah pendudukan Jepang. Koko lantas memencilkan diri ke [[Solo]], dan tenggelam dalam keasyikan membacai buku-buku loakan yang ia dapatkan dari [[Pasar Klewer]], Solo. Di masa pengucilan itu pula Koko, di samping menekuni buku-buku karya [[Bergson]], [[Max Scheler]], [[Karl Jasper]], dan [[Martin Heideger]], juga mempelajari mistik [[Islam]], [[Katolik]], [[India]], dan alam kebatinan Jawa. Di kota itu pula ia sempat berdialog dengan [[Ki Ageng Suryomentaram]], tokoh pemikiran Jawa.
 
==United Nations University dan kematian==
Pada akhirnya, seperti dikatakan [[Aswab Mahasin]] ketika memberikan pengantar untuk buku Koko, ''Dimensi Manusia dalam Pembangunan'' (LP3ES, 1983), ''Susah menunjukkan kotak di mana Koko berada.'' Dalam menguraikan gagasan-gagasannya, Koko memang merambah segala batasan disiplin ilmu tertentu. Pemikirannya multidimensional.
Pada tahun 1980 Soedjatmoko berpindah ke [[Tokyo]], [[Jepang]]. Pada bulan September, dia mulai berjabat sebagai rektor [[United Nations University]], menggantikan James M. Hester. Di universitas tersebut, Soedjatmoko berjasa sebagai rektor hingga tahun 1987. Di Jepang dia menerbitkan dua buku lagi, ''The Primacy of Freedom in Development'' dan ''Development and Freedom''. Dia menerima [[Asia Society Award]] pada tahun 1985, dan Universities Field Staff International Award for Distinguished Service to the Advancement of International Understanding tahun berikutnya.<ref name=unu>{{cite web |url=http://unu.edu/about/history/former-rectors/dr-soedjatmoko |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MDIpt5n |title=Dr. Soedjatmoko |language=Inggris |publisher=United Nations University |archivedate=22 March 2012 |accessdate=21 March 2012}}</ref><ref name=nytimes/> Soedjatmoko meninggal karena serangan jantung pada tanggal 21 Desember 1989, saat dia sedang memberi kuliah di [[Universitas Muhammadiyah Yogyakarta]].<ref name=nytimes>{{cite news |url=http://www.nytimes.com/1989/12/22/obituaries/soedjatmoko-67-indonesia-diplomat-and-social-scientist.html |title=Soedjatmoko, 67, Indonesia Diplomat And Social Scientist |trans_title=Soedjatmoko, 67, Duta Indonesia dan Ahli Sosial |language=Inggris |newspaper=The New York Times |date=22 December 1989 |accessdate=21 March 2012}}</ref><ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=139}}</ref>
 
==Rujukan==
Koko menjalani masa kanaknya yang pertama di Negeri [[Belanda]]. Pulang ke tanah air ketika berusia tujuh tahun, ia merasakan pedihnya diperlakukan sebagai inlander. Ayahnya -- dokter K.R.T. Saleh Mangundiningrat, ahli bedah berpendidikan Barat, yang kemudian menjadi dokter Keraton Surakarta dan sempat memimpin Universitas Islam Cokroaminoto -- jelas keluarga priayi, yang lazimnya di bawah pengaruh budaya Hindu, Islam, dan sekaligus Barat. Latar belakang ini, dan berbagai perbenturan nilai yang ia alami pada masa pertumbuhannya, menyebabkan, kata Aswab Mahasin, ''Soedjatmoko anak sejati dari perubahan.'' Koko memiliki beberapa gelar [[Doktor|Doktor Kehormatan]], masing-masing dari [[Universitas Cedar Crest]], [[Amerika Serikat|AS]] (1969); [[Universitas Yale]], [[Amerika Serikat|AS]] (1970), dan Universitas Kenegaraan Malaysia (1980).
 
