Lompat ke isi

Tumabicara butta: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1: Baris 1:
'''''Tumabicara butta''''' merupakan jabatan tertinggi kedua dalam tatanan birokrasi [[Kesultanan Makassar|persekutuan Kerajaan Gowa-Tallo]]. ''Tumabicara butta'' secara etimologi berarti "jurubicara negeri". Jabatan ini secara tradisi dipegang oleh Karaeng (penguasa) Tallo, yang wilayahnya disatukan dalam federasi bersama kerajaan Gowa pada masa pemerintahan raja Gowa [[Tumapaqrisiq Kallonna]]. Posisi ''tumabicara butta'' dapat disamakan dengan [[mangkubumi]] atau [[mahapatih]].<ref name="Sewang1">{{harv|Sewang|2005|p=127}}</ref>
'''''Tumabicara butta''''' merupakan jabatan tertinggi kedua dalam tatanan birokrasi [[Kesultanan Makassar|persekutuan Kerajaan Gowa-Tallo]]. ''Tumabicara butta'' secara etimologi berarti "jurubicara negeri". Jabatan ini secara tradisi dipegang oleh Karaeng (penguasa) Tallo, yang wilayahnya disatukan dalam federasi bersama kerajaan Gowa pada masa pemerintahan raja Gowa [[Tumapaqrisiq Kallonna]]. Posisi ''tumabicara butta'' dapat disamakan dengan [[mangkubumi]] atau [[mahapatih]].<ref name="Sewang1">{{harv|Sewang|2005|p=127}}</ref>
==Wewenang dan tugas==
== Wewenang dan tugas ==
Jabatan ''tumabicara butta'' berada setingkat di bawah ''sombaya'' atau maharaja, gelar yang digunakan oleh para Karaeng Gowa dalam konteks kepemimpinan Gowa-Tallo.<ref name="Sewang1" /> Jika putra mahkota Gowa belum mencapai usia dewasa, seorang tumabicara butta juga dapat merangkap menjadi pelaksana tugas ''sombaya''; seperti ketika [[Karaeng Matoaya]] memimpin Makassar atas nama [[Sultan Ala'uddin dari Gowa|I Manngarangi]] (nantinya masuk Islam dan menjadi Sultan Ala'uddin) yang saat itu masih berusia tujuh tahun.<ref name="Sewang2">{{harv|Sewang|2005|p=128}}</ref>
Jabatan ''tumabicara butta'' berada setingkat di bawah ''sombaya'' atau maharaja, gelar yang digunakan oleh para Karaeng Gowa dalam konteks kepemimpinan Gowa-Tallo.<ref name="Sewang1" /> Jika putra mahkota Gowa belum mencapai usia dewasa, seorang tumabicara butta juga dapat merangkap menjadi pelaksana tugas ''sombaya''; seperti ketika [[Karaeng Matoaya]] memimpin Makassar atas nama [[Sultan Ala'uddin dari Gowa|I Manngarangi]] (nantinya masuk Islam dan menjadi Sultan Ala'uddin) yang saat itu masih berusia tujuh tahun.<ref name="Sewang2">{{harv|Sewang|2005|p=128}}</ref>


Secara umum, ''tumabicara butta'' merupakan penasihat bagi ''sombaya''. Ia juga memiliki wewenang untuk memperingati ''sombaya'' apabila ia tidak mengikuti hukum adat dalam memerintah dan memberi hukuman.<ref name="Sewang2" /> Tugas seorang ''tumabicara butta'', selain dari memberi nasihat, adalah mengawasi pemerintahan dan memberi pendidikan bagi anak-anak raja dan anaknya sendiri, agar mereka memahami hukum adat dan mampu menjadi pemimpin yang baik kelak.<ref name="Sewang2"/>
Secara umum, ''tumabicara butta'' merupakan penasihat bagi ''sombaya''. Ia juga memiliki wewenang untuk memperingati ''sombaya'' apabila ia tidak mengikuti hukum adat dalam memerintah dan memberi hukuman.<ref name="Sewang2" /> Tugas seorang ''tumabicara butta'', selain dari memberi nasihat, adalah mengawasi pemerintahan dan memberi pendidikan bagi anak-anak raja dan anaknya sendiri, agar mereka memahami hukum adat dan mampu menjadi pemimpin yang baik kelak.<ref name="Sewang2"/>


==Lihat juga==
== Lihat juga ==
* [[Karaeng Matoaya]]
* [[Karaeng Matoaya]]
* [[Karaeng Pattingalloang]]
* [[Karaeng Pattingalloang]]


==Catatan==
== Catatan ==
{{reflist|30em}}
{{reflist|30em}}


==Referensi==
== Referensi ==
* {{cite book|ref={{harvid|Sewang|2005}}|last=Sewang|first=Ahmad M.|title=Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII|url=https://books.google.com/books?id=HOcUtQAtl00C&pg=PA22|year=2005|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-530-0}}
* {{cite book|ref={{harvid|Sewang|2005}}|last=Sewang|first=Ahmad M.|title=Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII|url=https://books.google.com/books?id=HOcUtQAtl00C&pg=PA22|year=2005|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-530-0}}

Revisi per 29 April 2019 10.20

Tumabicara butta merupakan jabatan tertinggi kedua dalam tatanan birokrasi persekutuan Kerajaan Gowa-Tallo. Tumabicara butta secara etimologi berarti "jurubicara negeri". Jabatan ini secara tradisi dipegang oleh Karaeng (penguasa) Tallo, yang wilayahnya disatukan dalam federasi bersama kerajaan Gowa pada masa pemerintahan raja Gowa Tumapaqrisiq Kallonna. Posisi tumabicara butta dapat disamakan dengan mangkubumi atau mahapatih.[1]

Wewenang dan tugas

Jabatan tumabicara butta berada setingkat di bawah sombaya atau maharaja, gelar yang digunakan oleh para Karaeng Gowa dalam konteks kepemimpinan Gowa-Tallo.[1] Jika putra mahkota Gowa belum mencapai usia dewasa, seorang tumabicara butta juga dapat merangkap menjadi pelaksana tugas sombaya; seperti ketika Karaeng Matoaya memimpin Makassar atas nama I Manngarangi (nantinya masuk Islam dan menjadi Sultan Ala'uddin) yang saat itu masih berusia tujuh tahun.[2]

Secara umum, tumabicara butta merupakan penasihat bagi sombaya. Ia juga memiliki wewenang untuk memperingati sombaya apabila ia tidak mengikuti hukum adat dalam memerintah dan memberi hukuman.[2] Tugas seorang tumabicara butta, selain dari memberi nasihat, adalah mengawasi pemerintahan dan memberi pendidikan bagi anak-anak raja dan anaknya sendiri, agar mereka memahami hukum adat dan mampu menjadi pemimpin yang baik kelak.[2]

Lihat juga

Catatan

  1. ^ a b (Sewang 2005, hlm. 127)
  2. ^ a b c (Sewang 2005, hlm. 128)

Referensi