Sri Paññāvaro Mahāthera: Perbedaan antara revisi
Tampilan
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perbaikan ejaan Universitas Gadjah Mada Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
memperbaiki, sebagian besar isi menyadur dari website Samagiphala, ini dihapus dulu dan sementara dikembangkan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox person |
|||
'''Bhikku Pannavaro''' (dikenal juga sebagai '''Bhante Panyavaro''') adalah salah satu [[Bhikku]] yang berasal dari [[Indonesia]]. Ia menjadi 'biksu' pioneer dalam sejarah Agama Buddha pada abad ke-19 di Indonesia. Ia mendirikan [[Vihara Mendut]] pada tahun 1977, yang kelak menjadi sebuah [[vihara]] yang menjadi sejarah penting umat Buddha di Indonesia. Ia menerima tahbisan pada 21 Februari 1977 di [[Bangkok]], [[Thailand]]. |
|||
| name = Sri Paññavaro Mahathera |
|||
| image = |
|||
| image_size = |
|||
| alt = |
|||
| caption = |
|||
⚫ | |||
| birth_date = {{Birth date and age|1954|07|22}} |
|||
⚫ | |||
| death_date = |
|||
| death_place = |
|||
| nationality = Indonesia |
|||
| other_names = Bhante Paññavaro |
|||
| occupation = Bikkhu, tokoh agama Buddha, Kepala Sangha Theravada Indonesia, Kepala Vihara Mendut Magelang |
|||
| years_active = |
|||
| known_for = |
|||
| notable_works = [[Vihara Mendut]] |
|||
}} |
|||
'''Bhikku Paññavaro''' atau dikenal juga sebagai '''Sri Paññavaro Mahathera''' adalah [[Bhikku]] [[Indonesia]]. Ia merupakan tokoh penting dalam perkembangan sejarah Agama Buddha pada abad ke-19 di Indonesia. Ia merupakan pendiri bersama Konferensi Agung Sangha Indonesia (All Indonesia Conference of Sangha) |
|||
⚫ | |||
Selain itu, ia juga dikenal sebagai pendiri [[Vihara Mendut]] pada tahun 1977. |
|||
'''<u>''Biodata Singkat''</u>''' |
|||
⚫ | |||
Nama: Sri Pannyavaro Mahathera |
|||
==Kehidupan awal dan keluarga== |
|||
⚫ | |||
⚫ | Bhikku Paññavaro lahir di Blora. Kakek dari ibunya adalah seorang [[Kapitan Tionghoa]]. Oleh karena seorang kapitan adalah sesepuh masyarakat, maka beliau dianggap sesepuh di klenteng. Waktu itu tugas kapiten mengurus berbagai macam hal, termasuk upacara agama. Tidak hanya Lo Cu, kalau kapitan datang sembahyang di klenteng, tambur juga harus di pukul. Setelah jaman Belanda, meskipun sudah tidak menjadi kapitan, masyarakat tetap menganggap beliau sebagai sesepuh. Karena pengaruh dari kakeknya, ibu Paññavaro saya tidak dekat dengan agama Kristen, meskipun bersekolah di sekolah Belanda. Ayah Paññavaro juga tidak pernah dekat dengan agama Kristen. Sehingga anak-anaknya menjadi umat klenteng, meskipun tidak mengerti apa yang diajarkan. Orangtuanya menjadi pengurus klenteng ketika ia duduk di akhir SMP atau awal SMA. |
||
⚫ | Ia mengenal ajaran Agama Buddha dari guru sejarah SMP, Bapak Suprapto, ketika saya duduk di kelas 1. Memang sebelumnya saya sudah mendengar adanya ajaran Buddha tetapi tidak mengetahui apa yang diajarkan. Pak Suprapto adalah orang yang pertama kali menjelaskan apa yang diajarkan oleh Agama Buddha, tentang Empat Kesunyataan Mulia, Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan sebagainya. Sejak itu saya tertarik dan merasa cocok dengan ajaran Agama Buddha karena merasa ajaran Agama Buddha sangat logis dan jelas sekali inti ajarannya. |
||
⚫ | |||