== Karya ==
=== Kutipan ===
==== Soedjatmoko ====
"''Perdamaian hanya bisa langgeng bila orde internasional yang mendukungnya mampu memimpin perubahan damai secara struktural dalam dirinya sendiri. Perjuangan bagi suatu orde ekonomi internasional adalah bagian dari menjamin syarat-syarat minimal yang dibutuhkan oleh perdamaian, bersama-sama dengan keadilan sosial internasional dan martabat manusia.''" (Soedjatmoko, 1996: 219).<ref>Indra J. Piliang. ''[http://www.csis.or.id/scholars_opinion_view.asp?op_id=550&id=27&tab=0 Manusia dan perdamaian]'', artikel di [[Suara Pembaruan]], [[26 Oktober]] [[2006]]</ref>
 
==== Berhubungan dengan Soedjatmoko ====
* Soedjatmoko sebetulnya punya peluang untuk menjadi Dirjen [[UNESCO]], tapi Presiden [[Soeharto]] mirip [[Ne Win]], tidak suka ada orang Indonesia menonjol di dunia melebihi pamor Soeharto. Karena itu Indonesia malah tidak aktif mencalonkan Soedjatmoko. Karena itu jabatan Dirjen UNESCO jatuh ke tangan diplomat Senegal, [[Amadou Mahtar Mbow]] (1974-1987) yang kelak terbukti banyak melakukan praktik KKN yang memalukan Dunia Ketiga. Soedjatmoko hanya kebagian jabatan Rektor United Nations University (1980-1986), yang merupakan ''think tank'' hasil prakarsa [[U Thant]].<ref>[[Christianto Wibisono]]. ''[http://www.ham.go.id/index_HAM.asp?menu=artikel&id=719 Seandainya Soeharto Jadi Sekjen PBB]'', artikel di Media Indonesia, [[3 Januari]] [[2006]]</ref>
 
=== Karya Tulis ===
==== Tulisan Soedjatmoko ====
* ''[http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=EBFJ5819&kat=3 Menjelajah Cakrawala]'' terbitan Gramedia, ISBN 979-511-969-9
* ''[http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=EFGN2239&kat=3 Surat-surat Pribadi Soedjatmoko kepada Presiden (Jenderal) Soeharto]'', terbitan Gramedia, ISBN 979-686-974-8
* ''An Introduction to Indonesian Historiography'', Cornell University Press, [[1965]]
* '''''Permasalahan dan penelitian Kebudayaan''', suatu ceramah dan diskusi'', LRKN-LIPI, 1980
* ''Dimensi Manusia dalam Pembangunan'', [[LP3ES]], 1983
* ''Pembangunan dan Kebebasan'', [[LP3ES]], 1984
* ''Etika Pembebasan'', [[LP3ES]], 1984
 
==== Berhubungan dengan Soedjatmoko ====
* NURSAM, M. ''[http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=EFGN3802&jenis=&kat=3 Pergumulan Seorang Intelektual - Biografi Soedjatmoko]''. ISBN 979-686-691-9
* SOEDJATMOKO, Kamala Chandrakirana. [http://www.kpbooks.com/details.asp?title=Transforming+Humanity '''''Transforming Humanity''': The Visionary Writings of Soedjatmoko]''. 1994. ISBN 1-56549-026-6
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar Bibliografi==
*{{cite journal |last1=Kahin |first1=George McT. |last2=Barnett |first2=Milton L. |year=April 1990 |title=In Memoriam: Soedjatmoko, 1922&nbsp;– 1989 |journal=Indonesia |volume=49 |issue= |pages=133–140 |publisher=Cornell University's Southeast Asia Program |doi= |url=http://cip.cornell.edu/seap.indo/1107012386}}
* {{id}}[http://www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/S/ads,20030626-41,S.html Apa & Siapa Soedjatmoko, dari Pusat Data dan Analisis Tempo] <small>(memerlukan login & password)</small>
* {{en}}[http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Biography/BiographySoedjatmoko.htm Biografi Soedjatmoko di Situs Yayasan Ramon Magsaysay]
 
[[Kategori:Tokoh dari Sawahlunto]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia]]
[[Kategori:Kelahiran tahun 1922]]
 
[[Kategori:Kematian tahun 1989]]
[[en:Soedjatmoko]]
[[nl:Soedjatmoko]]

