Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 228: Baris 228:


=== Citra ===
=== Citra ===
Hamka dikenal sebagai seorang humanis yang rendah hati, membawa khutbah dan pidato yang memikat. Ceramah-ceramahnya dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah. [[Abdurrahman Wahid]] menulis, penyampaian Hamka dalam masalah keagamaan "sangat menawan" dan "menghanyutkan".{{sfn|Wahid|1996|pp=19-51}} Penulis Malaysia [[:ms:Muhammad Uthman El Muhammady|Muhammad Uthman El Muhammady]] mencatat, Hamka sebagai pemikir yang berpegang teguh pada pendapat yang diyakininya, tetapi "mengutarakan argumennya dengan gaya yang elegan". Ia mengutamakan silaturahmi ketimbang meributkan perbedaan tak berprinsip. Shobahussurur dari [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta]] mengutip bagaimana penerimaan Hamka terhadap perbedaan paham dalam perkara cabang agama. Ketika [[Abdullah Syafi'i|Abdullah Syafii]] hendak menyampaikan khutbah di Masjid Agung Al-Azhar, Hamka mempersilakan azan di masjid itu dilakukan dua kali sebagaimana tradisi di kalangan [[Nahdatul Ulama]] (NU). Dalam perjalanan di kapal bersama [[Idham Chalid|Idham Cholid]] yang [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua PBNU]], Hamka mengimami salat Subuh dengan membaca [[Qunut|doa qunut]]. Pada Ramadhan pertama setelah Masjid Al-Azhar dibuka, Hamka terlebih dulu memberi pilihan kepada jemaah untuk shalat Tarawih dan Witir 11 atau 23 rakaat.
Hamka dikenal sebagai seorang humanis yang rendah hati, membawa khutbah dan pidato yang memikat. Ceramah-ceramahnya dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah. [[Abdurrahman Wahid]] menulis, penyampaian Hamka dalam masalah keagamaan "sangat menawan" dan "menghanyutkan".{{sfn|Wahid|1996|pp=19-51}} Penulis Malaysia [[:ms:Muhammad Uthman El Muhammady|Muhammad Uthman El Muhammady]] mencatat, Hamka sebagai pemikir yang berpegang teguh pada pendapat yang diyakininya, tetapi "mengutarakan argumennya dengan gaya yang elegan". Ia mengutamakan silaturahmi ketimbang meributkan perbedaan tak berprinsip. Shobahussurur dari [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta]] mengutip bagaimana penerimaan Hamka terhadap perbedaan paham dalam perkara cabang agama. Ketika [[Abdullah Syafi'i|Abdullah Syafii]] hendak menyampaikan khutbah di Masjid Agung Al-Azhar, Hamka mempersilakan azan di masjid itu dilakukan dua kali sebagaimana tradisi di kalangan [[Nahdatul Ulama]] (NU). Dalam perjalanan di kapal bersama [[Idham Chalid|Idham Cholid]] yang [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua PBNU]], Hamka mengimami salat Subuh dengan membaca [[Qunut|doa qunut]]. Pada Ramadhan pertama setelah Masjid Al-Azhar dibuka, Hamka terlebih dulu memberi pilihan kepada jemaah untuk shalat Tarawih dan Witir 11 atau 23 rakaat.


Menurut putra ke-5 Hamka, [[Irfan Hamka|Irfan]], Hamka berusaha menghindari konflik dengan siapapun.{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Namun, dalam masalah aqidah, "Ayah memang tidak pernah bisa berkompromi. Tapi dalam masalah-masalah lain, Ayah sangat toleran."{{sfn|Irfan|2013|pp=254}} Selain memilih mengundurkan diri sebagai Ketua MUI dibandingkan mencabut fatwa keharaman merayakan Natal bagi umat Islam sebagaimana tuntutan pemerintah, Hamka menolak menghadiri pertemuan ramah-tamah dengan [[Paus Paulus VI]] ketika berkunjung ke Indonesia pada 3–4 Desember 1970. "Bagaimana saya bisa bersilaturahmi..., sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?"{{sic}}{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Meskipun demikian, menurut Irfan pula, Hamka masih mengucapkan selamat Natal kepada dua tetangga Kristen-nya yang bernama Ong Liong Sikh dan Reneker saat tinggal di [[Kebayoran Baru]].<ref>[http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/12/23/nh0yp6-irfan-hamka-buya-ucapkan-selamat-natal Irfan Hamka: Buya Ucapkan Selamat Natal] - Republika</ref>
Menurut putra ke-5 Hamka, [[Irfan Hamka|Irfan]], Hamka berusaha menghindari konflik dengan siapapun.{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Namun, dalam masalah aqidah, "Ayah memang tidak pernah bisa berkompromi. Tapi dalam masalah-masalah lain, Ayah sangat toleran."{{sfn|Irfan|2013|pp=254}} Selain memilih mengundurkan diri sebagai Ketua MUI dibandingkan mencabut fatwa keharaman merayakan Natal bagi umat Islam sebagaimana tuntutan pemerintah, Hamka menolak menghadiri pertemuan ramah-tamah dengan [[Paus Paulus VI]] ketika berkunjung ke Indonesia pada 3–4 Desember 1970. "Bagaimana saya bisa bersilaturahmi..., sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?"{{sic}}{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Meskipun demikian, menurut Irfan pula, Hamka masih mengucapkan selamat Natal kepada dua tetangga Kristen-nya yang bernama Ong Liong Sikh dan Reneker saat tinggal di [[Kebayoran Baru]].<ref>[http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/12/23/nh0yp6-irfan-hamka-buya-ucapkan-selamat-natal Irfan Hamka: Buya Ucapkan Selamat Natal] - Republika</ref>