Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi
Tampilan
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
Baris 46: | Baris 46: | ||
=== Perang sabil === |
=== Perang sabil === |
||
Bagi Diponegoro dan para pengikutinya, perang ini merupakan perang [[jihad]] melawan Belanda dan orang Jawa murtad. Sebagai seorang muslim yang saleh, Diponegoro merasa tidak senang terhadap religiusitas yang kendur di istana Yogyakarta akibat pengaruh masuknya Belanda, disamping kebijakan- |
Bagi Diponegoro dan para pengikutinya, perang ini merupakan perang [[jihad]] melawan Belanda dan orang Jawa murtad. Sebagai seorang muslim yang saleh, Diponegoro merasa tidak senang terhadap religiusitas yang kendur di istana Yogyakarta akibat pengaruh masuknya Belanda, disamping kebijakan-kebaijakan pro-Belanda yang dikeluarkan istana.<ref name=oldandnew>{{cite book|author1=J. Kathirithamby-Wells|editor1-last=Mackerras|editor1-first=Colin|title=Culture and Society in the Asia-Pacific|date=1998|publisher=Routledge|page=23|url=http://books.google.com/books?id=oE_PX09fyGkC&pg=PA23&dq=Java+War+1825+jihad&hl=en&sa=X&ei=OPQQVMoRgbHIBPyvgNAK&ved=0CCYQ6AEwAg#v=onepage&q=Java%20War%201825%20jihad&f=false|chapter=The Old and the New}}</ref> Infiltrasi pihak Belanda di istana telah membuat Keraton Yogyakarta seperti rumah bordil.<ref name=carey/> |
||
Dalam laporannya, Letnan Jean Nicolaas de Thierry menggambarkan Pangeran Diponegoro mengenakan busana bergaya Arab dan serban yang seluruhnya berwarna putih. Busana tersebut juga dikenakan oleh pasukan Diponegoro dan dianggap lebih penting dibandingkan busana adat Jawa meskipun perang telah berakhir. Laporan Paulus Daniel Portier, se[[orang indo]], menyebutkan bahwa para tawanan perang Belanda memperoleh ancaman nyawa jika tidak bersedia masuk Islam.<ref name=carey/> |
Dalam laporannya, Letnan Jean Nicolaas de Thierry menggambarkan Pangeran Diponegoro mengenakan busana bergaya Arab dan serban yang seluruhnya berwarna putih. Busana tersebut juga dikenakan oleh pasukan Diponegoro dan dianggap lebih penting dibandingkan busana adat Jawa meskipun perang telah berakhir. Laporan Paulus Daniel Portier, se[[orang indo]], menyebutkan bahwa para tawanan perang Belanda memperoleh ancaman nyawa jika tidak bersedia masuk Islam.<ref name=carey/> |