Revisi per 24 Maret 2012 00.33

Dr.
Soedjatmoko
Berkas:ImgSoedjatmoko.jpg
Soedjatmoko pada tahun 1978
LahirSoedjatmoko Mangoendiningrat
10 Januari 1922
Sawahlunto, Sumatra Barat, Hindia Belanda
Meninggal21 Desember 1989(1989-12-21) (umur 67)
Yogyakarta, Indonesia
Warga negaraIndonesia
PekerjaanDuta, akademisi
GelarAnggota Konstituante
Masa jabatan1955-1959
PendahuluDiciptakan
PenggantiDibubarkan
Partai politikPartai Sosialis Indonesia
Suami/istriRatmini Gandasubrata
Anak3 anak putri
Orang tuaSaleh Mangoendiningrat (ayah)
Isnadikin (ibu)
KerabatNugroho Wisnumurti (adik laki-laki)
Sutan Sjahrir (kakak ipar)

Soedjatmoko (lahir dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat; 10 Januari 1922 – 21 Desember 1989), juga dikenal dengan nama panggilan Bung Koko,[2] adalah seorang intelektual dan duta Indonesia.

Soedjatmoko dilahirkan dalam keluarga bangsawan di Sawahlunto, Sumatra Barat, Hindia Belanda. Setelah ke luar negeri bersama keluarga dan menyelesaikan pendidikan dasarnya, dia pergi ke Batavia (sekarang Jakarta) untuk belajar ilmu kedoktoran; di daerah kumuh, dia melihat banyak kemiskinan, yang menjadi bidang penelitian di kemudian hari. Setelah dikeluarkan dari sekolah kedoktoran oleh orang-orang Jepang pada tahun 1943 karena kegiatan politiknya, dia berpindah ke Surakarta dan menjadi doktor bersama ayahnya. Pada tahun 1947, setelah kemerdekaan Indonesia, Soedjatmoko dan dua pemuda lain dikirimkan ke Lake Success, New York, Amerika Serikat, untuk mewakili Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka mendorong pengakuan kedaulatan Indonesia di dunia luas.

Setelah kerjanya di PBB, Soedjatmoko berusaha belajar di Littauer Center milik Harvard; namun, dia terpaksa mengundurkan diri karena tekanan dari pekerjaan lain, termasuk menjadi chargé d'affaires Indonesia pertama di London, Inggris, selama tiga bulan dan mendirikan bagian politik di Kedutaan Besar Indonesia di Washington, D.C. Pada tahun 1952 dia sudah kembali ke Indonesia. Dia bergabung dengan pers sosialis dan Partai Sosialis Indonesia. Dia terpilih sebagai anggota Konstituante dan berjasa dari tahun 1955 hingga 1959; dia menikah dengan Ratmini Gandasubrata pada tahun 1958. Namun, karena pemerintah Presiden Soekarno menjadi semakin otoriter, Soedjatmoko mulai mengkritik pemerintah. Untuk menghindari penyensoran, Soedjatmoko bekerja sebagai dosen tamu di Cornell University di Ithaca, New York, selama dua tahun; selama tiga tahun setelah itu dia menganggur di Indonesia.

Setelah gagalnya Gerakan 30 September dan Soekarno digantikan Soeharto sebagai presiden Indonesia, Soedjatmoko kembali bekerja untuk negara. Pada tahun 1966 dia dikirim sebagai salah satu wakil Indonesia di PBB, dan pada tahun 1968 dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat; pada waktu yang sama dia mendapatkan beberapa gelar doktor honoris causa. Dia juga menasihati menteri luar negeri Adam Malik. Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1971, Soedjatmoko menjadi anggota beberapa wadah pemikir. Setelah peristiwa Malari pada Januari 1974, Soedjatmoko ditangkap dan diinterogasi selama dua minggu setengah karena disangka telah merencanakan protes itu. Biarpun dia akhirnya dibebaskan, selama dua tahun setengah dia tidak dapat keluar negeri. Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima Ramon Magsaysay Award for International Understanding, dan pada tahun 1980 dia diangkat sebagai rektor United Nations University di Tokyo, Jepang. Dua tahun setelah kembali dari Jepang, Soedjatmoko meninggal akibat serangan jantung di Yogyakarta.

