Lompat ke isi

Wangsa Mataram: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 28: Baris 28:
Raja-raja pertama Mataram sebelum [[Sultan Agung|Sultan Agung Hanyakrakusuma]] dimakamkan di [[Pasarean Mataram|Astana Kotagede]]. Setelah pembangunan [[Pemakaman Imogiri|Astana Pajimatan Imogiri]] di [[Bantul]] oleh [[Sultan Agung]] pada tahun [[1632]], raja-raja setelah Sultan Agung hingga para penguasa kedua pewaris penuh Wangsa Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) berhak dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Pajimatan Imogiri]]. Sementara untuk penguasa Mangkunegaran dimakamkan di Astana Utaranayu di [[Surakarta]] serta [[Astana Mangadeg]] dan [[Astana Girilayu]], [[Karanganyar]]. Dan terakhir para penguasa Pakualaman dimakamkan di Astana Girigondo, [[Kulon Progo]].
Raja-raja pertama Mataram sebelum [[Sultan Agung|Sultan Agung Hanyakrakusuma]] dimakamkan di [[Pasarean Mataram|Astana Kotagede]]. Setelah pembangunan [[Pemakaman Imogiri|Astana Pajimatan Imogiri]] di [[Bantul]] oleh [[Sultan Agung]] pada tahun [[1632]], raja-raja setelah Sultan Agung hingga para penguasa kedua pewaris penuh Wangsa Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) berhak dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Pajimatan Imogiri]]. Sementara untuk penguasa Mangkunegaran dimakamkan di Astana Utaranayu di [[Surakarta]] serta [[Astana Mangadeg]] dan [[Astana Girilayu]], [[Karanganyar]]. Dan terakhir para penguasa Pakualaman dimakamkan di Astana Girigondo, [[Kulon Progo]].


Para penguasa di empat monarki pecahan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] masih berkuasa turun-temurun setelah monarki-monarki tersebut bergabung dengan [[Republik Indonesia]]. [[Kasunanan Surakarta]] merupakan monarki pertama yang bergabung dengan pemerintah [[Indonesia]] pada tanggal [[1 September]] [[1945]], disusul dengan monarki lain seperti [[Praja Mangkunegaran|Mangkunegaran]], [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]], dan [[Kadipaten Paku Alaman|Pakualaman]]. Masing-masing monarki mendapat pengakuan sebagai sebuah [[daerah istimewa]] dari pemerintah pusat, namun pada perjalanannya, akibat kerusuhan politik yang menimpa [[Kasunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Praja Mangkunegaran|Mangkunegaran]], pada [[16 Juni]] [[1946]] [[Daerah Istimewa Surakarta]] dicabut statusnya oleh pemerintah demi stabilnya keamanan. Kedudukan [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] dan [[Mangkunegara VIII|Adipati Mangkunegara VIII]] hanya sebagai simbol kebudayaan dan pemersatu di tengah masyarakat [[Surakarta]] (penguasa monarki seremonial). Untuk [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]] dan [[Kadipaten Paku Alaman|Pakualaman]], kedudukan [[Sultan Hamengkubuwana IX]] dan [[Paku Alam VIII|Adipati Pakualam VIII]] tetap bertahan sebagai gubernur dan wakil gubernur [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] hingga berlanjut ke keturunan-keturunannya sampai sekarang.
Para penguasa di empat monarki pecahan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] masih berkuasa turun-temurun setelah monarki-monarki tersebut bergabung dengan [[Republik Indonesia]]. [[Kasunanan Surakarta]] merupakan monarki pertama yang bergabung dengan pemerintah [[Indonesia]] pada tanggal [[1 September]] [[1945]], disusul dengan monarki lain seperti [[Praja Mangkunegaran|Mangkunegaran]], [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]], dan [[Kadipaten Paku Alaman|Pakualaman]]. Masing-masing monarki mendapat pengakuan sebagai sebuah [[daerah istimewa]] dari pemerintah pusat, namun pada perjalanannya, akibat kerusuhan politik yang menimpa [[Kasunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Praja Mangkunegaran|Mangkunegaran]], pada [[16 Juni]] [[1946]] [[Daerah Istimewa Surakarta]] dicabut statusnya oleh pemerintah demi stabilnya keamanan. Kedudukan [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] dan [[Mangkunegara VIII|Adipati Mangkunegara VIII]] hanya sebagai simbol kebudayaan dan pemersatu di tengah masyarakat [[Surakarta]] (penguasa monarki seremonial), dan proses suksesi tahta secara turun-temurun masih bertahan dan diakui hingga sekarang. Untuk [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]] dan [[Kadipaten Paku Alaman|Pakualaman]], kedudukan [[Sultan Hamengkubuwana IX]] dan [[Paku Alam VIII|Adipati Pakualam VIII]] tetap bertahan sebagai gubernur dan wakil gubernur [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] hingga berlanjut ke keturunan-keturunannya sampai sekarang.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 21 September 2015 06.43