⚫ | Di tahun 1965, ketika saya kelas satu SMP, terjadi G 30 S. Waktu itu terjadi perubahan kurikulum sehingga saya duduk di SMP kelas satu selama satu setengah tahun. Semua orang harus menentukan agama apa yang dianut. Sebelumnya agama tidak menjadi keharusan. Lalu saya mulai ikut kebaktian pada hari Minggu jam empat sore di Klenteng [[Hok Tik Bio Blora]]. Klenteng itu dipakai untuk kebaktian Agama Buddha. Di sana terdapat altar Sang Buddha. |
||
Tanggal Lahir: 22 Juli 1954 |
|||
Alamat tinggal: Vihara Mendut (Depan Candi Mendut), Desa Mendut, Kota Mungkid, Kotakpos 111, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia 56501. Telp [tel:0293 788236 0293 788236], Fax [tel:0293 788404 0293 788404] |
|||
Pendidikan Akhir: Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1972-1975) |
|||
'''''<u>Mengenal Ajaran Buddha</u>''''' |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Di tahun 1965, ketika saya kelas satu SMP, terjadi G 30 S. Waktu itu terjadi perubahan kurikulum sehingga saya duduk di SMP kelas satu selama satu setengah tahun. Semua orang harus menentukan agama apa yang dianut. Sebelumnya agama tidak menjadi keharusan. Lalu saya mulai ikut kebaktian pada hari Minggu jam empat sore di Klenteng Hok Tik Bio Blora. Klenteng itu dipakai untuk kebaktian Agama Buddha. Di sana terdapat altar Sang Buddha. |
||
Pada tahun 1967, beberapa bulan setelah mengikuti kebaktian , Bhante Narada Mahathera datang ke Blora. Beliau adalah bhikkhu pertama yang saya lihat dalam kehidupan saya. Dari Beliaulah saya menjadi upasaka dengan nama Tejavanto. Pada awal suatu ceramah, beliau mengajukan pertanyaan-pertanyaan Dhamma. Kepada yang bisa menjawab—terutama generasi muda dan anak-anak—beliau memberi hadiah, antara lain kartupos Buddhis atau buku-buku Dhamma kecil. |
Pada tahun 1967, beberapa bulan setelah mengikuti kebaktian , Bhante Narada Mahathera datang ke Blora. Beliau adalah bhikkhu pertama yang saya lihat dalam kehidupan saya. Dari Beliaulah saya menjadi upasaka dengan nama Tejavanto. Pada awal suatu ceramah, beliau mengajukan pertanyaan-pertanyaan Dhamma. Kepada yang bisa menjawab—terutama generasi muda dan anak-anak—beliau memberi hadiah, antara lain kartupos Buddhis atau buku-buku Dhamma kecil. |
||
Baris 47: | Baris 53: | ||
Setelah saya menjadi bhikkhu, harapan orangtua yang dahulu meminta saya untuk studi dulu, menunda menjadi samanera, yang dahulu saya anggap sebagai penghalang cita-cita luhur menjadi bhikkhu, sekarang saya membuktikan bahwa harapan orangtua itu ternyata sangat berguna sekali. Dengan pengetahuan yang meskipun tidak banyak—yang saya dapat pada waktu menjadi mahasiswa di fakultas psikologi Universitas Gajah Mada—membekali saya untuk mampu menyampaikan Dhamma dengan lebih baik. Memang dalam dunia di mana sains, ilmu pengetahuan berkembang dan digunakan dengan baik oleh masyarakat luas, para bhikkhu yang ingin menjadi Dhammaduta, menyampaikan bimbingan Dhamma kepada masyarakat, sebaiknya membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang memang tidak harus banyak, tetapi cukup membantu dalam pengabdian para bhikkhu memberikan pembinaan Dhamma kepada masyarakat. Oleh karena itu, sekarang saya sungguh berterima kasih bahwa orangtua mendorong saya untuk menyelesaikan sekolah saya sampai maksimal melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi. |