Kehidupan awal

Soedjatmoko dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1922 di Sawahlunto, Sumatra Barat, dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat. Dia anak kedua dari Saleh Mangoendiningrat, seorang dokter Jawa keturunan bangsawan asal Madiun, dan Isnadikin, seorang ibu rumah tangga Jawa asal Ponorogo; pasangan tersebut mempunyai tiga anak lain, serta dua anak angkat.[1] Adik Soedjatmoko, Nugroho Wisnumurti, di kemudian hari juga bekerja untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).[2] Saat dia berusia dua tahun, Soedjatmoko dan keluarga berpindah ke Belanda setelah ayahnya mendapatkan beasiswa untuk belajar di sana selama lima tahun.[3] Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko melanjutkan sekolahnya di suatu sekolah dasar di Manado, Sulawesi Utara.[1]

Soedjatmoko lalu sekolah di HBS Surabaya dan lulus pada tahun 1940.[4] Sekolah itu memperkenalkan dia dengan bahasa Latin dan Yunani Kuno, dan salah satu gurunya memperkenalkan Soedjatmoko dengan kesenian Eropa; di kemudian hari Soedjatmoko menyatakan bahwa hal tersebut membuat dia melihat orang Eropa sebagai lebih dari sekadar kolonis.[1] Dia lalu lanjut ke sekolah kedokteran di Batavia (sekarang Jakarta). Saat melihat daerah kumuh Jakarta, Soedjatmoko menjadi tertarik dengan masah kemiskinan; topik tersebut ditelitinya di kemudian hari.[1] Namun, setelah Jepang menduduki Indonesia, pada tahun 1943 dia dikeluarkan dari sekolah karena kekerabatannya dengan Sutan Sjahrir – yang telah menikah kakak Soedjatmoko, Siti Wahyunah[2] – serta keterlibatannya dalam protes terhadap pendudukan Jepang.[1][4]

Setelah dikeluarkan, Soedjatmoko berpindah ke Surakarta dan membaca tentang sejarah Barat dan ilmu politik, yang memicu ketertarikannya dengan sosialisme;[4] dia juga bekerja di rumah sakit milik ayahnya. Setelah kemerdekaan Indonesia, dia diminta menjadi Wakil Kepala Bagian Pers Asing di Kementerian Penerangan.[1] Pada tahun 1946 dia dan dua sahabat mendirikan mingguan berbahasa Belanda, Het Inzicht (Di Dalam), sebagai tanggapan atas Het Uίtzicht (Pandangan) yang disponsor oleh Belanda; ini atas permintaan Sjahrir, yang sudah menjadi Perdana Menteri Indonesia. Tahun berikutnya, mereka menerbitkan jurnal sosialis Siasat, yang juga diterbitkan setiap minggu.[4][5] Dalam periode ini Soedjatmoko mulai tidak menggunakan nama Mangoendiningrat, sebab nama bapaknya itu membuat dia teringat akan aspek feudalisme dalam budaya Indonesia.[1]

Kerja di Amerka Serikat

Pada tahun 1947, Sjahrir mengirim Soedjatmoko ke New York sebagai anggota delegasi "pengamat" Indonesia di PBB.[4] Delegasi berangkat ke Amerika Serika (AS) lewat Filipina setelah tinggal di Singapura selama dua bulan; saat mereka di Filipina, Presiden Manuel Roxas menjamn bahwa mereka akan mendukung Indonesia di PBB.[1] Soedjatmoko dan kelompoknya tinggal di Lake Success, New York, yang merupakan lokasi sementara PBB pada saat itu, dan mengikuti debat mengenai pengakuan Indonesia oleh negara lain.[6] Menjelang akhir waktunya di New York, Soedjatmoko masuk di Littauer Center milik Harvard; karena pada saat itu, dia masih merupakan anggota delgasi PBB, dia harus pulang-pergi antara New York dan Boston selama tujuh bulan. Setelah dilepas dari delegasi, Soedjatmoko menghabiskan hampir satu tahun di Littauer Center; namun, selama tiga bulan dia menjadi chargé d'affaires – yang pertama untuk Indonesia – di bagian Hindia Belanda di Keduataaan Besar Belanda di London, Inggris. Dia berjabatan sementara selagi didirikan kedutaan besar Indonesia.[1]

