Pembicaraan:Ketuhanan dalam kepercayaan Tionghoa: Perbedaan antara revisi
Hidayatsrf (bicara | kontrib) |
|||
Baris 1: | Baris 1: | ||
==Usul pemindahan judul== |
==Usul pemindahan judul== |
||
Saya usul agar dipindahkan ke "Tuhan dalam agama dan kepercayaan Tionghoa", sebab kepercayaan thd Tuhan tertinggi tidak hanya ada dlm Konfusianisme, tapi juga di Taoisme. Kebetulan di wiki en: ada artikel Shangdi. [[Pengguna:Cun Cun|準準]] ([[Pembicaraan Pengguna:Cun Cun|bicara]]) 10 September 2015 12.16 (UTC) |
Saya usul agar dipindahkan ke "Tuhan dalam agama dan kepercayaan Tionghoa", sebab kepercayaan thd Tuhan tertinggi tidak hanya ada dlm Konfusianisme, tapi juga di Taoisme. Kebetulan di wiki en: ada artikel Shangdi. [[Pengguna:Cun Cun|準準]] ([[Pembicaraan Pengguna:Cun Cun|bicara]]) 10 September 2015 12.16 (UTC) |
||
:: {{ping|Cun Cun}}, Saya persilakan Anda memindahkankanya jika judul yang baru dirasa lebih tepat. :) —[[User:Hidayatsrf|Hidayatsrf]] ([[User Talk:Hidayatsrf|bicara]]) 11 September 2015 06.26 (UTC) |
|||
==Copy bagian== |
==Copy bagian== |
Revisi per 11 September 2015 06.26
Usul pemindahan judul
Saya usul agar dipindahkan ke "Tuhan dalam agama dan kepercayaan Tionghoa", sebab kepercayaan thd Tuhan tertinggi tidak hanya ada dlm Konfusianisme, tapi juga di Taoisme. Kebetulan di wiki en: ada artikel Shangdi. 準準 (bicara) 10 September 2015 12.16 (UTC)
- @Cun Cun:, Saya persilakan Anda memindahkankanya jika judul yang baru dirasa lebih tepat. :) —Hidayatsrf (bicara) 11 September 2015 06.26 (UTC)
Copy bagian
Hal-hal yang dapat mengingatkan orang Tionghoa kepada pengalaman leluhurnya waktu itu, biasanya diikut sertakan dalam tata-cara sembahyang King Thi Kong, misalnya :- Meja sembahyang King Thi Kong biasanya diletakkan di atas dua atau empat bangku kecil. Hal ini disebabkan sewaktu pertama kali mengadakan sembahyang King Thi Kong sebagai rasa syukur, leluhur mereka tidak memiliki meja khusus. Padahal leluhur mereka mempercayai bahwa pemujaan kepada Thi Kong (Tuhan) harus di atas pemujaan biasa (melakukan penghormatan di atas kepala), maka meja yang biasa (pendek) diberi ganjal bangku supaya menjadi lebih tinggi.
- Di kanan kiri sisi meja, biasanya diikatkan sebatang tebu yang masih utuh (ada akar sampai ujung daunnya). Hal ini untuk mengingatkan saat leluhur mereka dikejar-kejar pasukan Manchuria dan bersembunyi di kebun tebu. Selain itu, tebu yang masih utuh juga melambangkan hidup manusia, bahwa kesuksesan seseorang harus dibangun dengan akar yang kuat (akar tebu), melalui berbagai rintangan dan pengalaman hidup (ruas tebu) sampai tercapainya kesuksesan (daun tebu yang menjulang tinggi). Kadang-kadang juga diletakkan berbagai macam sajian yang sebenarnya mengandung makna-makna tertentu, misalnya sesaji wajik – kue mangkok – kue khu, melambangkan hok lok siu (fu lu shou). Wajik biasanya disajikan dalam bentuk gunungan seperti tumpeng, yang bermakna agar keberuntungannya menggunung. Kue mangkok yang bentuknya selalu merekah pada bagian atasnya, bermakna agar hidupnya berkembang. Kue khu yang cetakannya berbentuk kura-kura, bermakna agar hidupnya panjang usia seperti kura-kura. Sajian lain biasanya disediakan lima macam buah dan enam macam masakan sayuran yang biasa disebut Ngo Ko Liok Jay (Wu Guo Liu Chai), bahkan ada juga yang menambahkan masakan dari tiga macam hewan (Sam Sing / San Xing) atau lima macam hewan (Ngo Sing / Wu Xing), dimana sajian Sam Sing atau Ngo Sing itu sebenarnya ditujukan untuk para malaikat pengawal Thian Kong.