Setelah saya menjadi bhikkhu, harapan orangtua yang dahulu meminta saya untuk studi dulu, menunda menjadi samanera, yang dahulu saya anggap sebagai penghalang cita-cita luhur menjadi bhikkhu, sekarang saya membuktikan bahwa harapan orangtua itu ternyata sangat berguna sekali. Dengan pengetahuan yang meskipun tidak banyak—yang saya dapat pada waktu menjadi mahasiswa di fakultas psikologi Universitas Gajah Mada—membekali saya untuk mampu menyampaikan Dhamma dengan lebih baik. Memang dalam dunia di mana sains, ilmu pengetahuan berkembang dan digunakan dengan baik oleh masyarakat luas, para bhikkhu yang ingin menjadi Dhammaduta, menyampaikan bimbingan Dhamma kepada masyarakat, sebaiknya membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang memang tidak harus banyak, tetapi cukup membantu dalam pengabdian para bhikkhu memberikan pembinaan Dhamma kepada masyarakat. Oleh karena itu, sekarang saya sungguh berterima kasih bahwa orangtua mendorong saya untuk menyelesaikan sekolah saya sampai maksimal melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi. |
||
==Menjadi bikkhu == |
|||
'''''<u>Memasuki Kebhikkhuan</u>''''' |
|||
Pada tahun 1969 datang di Indonesia empat orang Dhammaduta dari Thailand untuk membantu mengembangkan Agama Buddha di Indonesia. Mereka adalah Ven. Phra Kru Pallad Attachariya Nukich yang kemudian memakai nama Chau Kun Vidhurdhammabhorn, Ven. Phra Kru Pallad Viriyacarya, Ven. Phra Maha Prataen Khemadas, dan Ven. Phara Maha Sujib Khemacharo. |
Pada tahun 1969 datang di Indonesia empat orang Dhammaduta dari Thailand untuk membantu mengembangkan Agama Buddha di Indonesia. Mereka adalah Ven. Phra Kru Pallad Attachariya Nukich yang kemudian memakai nama Chau Kun Vidhurdhammabhorn, Ven. Phra Kru Pallad Viriyacarya, Ven. Phra Maha Prataen Khemadas, dan Ven. Phara Maha Sujib Khemacharo. |
||
Baris 59: | Baris 65: | ||
Setelah lebih dari 2 tahun menjadi samanera, tepatnya tanggal 21 Februari 1977, saya ditahbis menjadi bhikkhu di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok. Upajjhaya saya adalah His Holiness Somdeth Phra Nyanasamvara. Beliau adalah Sangharaja Thailand yang sekarang. |
Setelah lebih dari 2 tahun menjadi samanera, tepatnya tanggal 21 Februari 1977, saya ditahbis menjadi bhikkhu di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok. Upajjhaya saya adalah His Holiness Somdeth Phra Nyanasamvara. Beliau adalah Sangharaja Thailand yang sekarang. |
||
⚫ | |||
'''''<u>Penahbisan Samanera</u>''''' |
|||
⚫ | |||
Nama penahbisan: Tejavanto |
|||
⚫ | |||
Vihara Dharmasurya, desa Kaloran, Temanggung, 24 Nopember 1974 |
|||
==Jabatan == |
|||
Upajjhaya: Y.M. Vidhurdhammabhorn |
|||
Acariya: Y.M. Vidhurdhammabhorn |
|||
'''''<u>Penahbisan Bhikkhu:</u>''''' |
|||
Nama penahbisan: Pannavaro |
|||
Wat Bovoranives Vihara, Bangkok, Thailand, 21 Februari 1977 |
|||
Upajjhaya: Y.M. Suvaddhano (H.H. Somdeth Phra Nyanasamvara – Sangharaja Thailand sekarang) |
|||
Kammavacariya, Guru Penahbisan: Y.M. Dhammadiloka |
|||
Anusavanacariya, Guru Pembimbing: Y.M. Vidhurdhammabhorn |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
'''''<u>Jabatan</u>''''' |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
Ditulis oleh: Robby Candra |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
* {{cite web|url=https://samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/sri-pannavaro-mahathera/|title=Sri Pannavaro Mahathera}} |
* {{cite web|url=https://samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/sri-pannavaro-mahathera/|title=Sri Pannavaro Mahathera}} |
||
{{DEFAULTSORT:Pannavaro}} |
{{DEFAULTSORT:Pannavaro}} |
||
{{Buddha-bio-stub}} |
{{Buddha-bio-stub}} |
||
[[Kategori:Biksu Indonesia]] |
[[Kategori:Biksu Indonesia]] |