Pada tahun 1951, Soedjatmoko pindah ke Washington D.C. untuk membentuk bagian politik di Keduataan Besar Republik Indonesia di sana;[4] dia juga menjadi Wakil Indonesia Alternat di PBB. Jadwal yang padat ini, yang memerlukan banyak perjalanan antara tiga kota, ternyata terlalu berat sehingga Soedjatmoko mengundurkan diri dari Littaur Center.[1] Pada akhir tahun 1951, dia mengundurkan diri dari pekerjaan lainnya dan pergi ke Eropa selama sembilan bulan, mencari ilham politik. Di Yugoslavia, dia bertemu dengan Milovan Djilas, yang membuatnya kagum.[1][4]

Kembali ke Indonesia

Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko sekali lagi menjadi redaktur Siasat. Pada tahun 1952, dia salah satu pendiri harian Pedoman, yang milik Partai Sosialis Indonesia (PSI); ini diikuti oleh pendirian jurnal politik Konfrontasi. Dia juga ikut serta dalam pendirian Penerbit Pembangunan, yang dia memimpin sehingga tahun 1961.[4] Soedjatmoko bergabung dengan PSI pada tahun 1955, dan terpililh sebagai anggota Konstituante pada tahun yang sama. Dia menjadi anggota Konstituante sampai dibubarkan pada tahun 1959.[4] Pada tahun 1955 pula, dia menjadi bagian delegasi Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika; dia juga mendirikan Indonesian Institute of World Affairs dan menjadi sekretaris umum selama empattahun.[7] Soedjatmoko menikah dengan Ratmini Gandasubrata pada tahun 1958. Bersama mereka mempunyai tiga anak putri.[1][8]

Menjelang akhir dasawarsa 50-an, Soedjatmoko dan Presiden Soekarno, yang awalnya mempunyai hubungan baik, berpisah jalan karena cara memerintah Soekarno yang semakin otoriter. Pada tahun 1960 Soedjatmoko menjadi salah satu pendiri Liga Demokratik, yang berusaha untuk mempromosi demokrasi di Nusantara;[1] dia juga menolak kebijakan kebijakan Demokrasi Terpimpin.[6] Ketika usaha itu gagal, Soedjatmoko kembali ke AS dan menjadi dosen tamu di Universitas Cornell, di Ithaca, New York. Ketika dia kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1962, dia mengetahui bahwa para pembesar PSI telah ditangkap, dan partai politik itu pun telah dilarang; selain itu, baik Siasat maupun Pedoman tidak diberi izin menerbit. Untuk menghindari masalah dengan pemerintah, secara suka rela Soedjatmoko menganggur. Pada tahun 1965 dia menjadi salah satu editor buku An Introduction to Indonesian Historiography.[1]

Menjadi duta besar dan kegiatan akademis

Setelah gagalnya Gerakan 30 September pada tahun 1965 dan digantikannya Soekarno oleh Soeharto sebagai Presiden Indonesia, Soedjatmoko kembali bekerja untuk pemerintah. Dia menjadi wakil ketua delegasi Indonesia pada PBB di tahun 1966, lalu pada tahun berikutnya menjadi penasihat, baik untuk delegasi itu maupun Menteri Luar Negeri Adam Malik. Tahun itu dia juga menjadi anggota International Institute for Strategic Studies, sebuah wadah pemikir di London. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1968, dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, sebuah jabatan yang dia pegang sehingga tahun 1971. Selama menjadi duta besar, Soedjatmoko menerima beberapa doktorat honoris causa dari beberapa universitas Amerika, termasuk Cedar Crest College pada tahun 1969 dan Yale pada tahun 1970. Dia juga menerbitkan satu buku lagi, Southeast Asia Today and Tomorrow (1969).[1]

