Lompat ke isi

Seri Rambai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-detil +detail )
HaEr48 (bicara | kontrib)
rapikan awal
Baris 5: Baris 5:
[[Berkas:Seri-rambai-cannon-penang.jpg|280px|jmpl|Meriam ''Seri Rambai'' di [[Benteng Cornwallis]], [[George Town, Penang|George Town]], [[Penang]], [[Malaysia]].]]
[[Berkas:Seri-rambai-cannon-penang.jpg|280px|jmpl|Meriam ''Seri Rambai'' di [[Benteng Cornwallis]], [[George Town, Penang|George Town]], [[Penang]], [[Malaysia]].]]


'''''Seri Rambai''''' adalah sebuah meriam Belanda abad ke-17 yang disimpan di [[Benteng Cornwallis]] di [[George Town, Penang|George Town]], sebuah [[Situs Warisan Dunia]] UNESCO dan ibukota negara bagian Malaysia [[Penang]]. Meriam tersebut merupakan meriam kuningan terbesar di [[Malaysia]]; sejarahnya diperbincangkan di ''[[Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society]]''.
'''''Seri Rambai''''' adalah sebuah meriam Belanda abad ke-17 yang kini berada di [[Benteng Cornwallis]] di [[George Town, Penang|George Town]], sebuah [[Situs Warisan Dunia]] UNESCO dan ibukota negara bagian [[Penang]], Malaysia. Meriam tersebut merupakan meriam perunggu terbesar di [[Malaysia]], diperbincangkan dalam berbagai legenda dan ramalan maupun sebagai simbol kesuburan.


Sejarah meriam tersebut di [[Selat Malaka]] dimulai pada awal 1600an ketika para pejabat [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] mempersembahkannya kepada [[Sultan Johor]] dalam rangka mengembalikan izin dagang. Kurang dari sepuluh tahun kemudian, Johor dihancurkan, sultan tertangkap dan ''Seri Rambai'' dibawa ke [[Kesultanan Aceh|Aceh]]. Menjelang akhir abad kedelapan belas, meriam tersebut dikirim ke [[Selangor]] dan ditempatkan di sebelah salah satu benteng atas bukti kota tersebut. Pada 1971, para bajak laut merebut sebuah [[kapal jung]] Penang, membunuh para penumpang dan krunya, dan membawa kapal curian tersebut ke Selangor. [[Negeri-Negeri Selat|Pemerintah kolonial Inggris]] menanggapinya dengan membakar kota tersebut, menghancurkan bentengnya dan menyita ''Seri Rambai''. Menurut legenda, meriam tersebut ditenggelamkan dalam laut lepas George Town dan ditinggalkan selema beberpaa tahun sebelum diangkat oleh seorang bangsawan Selangor. Meriam tersebut aslinya disimpan di Esplanade, Penang; pada 1950an, meriam tersebut dipindahkan ke pelataran Benteng Cornwallis.
Meriam tersebut muncul di [[Selat Malaka]] awal 1600an, saat [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) mempersembahkannya kepada [[Sultan Johor]] demi mendapatkan konsesi dagang. Pada tahun 1613, [[Kesultanan Aceh]] menyerang dan menghancurkan Johor, menawan Sultannya dan membawa ''Seri Rambai'' ke Aceh. Menjelang akhir abad kedelapan belas, meriam tersebut dikirim oleh Aceh ke [[Selangor]] dan ditempatkan di sebelah salah satu benteng atas bukti kota tersebut. Pada 1971, [[Negeri-Negeri Selat|Pemerintah kolonial Britania]] (Inggris) menyerang Selangor sebagai balasan atas serangan bajak laut. Britania membakar kota tersebut, menghancurkan bentengnya dan merampas ''Seri Rambai''. Meriam tersebut aslinya disimpan di Esplanade di George Town; pada 1950an, meriam tersebut dipindahkan ke pelataran Benteng Cornwallis.


