Lompat ke isi

Etnografi siber: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-detil +detail , - detil + detail)
Baris 31: Baris 31:
Penjabaran tersebut mengarahkan bahwa etnografi merupakan penelitian yang bersifat menyeluruh, integratif, dan berusaha menghadirkan visi kebudayan berdasarkan ''native’s point of view'' (Spradley, 1997). Karakteristik yang mendorong peneliti perlu menyediakan ruang dan waktu yang lama untuk hadir bahkan terlibat dalam kehidupan subyek penelitiannya (Neuman, 2013). Hal ini harus ditempuh agar peneliti dapat memperoleh sudut pandang budaya yang utuh berdasarkan ''native’s point of view.'' Tidak mudah peneliti dapat memperoleh hal tersebut, jika hanya mewawancarai atau bergaul dalam waktu yang relatif singkat dengan subyek penelitian. Ia takkan mendapatkan kedalaman data karena tidak ikut merasakan suasana kebatinan dan masuk ke dalam alam pikir subyek penelitiannya tersebut.
Penjabaran tersebut mengarahkan bahwa etnografi merupakan penelitian yang bersifat menyeluruh, integratif, dan berusaha menghadirkan visi kebudayan berdasarkan ''native’s point of view'' (Spradley, 1997). Karakteristik yang mendorong peneliti perlu menyediakan ruang dan waktu yang lama untuk hadir bahkan terlibat dalam kehidupan subyek penelitiannya (Neuman, 2013). Hal ini harus ditempuh agar peneliti dapat memperoleh sudut pandang budaya yang utuh berdasarkan ''native’s point of view.'' Tidak mudah peneliti dapat memperoleh hal tersebut, jika hanya mewawancarai atau bergaul dalam waktu yang relatif singkat dengan subyek penelitian. Ia takkan mendapatkan kedalaman data karena tidak ikut merasakan suasana kebatinan dan masuk ke dalam alam pikir subyek penelitiannya tersebut.


''Ethnography is about revealing context and thus complexity. The potential of this method lies not in a reduction of complexity, not in the construction of models, but in what Geertz calls "thick description”'' Wittel dalam (Kozinets, 1998). ''Thick description'' menjadi hal yang tidak dapat diabaikan dalam hal ini (Geertz, 1992). Peneliti perlu berusaha meraih setiap detil dari subyek yang diteliti (Neuman, 2013). Setiap detil mengandung makna. Bahkan hal yang belum diperhitungkan dapat memiliki arti besar dan mendalam dalam kehidupan subyek penelitian (Geertz, 1992). Peneliti tidak boleh berhenti pada nilai—nilai yang tampak dipermukaan, melainkan perlu mengejar hingga menyingkap tabir makna yang diharapkan oleh para pemilik kultur (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997).
''Ethnography is about revealing context and thus complexity. The potential of this method lies not in a reduction of complexity, not in the construction of models, but in what Geertz calls "thick description”'' Wittel dalam (Kozinets, 1998). ''Thick description'' menjadi hal yang tidak dapat diabaikan dalam hal ini (Geertz, 1992). Peneliti perlu berusaha meraih setiap detail dari subyek yang diteliti (Neuman, 2013). Setiap detail mengandung makna. Bahkan hal yang belum diperhitungkan dapat memiliki arti besar dan mendalam dalam kehidupan subyek penelitian (Geertz, 1992). Peneliti tidak boleh berhenti pada nilai—nilai yang tampak dipermukaan, melainkan perlu mengejar hingga menyingkap tabir makna yang diharapkan oleh para pemilik kultur (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997).