Soedjatmoko kembali ke Indonesia pada tahun 1971; setelah kembali, dia menjadi Penasihat Khusus Urusan Budaya dan Sosial untuk Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tahun yang sama, dia menjadi anggota dewan International Institute for Environment and Development, yang berada di London; dia memegang jabatan tersebut sampai tahun 1976.[1] Pada tahun 1972 Soedjatmoko terpilih sebagai anggota dewan direktur Ford Foundation, jabatan yang dia pegang selama dua belas tahun. Pada tahun yang sama dia menjadi gubernur Asian Institute of Management, suatu jabatan yang dipegang selama dua tahun.[1][5] Tahun berikutnya dia menjadi gubernur International Development Research Centre. Pada tahun 1974, berdasarkan dokumen palsu, dia dituduh telah merencanakan peristiwa Malari yang terjadi pada bulan Januari 1974, yaitu suatu peristiwa di mana mahasiswa melakukan demonstrasi dan akhirnya massa berhuru-hara saat kunjungan oleh Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka. Soedjatmoko ditahan selama dua minggu setengah untuk interogasi, dan dia tidak diizinkan meninggalkan Indonesia selama dua tahun setengah.[1]

Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima Ramon Magsaysay Award for International Understanding, yang kerap disebut Nobel Prize untuk Asia.[1][5] Alasan mengepa penghargaan itu diberi dikutip sebagian di bawah:

Dengan mendorong baik orang Asia maupun orang luar untuk melihat cara tradisional pedesaan yang mereka hendak memodernisir, [Sodjatmoko] membuat orang semakin sadar akan dimensi manusia yang diperlukan dalam pembangunan. [...] Tulisannya sudah menambahkan banyak pengetahuan dalam pemikiran internasional mengenai apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi salah satu tantangan terbesar masa kini; bagaimana membuat kehidupan lebih baik dan memuaskan untuk 40 persen orang Asia Tenggara dan Asia Selatan yang paling miskin.[6]

Dalam menanggapi penghargaan itu, Soedjatmoko menyatakan bahwa dia merasa "rendah hati, karena kesadaran[nya] bahwa sumbangan kecil apapun yang [dia] buat masih jauh lebih kecil daripada masalah kemiskinan dan kesengsaraan manusia di Asia, dan seberapa banyak kerja yang mesti diselesaikan."[9]

United Nations University dan kematian

Pada tahun 1980 Soedjatmoko berpindah ke Tokyo, Jepang. Pada bulan September, dia mulai berjabat sebagai rektor United Nations University, menggantikan James M. Hester. Di universitas tersebut, Soedjatmoko berjasa sebagai rektor hingga tahun 1987. Di Jepang dia menerbitkan dua buku lagi, The Primacy of Freedom in Development dan Development and Freedom. Dia menerima Asia Society Award pada tahun 1985, dan Universities Field Staff International Award for Distinguished Service to the Advancement of International Understanding tahun berikutnya.[5][8] Soedjatmoko meninggal karena serangan jantung pada tanggal 21 Desember 1989, saat dia sedang memberi kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.[8][10]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t "Biography of Soedjatmoko" (dalam bahasa Inggris). Ramon Magsaysay Award Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 March 2012. Diakses tanggal 22 March 2012. 
  2. ^ a b c "Contemplating Soedjatmoko's Thought about Intellectuals" (dalam bahasa Inggris). Universitas Gadjah Mada. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 March 2012. Diakses tanggal 23 March 2012. 
  3. ^ Kahin & Barnett 1990, hlm. 133
  4. ^ a b c d e f g h i Kahin & Barnett 1990, hlm. 134
  5. ^ a b c d "Dr. Soedjatmoko" (dalam bahasa Inggris). United Nations University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 March 2012. Diakses tanggal 21 March 2012. 
  6. ^ a b c "Citation for Soedjatmoko" (dalam bahasa Inggris). Ramon Magsaysay Award Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 March 2012. Diakses tanggal 22 March 2012. 
  7. ^ Kahin & Barnett 1990, hlm. 134–135
  8. ^ a b c "Soedjatmoko, 67, Indonesia Diplomat And Social Scientist". The New York Times (dalam bahasa Inggris). 22 December 1989. Diakses tanggal 21 March 2012. 
  9. ^ "Response of Soedjatmoko" (dalam bahasa Indonesian). Ramon Magsaysay Award Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 March 2012. Diakses tanggal 22 March 2012. 
  10. ^ Kahin & Barnett 1990, hlm. 139

Bibliografi