Disini jelaslah bahwa orang Tionghoa mempercayai adanya Tuhan sebagai penguasa tertinggi di jagat raya ini. Hanya saja konsepsi ke-Tuhan-an ini berbeda dengan agama-agama lain, sebab bagi orang Tionghoa, Tuhan atau Thian Kong adalah Pencipta yang Esa, sedangkan pembantu-pembantunya (para dewa dan malaikat) yang bertugas mengawasi, menghukum dan memberikan ganjaran kepada manusia, sesuai dengan perbuatannya.
Pemujaan kepada Thian Kong semata-mata untuk mensyukuri segala berkah yang telah diberikanNya kepada kita, sedangkan segala permohonan dilakukan kepada masing-masing dewa pembantu Thian Kong yang sesuai dengan tugasnya. Thian Kong menurut pengertian Tao adalah Esa, tidak bersifat ‘Im-Yang’ atau dualisme (baik-buruk, fana-baka, menghukum-mengganjar, dll). Sedangkan para pembantuNya, mulai dari tingkatan Giok Hong Tay Te (Yu Huang Da Di) yang tertinggi sampai malaikat terendah, masih memiliki sifat atau unsur ‘Im-Yang’. Itu sebabnya, mengapa di tempat pemujaan Thian Kong (Tian Gong Lu), tidak pernah terdapat Pwak Pwee (keping penunjuk untuk berkomunikasi dengan dewa) ataupun Cu Ciam (tabung berisi batang penunjuk angka ramalan). Begitu pula bahwa Thian Kong sebagai yang Esa, tidak pernah di-patung-kan (dipersonifikasikan). Dengan berkembangnya waktu, pengertian Thian Kong (Tian Gong) dan Giok Hong Tay Te (Yu Huang Da Di) menjadi kabur, sehingga pemujaan kepada Thian Kong secara ‘salah kaprah’ dianggap sama dengan memuja kepada Giok Hong Tay Te. Apalagi hari ulang tahun Giok Hong Tay Te jatuh pada tanggal 9 bulan 1 Imlek, beberapa saat setelah dilangsungkannya upacara sembahyang King Thi Kong. Sebenarnya apabila diteliti, ada beberapa hal yang menguatkan pendapat bahwa Giok Hong Tay Te bukanlah Tuhan Yang Maha Esa, yaitu : - Pemujaan kepada Giok Hong Tay Te baru populer pada sekitar abad 11 (era dinasti Song). - Giok Hong Tay Te masih dipersonifikasikan, antara lain dalam bentuk gambar maupun arca. - Dalam cerita Se Yu Ki, Giok Hong Tay Te sempat dibuat ‘bingung dan kelabakan’ saat berhadapan dengan Sun Go Kong, sehingga ia meminta bantuan Ji Lay Hud. - Konon Giok Hong Tay Te memiliki anak. Salah seorang anaknya (putera ke empat), dipuja orang dengan gelar Giok Hong Tay Cu (Yu Huang Tai Zi). - Dalam gambar maupun arca Giok Hong Tay Te ditampilkan dengan membawa ‘Chao Hu’, yaitu semacam ‘surat tugas’ yang diberikan oleh kaisar kepada bawahannya, ‘surat’ tersebut biasanya dibawa di depan dada (disojakan) bila akan menghadap kaisar. Dari beberapa hal di atas, sebenarnya jelaslah perbedaan antara pemujaan kepada Thi Kong/ Tian Gong dengan pemujaan kepada Giok Hong Tay Te.