Lompat ke isi

Fengshen Yanyi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
sementara
Cun Cun (bicara | kontrib)
Baris 22: Baris 22:


===Kisah Chi Chang===
===Kisah Chi Chang===
Chow wang memerintahkan permaisurinya dan kedua putranya atas hasutan Ta Chi. Ayah permaisuri adalah Chiang Huang-chu, Raja muda Timur , dikhawatirkan akan memberontak karena kematian putrinya. Keempat raja muda di daerah dipanggil ke ibukota. Mereka tidak mengetahui bahwa sebenarnya mereka akan dieksekusi.
Karena hasutan Ta Chi, Kaisar Chou memerintahkan permaisuri dan kedua putranya dieksekusi. Ayah permaisuri adalah Chiang Huang-chu, Raja muda Timur, dikhawatirkan akan memberontak karena kematian putrinya. Kaisar memanggil keempat raja muda yang berkuasa di daerah ke ibukota untuk diinterogasi. Mereka sebenarnya akan dieksekusi. Putra Chi Chang yang bernama Poh Yi Kao, pergi ke istana memohon Kaisar Chou untuk mengampuni ayahnya. Poh Yi Kao pandai memainkan kecapi dan juga berwajah tampan sehingga menarik perhatian Ta Chi. Ta Chi mencoba menggoda Poh Yi Kao namun tak dihiraukan. Seekor kera yang dibawa Poh Yi Kao dapat mencium bau siluman rubah pada diri Ta Chi kemudian menyerangnya. Karena tindakan tersebut, Poh Yi Kao dihukum mati.

Chi Chang terkenal sebagai peramal ulung. Ta Chi mengusulkan agar daging Poh Yi Kao dijadikan bakso dan ia kirimkan kepada Chi Chang. Kalau benar Chi Chang pandai meramal, ia pasti mengetahui bahwa masakan yang dikirimkan itu adalah daging anaknya. Chi Chang sebenarnya sudah mengetahui namun sengaja memakan masakan itu agar Ta Chi. Mengetahui Chi Chang memakan bakso itu, Kaisar Chou membatalkan eksekusi. Ia merasa Chi Chang tidak memiliki kemampuan sakti, sehingga ia bisa dilepaskan. Dalam perjalanan pulang, Chi Chang yang bersedih memuntahkan tiga butir bakso yang telah ditelannya. Bakso tersebut berubah menjadi tiga ekor kelinci.


===Kisah No-Cha===
===Kisah No-Cha===

Revisi per 6 September 2015 13.31

Fengshen Yanyi, Feng Shen atau Feng Shen Bang adalah cerita klasik Tiongkok yang menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang mengikuti kejatuhan Dinasti Shang serta pendirian Dinasti Zhou. Cerita ini merupakan dongeng fiksi yang dikaitkan dengan kejadian sejarah jatuhnya Dinasti Shang.

Menurut sejarawan Tionghoa-Indonesia, Nio Joe Lan, Feng Shen dapat diartikan Kurnia menjadi Dewa, Pengangkatan Dewa, atau Penganugerahan Malaikat.[1]

Intisari cerita

Kekejaman Kaisar Chou dan Tachi

Cerita ini ditulis pada zaman Dinasti Ming (1368-1644). Latar belakang cerita adalah kekejaman dari kaisar Shang yang ke-28, Chou Hsin. Kekejamannya dilakukan atas anjuran permaisurinya, Ta Chi. Ta Chi sebenarnya putri seorang raja-muda yang diperoleh kaisar dengan cara paksa.

Ta Chi dibawa oleh ayahnya ke istana untuk diserahkan kepada kaisar. Di tengah perjalanan Ta Chi dirasuki oleh siluman rubah. Siluman rubah diperintahkan oleh Dewi Nu Kua untuk membalas penodaan yang dilakukan Kaisar Chou kepada patung dewi di Kuil Nu Kua. Nu Kua menginginkan agar siluman rubah itu mengacaukan Dinasti Shang. Dengan menggunakan tubuh Ta Chi, siluman rubah membisikkan kaisar agar berbuat hal-hal kejam. Kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh Ta Chi antara lain eksekusi terhadap orang-orang tidak disukainya. Atas usul Ta Chi dibuat tonggak tembaga yang di dalamnya diisi api. Seorang menteri jujur yang berani mengkritik kaisar dihukum memeluk tonggak besi yang panas sampai mati terbakar. Selain itu dibuat juga sebuah lubang yang diisi dengan banyak ular dimana para dayang istana yang tak disukai Ta Chi dilemparkan ke dalamnya. Ta Chi juga melakukan kekejaman lain seperti membelah perut wanita hamil.