Hal tersebut baru dapat muncul ketika penelitian ini dapat menghadirkan interaksi individu pemlik kultur tersebut dalam keadan yang alamiah (Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Upaya tersebut tampak dari kemampuan peneliti mengali dan menyampaikan tata perilaku yang menjadi kekhususan seta mengaitkannya dengan identitas budaya yang dimilikinya. Hubungan tersebut merupakan hasil jalinan antara perilaku, bahasa, dan artefak anggota pemilik kebudayaan tersebut (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Ketiga elemen tersebut merupakan sajian budaya yang dapat membantu peneliti menyajikan visi kultural masyarakat tersebut.
Hal tersebut baru dapat muncul ketika penelitian ini dapat menghadirkan interaksi individu pemlik kultur tersebut dalam keadan yang alamiah (Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Upaya tersebut tampak dari kemampuan peneliti mengali dan menyampaikan tata perilaku yang menjadi kekhususan seta mengaitkannya dengan identitas budaya yang dimilikinya. Hubungan tersebut merupakan hasil jalinan antara perilaku, bahasa, dan artefak anggota pemilik kebudayaan tersebut (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Ketiga elemen tersebut merupakan sajian budaya yang dapat membantu peneliti menyajikan visi kultural masyarakat tersebut.


Creswell (2013) menjelaskan ada enam inti elemen yang harus ada dalam penelitian etnografi. ''Pertama,'' penelitian etnografi harus menyajikan penjelasan yang detil. ''Kedua,'' penyampaian laporan penelitian ini mengalir seperti sedang bercerita/''story telling''. ''Keempat, '' penelitian ini menggali topik-topik kultural yang berkaitan dengan perlikau dan peran dalam masyarakat. ''Kelima,'' laporan penelitian ini menyajikan pendekatan konstruktivis. ''Keenam,'' peneliti bukan merupakan agen perubahan yang bersifat emansipatoris, melainkan menyajikan visi masyarakat berdasarkat cara pandangnya.
Creswell (2013) menjelaskan ada enam inti elemen yang harus ada dalam penelitian etnografi. ''Pertama,'' penelitian etnografi harus menyajikan penjelasan yang detail. ''Kedua,'' penyampaian laporan penelitian ini mengalir seperti sedang bercerita/''story telling''. ''Keempat, '' penelitian ini menggali topik-topik kultural yang berkaitan dengan perlikau dan peran dalam masyarakat. ''Kelima,'' laporan penelitian ini menyajikan pendekatan konstruktivis. ''Keenam,'' peneliti bukan merupakan agen perubahan yang bersifat emansipatoris, melainkan menyajikan visi masyarakat berdasarkat cara pandangnya.


Hammersley and Atkinson (2007) mengemukakan ada empat karakteristik yang dimiliki oleh penelitian entnografi. ''Pertama,'' keduanya berkesimpulan bahwa penelitian etnografi lebih mengarah kepada eksplorasi bukan merujuk kepada pengujian hipotesis tertentu. ''Kedua,'' Atkinson dan Hammersley memandang bahwa etnografi bukan penelitian yang terstruktur seperti dalam paradigma positivis, sehingga peneliti tidak menentukan kategori-kategori ketika sebelum memulai penelitian. Kategorisasi tercipta dari data yang dikumpulkan peneliti. ''Ketiga,'' penelitian memberikan kepada sebuah kasus tertentu dengan mendalam. ''Keempat,'' peneliti tidak terlalu memberikan perhatian kepada data statistik dan kuantitatif, menginterpretasi makna baik yang hadir dalam berbagai tindakan manusia dan produknya,
Hammersley and Atkinson (2007) mengemukakan ada empat karakteristik yang dimiliki oleh penelitian entnografi. ''Pertama,'' keduanya berkesimpulan bahwa penelitian etnografi lebih mengarah kepada eksplorasi bukan merujuk kepada pengujian hipotesis tertentu. ''Kedua,'' Atkinson dan Hammersley memandang bahwa etnografi bukan penelitian yang terstruktur seperti dalam paradigma positivis, sehingga peneliti tidak menentukan kategori-kategori ketika sebelum memulai penelitian. Kategorisasi tercipta dari data yang dikumpulkan peneliti. ''Ketiga,'' penelitian memberikan kepada sebuah kasus tertentu dengan mendalam. ''Keempat,'' peneliti tidak terlalu memberikan perhatian kepada data statistik dan kuantitatif, menginterpretasi makna baik yang hadir dalam berbagai tindakan manusia dan produknya,