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Asia Tenggara diwarnai dengan kisah-kisah sejarah meriam: beberapa dikatakan memiliki kekuatan supranatural; beberapa dihormati karena signifikansi kebudayaan dan spiritual mereka; yang lainnya dikenal karena hadir di momen-momen penting dalam sejarah wilayahnya.{{sfnm|Andaya|1992|1pp=48–49|Watson Andaya|2011|2pp=26–28}} ''[[Hmannan Yazawin|Kronik Istana Kaca]]'' dari Burma mencatat sebuah kisah tentang [[Perang Burma-Siam (1765–1767)|Perang Burma-Siam]] (1765–1767) yang mengilustrasikan properti-properti ilahi yang menyebut meriam tertentu. Setelah upaya mengulang serangan-serangan Burma di [[Kerajaan Ayutthaya|ibukota Siam]] mengalami kegagalan, Raja Siam memerintahkan agar jiwa penjaga kota tersenbut, sebuah meriam besar bernama ''Dwarawadi'', dipakai untuk mengambat pergerakan. Meriam tersebut dihormati secara seremonial dan diarahkan ke kamp musuh, namun tembakannya salah sasaran. Khawatir penjaga kota tersebut hengkang, para pejabat raja memutuskan untuk menyerahkan kedaulatan mereka.{{sfnm|Phraison Salarak|1914–1915|1pp=47–48}}{{efn|Meriam lain dari [[Kerajaan Ayutthaya|periode Ayuthaya]] Thailand adalah ''Phra Phirun'', yang tercatat dalam ''Kronik Kerajaan Ayuthaya''. Ceritanya mengisahkan soal bagaimana Raja [[Narai]]berusaha untuk mendemonstrasikan pengerahan luang dari teman dekat dan orang kepercayaannya, [[Constantine Phaulkon|Constance Phaulkon]]. Raja memerintahkan para abdinya untuk memastikan berat meriam agar sesuai dengan yang mereka inginkan. Anggota bangsawan tersebut membicarakan permintaan raja dan membuat sebuah set dari skala berat. Niatan tersebut berakhir dengan kegagalan Phaulkon menyelesaikan masalah tersebut dengan menawarkan meriam tersebut dan menandai tanda air pada sisi perahunya. Ia kemudian mengganti meriam tersebut dengan batu dan bata sampai tawaran jatuh pada tingkat yang sama. Berdasarkan berat batu dan bata, ia dapat menhitung berat meriam tersebut. Kurang dari seabad kemudian, ''Phra Phirun'' hancur saat perang Burma-Siam.{{sfnm|Sewell|1922|1pp=22–23}}}}
Asia Tenggara diwarnai dengan kisah-kisah sejarah meriam: ada yang dikatakan memiliki kekuatan supranatural; ada yang dihormati karena memiliki arti spiritual dan budaya; ada yang dikenal hadir dalam momen-momen penting sejarah.{{sfnm|Andaya|1992|1pp=48–49|Watson Andaya|2011|2pp=26–28}} ''[[Hmannan Yazawin|Kronik Istana Kaca]]'' dari Burma mencatat sebuah kisah tentang [[Perang Burma-Siam (1765–1767)|Perang Burma-Siam]] (1765–1767) yang mengilustrasikan sifat-sifat supranatural meriam tertentu. Setelah upaya mengulang serangan-serangan Burma di [[Kerajaan Ayutthaya|ibukota Siam]] mengalami kegagalan, Raja Siam memerintahkan agar "roh penjaga" kota tersenbut, sebuah meriam besar bernama ''Dwarawadi'', digunakan untuk mengambat pergerakan miusuh. Sebuah upacara diadakan untuk memasang dan mengarahkan meriam tersebut, namun mesiunya gagal meledak. Khawatir karena telah diabaikan sang roh penjaga, para petinggi kerajaan memohon agar sang raja menyerah saja.{{sfnm|Phraison Salarak|1914–1915|1pp=47–48}}{{efn|Meriam lain dari [[Kerajaan Ayutthaya|periode Ayuthaya]] Thailand adalah ''Phra Phirun'', yang tercatat dalam ''Kronik Kerajaan Ayuthaya''. Ceritanya mengisahkan soal bagaimana Raja [[Narai]]berusaha untuk mendemonstrasikan pengerahan luang dari teman dekat dan orang kepercayaannya, [[Constantine Phaulkon|Constance Phaulkon]]. Raja memerintahkan para abdinya untuk memastikan berat meriam agar sesuai dengan yang mereka inginkan. Anggota bangsawan tersebut membicarakan permintaan raja dan membuat sebuah set dari skala berat. Niatan tersebut berakhir dengan kegagalan Phaulkon menyelesaikan masalah tersebut dengan menawarkan meriam tersebut dan menandai tanda air pada sisi perahunya. Ia kemudian mengganti meriam tersebut dengan batu dan bata sampai tawaran jatuh pada tingkat yang sama. Berdasarkan berat batu dan bata, ia dapat menhitung berat meriam tersebut. Kurang dari seabad kemudian, ''Phra Phirun'' hancur saat perang Burma-Siam.{{sfnm|Sewell|1922|1pp=22–23}}}}