Kisah Chi Chang

Karena hasutan Ta Chi, Kaisar Chou memerintahkan permaisuri dan kedua putranya dieksekusi. Ayah permaisuri adalah Chiang Huang-chu, Raja muda Timur, dikhawatirkan akan memberontak karena kematian putrinya. Kaisar memanggil keempat raja muda yang berkuasa di daerah ke ibukota untuk diinterogasi. Mereka sebenarnya akan dieksekusi. Putra Chi Chang yang bernama Poh Yi Kao, pergi ke istana memohon Kaisar Chou untuk mengampuni ayahnya. Poh Yi Kao pandai memainkan kecapi dan juga berwajah tampan sehingga menarik perhatian Ta Chi. Ta Chi mencoba menggoda Poh Yi Kao namun tak dihiraukan. Seekor kera yang dibawa Poh Yi Kao dapat mencium bau siluman rubah pada diri Ta Chi kemudian menyerangnya. Karena tindakan tersebut, Poh Yi Kao dihukum mati.

Chi Chang terkenal sebagai peramal ulung. Ta Chi mengusulkan agar daging Poh Yi Kao dijadikan bakso dan ia kirimkan kepada Chi Chang. Kalau benar Chi Chang pandai meramal, ia pasti mengetahui bahwa masakan yang dikirimkan itu adalah daging anaknya. Chi Chang sebenarnya sudah mengetahui namun sengaja memakan masakan itu agar Ta Chi. Mengetahui Chi Chang memakan bakso itu, Kaisar Chou membatalkan eksekusi. Ia merasa Chi Chang tidak memiliki kemampuan sakti, sehingga ia bisa dilepaskan. Dalam perjalanan pulang, Chi Chang yang bersedih memuntahkan tiga butir bakso yang telah ditelannya. Bakso tersebut berubah menjadi tiga ekor kelinci.

Kisah No-Cha

No Cha adalah anak sakti yang bersenjatakan gelang besi. No Cha mengusik putra raja naga. No Cha kemudian menjadi seorang pembantu Chiang Tze ya serta mengabdi kepada Wen Wang.

Kisah Chiang Tze Ya

Peperangan antara Kerajaan Shang dan Chou

Akhirnya timbul peperangan antara raja muda Chou di sebelah barat dan Kaisar Chou dari Shang. Dalam pertempuran, banyak pertapa, orang-orang berilmu dan sakti yang ikut serta. Banyak dari mereka tewas dalam pertempuran. Yang menjadi panglima Dinasti Chou adalah Chiang Tze Ya. Jika ada orang-orang dari kedua pihak yang tewas dalam perang, maka roh mereka akan melayang ke sebuah panggung di langit. Setelah peperangan berakhir, Raja Chou membakar dirinya sendiri di dalam istana Shang. Chiang Tze Ya naik ke panggung roh dan memberikan berbagai pangkat dewa kepada roh-roh tersebut. Dari penobatan ini kemudian cerita dinamakan "Pengangkatan/Penganugerahan Dewa".

Popularitas

Cerita Feng Shen berpengaruh besar dalam sastra dan budaya Tionghoa.

Di atas pintu orang Tionghoa sering terdapat sehelai kertas merah yang bertuliskan "Chiang Tze Ya berada di sini", maksud tulisan itu adalah untuk menolak gangguan roh jahat. Chiang Tze Ya sebagai pemberi gelar dewa mungkin ditakuti oleh roh-roh jahat yang hendak mengganggu manusia.[2]

Penulis buku tidak diketahui namanya, mempunyai pandangan jauh ke depan tentang hal-hal mustahil pada zaman kuno yang tertulis di buku namun terwujud pada masa depan.

Versi yang terbit di Indonesia

  • Feng Shen De Verheffing tot Goden, Jakarta, 1940, versi Bahasa Belanda oleh Nio Joe Lan.
  • Hong Sin, Penganugerahan Malaikat, Keng Po, Jakarta, 1951 oleh Nio Joe Lan.

Referensi

  1. ^ Nio, Joe-lan (1952). Tiongkok Sepandjang Abad. Jakarta: Balai Pustaka. 
  2. ^ Nio, Joe-lan (2013). Peradaban Tionghoa Selayang Pandang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.