Wangsa Mataram
NegaraKesultanan Mataram (sekarang bagian dari Republik Indonesia)
Kelompok etnisJawa
Didirikanabad ke-16 - Ki Ageng Pemanahan
Gelar

Panembahan, Sultan, dan Susuhunan Mataram

  • Susuhunan Surakarta
  • Sultan Yogyakarta
  • Adipati Mangkunegaran
  • Adipati Pakualaman

Wangsa Mataram atau Dinasti Mataram adalah sebutan bagi wangsa atau keluarga yang menguasai tahta Kesultanan Mataram. Setelah Perang Suksesi Jawa pada abad ke-18 hingga saat ini, keluarga Wangsa Mataram memerintah kerajaan-kerajaan pecahan Kesultanan Mataram (Catur Sagatra).

Menurut Babad Tanah Jawi, Wangsa Mataram merupakan keturunan dari Ki Ageng Sela lewat cucunya, Ki Ageng Pemanahan. Tokoh yang terakhir ini adalah ayah dari Panembahan Senapati, raja pertama Mataram. Ki Ageng Sela sendiri diriwayatkan merupakan keturunan dari Brawijaya V, raja terakhir Majapahit menurut versi babad.

Setelah Perang Suksesi Jawa usai, terbentuklah tiga kerajaan, dua di antaranya menjadi pewaris penuh Wangsa Mataram (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta), serta satu monarki keadipatian yaitu Kadipaten Mangkunegaran. Saat perpecahan Mataram, Sultan Hamengkubuwana I, Sunan Pakubuwana II, dan Adipati Mangkunegara I kesemuanya masih bersaudara. Ketika Inggris berkuasa di Jawa, Raffles menempatkan Pangeran Natakusuma, putra Sultan Hamengkubuwana I, sebagai pangeran merdeka yang menguasai sebuah monarki keadipatian baru, Kadipaten Pakualaman, sebagai balas jasa atas bantuannya membantu perlawanan Kesultanan Yogyakarta yang menentang kekuasaan Inggris[1].

Raja-raja pertama Mataram sebelum Sultan Agung Hanyakrakusuma dimakamkan di Astana Kotagede. Setelah pembangunan Astana Pajimatan Imogiri di Bantul oleh Sultan Agung pada tahun 1632, raja-raja setelah Sultan Agung hingga para penguasa kedua pewaris penuh Wangsa Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) berhak dimakamkan di Astana Pajimatan Imogiri. Sementara untuk penguasa Mangkunegaran dimakamkan di Astana Utaranayu di Surakarta serta Astana Mangadeg dan Astana Girilayu, Karanganyar. Dan terakhir para penguasa Pakualaman dimakamkan di Astana Girigondo, Kulon Progo.

Para penguasa di empat monarki pecahan Mataram masih berkuasa turun-temurun setelah monarki-monarki tersebut bergabung dengan Republik Indonesia. Kasunanan Surakarta merupakan monarki pertama yang bergabung dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 1 September 1945, disusul dengan monarki lain seperti Mangkunegaran, Yogyakarta, dan Pakualaman. Masing-masing monarki mendapat pengakuan sebagai sebuah daerah istimewa dari pemerintah pusat, namun pada perjalanannya, akibat kerusuhan politik yang menimpa Surakarta dan Mangkunegaran, pada 16 Juni 1946 Daerah Istimewa Surakarta dicabut statusnya oleh pemerintah demi stabilnya keamanan. Kedudukan Susuhunan Pakubuwana XII dan Adipati Mangkunegara VIII hanya sebagai simbol kebudayaan dan pemersatu di tengah masyarakat Surakarta (penguasa monarki seremonial), dan proses suksesi tahta secara turun-temurun masih bertahan dan diakui hingga sekarang. Untuk Yogyakarta dan Pakualaman, kedudukan Sultan Hamengkubuwana IX dan Adipati Pakualam VIII tetap bertahan sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta hingga berlanjut ke keturunan-keturunannya sampai sekarang.

Referensi

Lihat pula