Slaah satu simbol fertilitas terkenal di [[Jakarta]] adalah [[Meriam Si Jagur]], sebuah meriam Portugis yang dipamerkan di sebelah [[Museum Fatahillah]].{{sfnm|Samodro|2011|1pp=193–199|Gibson-Hill|1953|2p=161|}} Penulis [[Aldous Huxley]] menyebut meriam tersebut sebagai "Tuhan prostat" yang wanita butuhkan, duduk bersila dan berdoa untuk anak-anak.{{sfnm|Huxley|1926|1pp=205–207}} Sebuah meriam berada di dekat halaman gedung [[Kementerian Pertahanan (Thailand)|Kementerian Pertahanan Thailand]] di [[Bangkok]] yang dikenal sebagai ''[[Phaya Tani]]'', sebuah meriam yang direbut dari [[Kerajaan Pattani|Kesultanan Pattani]] pada 1785.{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Sewell|1922|2pp=15–17}} Meriam tersebut merupakan sebuah simbol identitas kebudayaan di Pattani dan esensi menonjol yang hilang yang disebabkan oleh perampasannya masih terasa sampai sekarang: saat Bangkok menolak untuk mengembalikan meriam tersebut dan sebagai gantinya mengirim sebuah replika pada tahun 2013, para terduga pemberontak mengebom replikanya sembilan hari kemudian.{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Replica Cannon Bombed Nine Days After its Installation (''Isranews Agency'')|2013|}}
Di [[Jakarta]] adalah, [[Meriam Si Jagur]], sebuah meriam Portugis yang dipamerkan di sebelah [[Museum Fatahillah]], adalah sebuah simbol kesuburan.{{sfnm|Samodro|2011|1pp=193–199|Gibson-Hill|1953|2p=161|}} Penulis [[Aldous Huxley]] pada tahun 1926 menyebut meriam tersebut sebagai "Dewa Bersujud" yang dibelai, diduduki dan dimintai doa oleh wanita yang ingin memiliki anak.{{sfnm|Huxley|1926|1pp=205–207}} Ada pula meriam ''[[Phaya Tani]] yang b''erada di dekat halaman gedung [[Kementerian Pertahanan (Thailand)|Kementerian Pertahanan Thailand]] di [[Bangkok]]. Meriam ini direbut dari [[Kerajaan Pattani|Kesultanan Pattani]] pada 1785,{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Sewell|1922|2pp=15–17}} dan merupakan sebuah simbol identitas budaya di Pattani. Rasa kehilangan akibat dirampasnya meriam ini masih terasa di Pattani sampai sekarang: saat Bangkok menolak untuk mengembalikan meriam tersebut dan malah mengirim sebuah replika pada tahun 2013, para pengebom yang diduga pemberontah menghancurkan replika tersebut sembilan hari kemudian.{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Replica Cannon Bombed Nine Days After its Installation (''Isranews Agency'')|2013|}}


== ''Seri Rambai'' ==
== ''Seri Rambai'' ==