Pangkajene, Pangkajene dan Kepulauan: Perbedaan antara revisi
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k Robot: Perubahan kosmetika |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k perbaikan isi templat |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Kecamatan |
{{Kecamatan |
||
| |
|nama=Pangkajene |
||
| |
|dati2=Kabupaten |
||
| |
|nama dati2=Pangkajene dan Kepulauan |
||
| |
|luas=- km² |
||
| |
|penduduk=- |
||
| |
|kelurahan=- |
||
| |
|nama camat=- |
||
| |
|kepadatan=- jiwa/km² |
||
| |
|provinsi=Sulawesi Selatan |
||
}} |
}} |
||
Baris 39: | Baris 39: | ||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
* [[Asal Muasal Nama Pangkajene, Balocci, Labakkang, Ma'rang, Segeri, Mandalle]] |
* [[Asal Muasal Nama Pangkajene, Balocci, Labakkang, Ma'rang, Segeri, Mandalle]] |
||
* [[Sejarah Kekaraengan di Pangkep]] |
* [[Sejarah Kekaraengan di Pangkep]] |
||
Baris 48: | Baris 49: | ||
== Rujukan yang disebut dalam artikel == |
== Rujukan yang disebut dalam artikel == |
||
* Makkulau, M. Farid W. 2007. ''Sejarah dan Kebudayaan Pangkep''. Pangkep : Pemkab Pangkep. |
* Makkulau, M. Farid W. 2007. ''Sejarah dan Kebudayaan Pangkep''. Pangkep : Pemkab Pangkep. |
||
* Makkulau, M. Farid W. 2008. ''Sejarah Kekaraengan di Pangkep''. Makassar :'Pustaka Refleksi. |
* Makkulau, M. Farid W. 2008. ''Sejarah Kekaraengan di Pangkep''. Makassar :'Pustaka Refleksi. |
||
== Pranala luar == |
== Pranala luar == |
||
* Kampoeng Pangkep. http://web.archive.org/20100523092318/pangkep.ning.com/profiles/blogs/asal-muasal-nama-pangkajene |
* Kampoeng Pangkep. http://web.archive.org/20100523092318/pangkep.ning.com/profiles/blogs/asal-muasal-nama-pangkajene |
||
Revisi per 4 Februari 2016 07.00
Pangkajene | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sulawesi Selatan | ||||
Kabupaten | Pangkajene dan Kepulauan | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | - | ||||
Populasi | |||||
• Total | - jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 73.10.04 | ||||
Kode BPS | 7309040 | ||||
Luas | - km² | ||||
Kepadatan | - jiwa/km² | ||||
Desa/kelurahan | - | ||||
|
Pangkajene adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibukota dari Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Sebagai sebuah pusat kota, Pangkajene memainkan peran vital kehidupan Kabupaten Pangkep baik sebagai pusat pemerintahan maupun pusat perekonomian.
Letak dan Luas Wilayah
Kecamatan ini di sebelah selatannya berbatasan dengan Kecamatan Balocci dan Minasatene, sebelah utaranya berbatasan dengan Ke sama gan Bungoro, dan sebelah baratnya berbatasan dengan Kecamatan Liukang Tupabbiring. Luas wilayah kecamatan ini adalah 45,339 km2, terdiri atas bentangan kawasan persawahan, empang, dan wilayah pesisir yang menjadi mata pencaharian utama masyarakatnya sebagai petani, petambak dan nelayan. Bagian tengah wilayah kecamatan ini membujur sungai pangkajene yang membelah wilayah kota kecamatan daratan Pangkep, sebelah utara sungainya adalah Balocci, Minasatene dan Pangkajene dan sebelah selatan sungainya adalah Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma’rang, Segeri dan Mandalle.
Sejarah
Asal Muasal Nama
Kata “Pangkajene” (Bahasa Makassar), berasal dari dua kata yang disatukan, yaitu “Pangka” yang berarti cabang dan “Je’ne” yang berarti air, dinamai demikian karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa itu, terdapat sungai yang bercabang, yang sekarang dinamai Sungai Pangkajene. Sampai saat ini belum didapatkan keterangan yang tegas, sejak kapan nama “Pangkajene” menggantikan nama yang popular sebelumnya, ‘Marana’. Menurut beberapa sumber, awalnya yang dikenal adalah Kampung Marana, dan sungai yang membelah kota Pangkajene sekarang ini dulunya bernama Sungai Marana.(Makkulau, 2008).
Kampung Marana terletak di sebelah utara sungai tua, sekitar Lembaga Pemasyarakatan lama (sekarang dijadikan tempat Pos Polisi dan Sekretariat Pemuda Pancasila) melebar ke Terminal Kompak, jadi lipat dua kali lebarnya dibanding sungai yang ada sekarang, tepatnya berada di jantung kota Pangkajene sekarang, sedangkan kampung – kampung tua yang ada di sekitar pinggiran sungai sekarang dari timur sampai ke barat antara lain Kampung Sabila, Ujung LoE, Tumampua, Jagong, Purung – Purung, balanakang,Toli – Toli dan Lomboka, sedangkan bagian utara sungai, yaitu dari Pabundukang, Bone – bone, Kajonga, Palampang, Binanga Polong, Bucinri sampai ke Padede dan Kampung Solo.(M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Jika kita menelusuri asal muasal pemberian nama – nama kampung yang telah disebutkan di atas---menurut beberapa sumber penulis---hal itu berkaitan erat dengan perebutan hegemoni kekuasaan antara Gowa dan Bone di bekas wilayah Kerajaan Siang dan Barasa (disebut Bundu Pammanakang). Kampung yang disebut Pabundukang itu awalnya adalah sebuah padang yang cukup luas, dimana menjadi tempat pertempuran antara laskar Bone dan Gowa, sedangkan Kampung Sabila diambilkan dari nama bangsawan Bone yang bertempur dan tewas di tempat itu, yaitu Arung Sabila. Begitu pula Kampung Bone-bone, yang pernah dihuni oleh mayoritas orang Bone. (M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Kampung Tumampua (sekarang Kelurahan Tumampua) awalnya adalah kampung yang dihuni mayoritas orang – orang Bone berdarah Siang dengan menggunakan Bahasa Bugis, sedangkan Kampung Jagong (sekarang Kelurahan Jagong) dihuni oleh masyoritas orang – orang Gowa yang menuturkan Bahasa Makassar. Masing – masing hidup berdampingan karena mendapat suaka politik dari sejak masih adanya pengaruh Siang / Barasa sampai Gowa dan Bone silih berganti memperebutkannya untuk dijadikan palili / daerah taklukan, sedangkan Andi Syahrir (mantan Anggota DPRD Pangkep 1999 – 2004) mengurai bahwa Tu-mampua bermakna Orang mampu karena kampong tersebut didirikan oleh La Tenriaji To Senrima, Bangsawan Bone yang sangat kaya . (Makkulau, 2008).
Antara Kampung Solo dan Kampung Lomboka, sungai te1rsebut terbagi dua muaranya karena di depannya terdapat hutan bakau akibat aktifitas erosi, disekitarnya terdapat Kampung Polewali dan Lomboka. Pada percabangan sungai tersebut, dahulunya banyak digunakan sebagai tempat aktifitas perdagangan. Dimana saja ada muara sungai yang bercabang, biasa disebut “Appangkai Je’neka” maka daerah itu akan menjadi ramai. Sekarang tempat dimana terdapat (berdekatan) dengan percabangan sungai tersebut sudah sejak lama ramai karena dijadikan tempat pelelangan ikan. Penduduk setempatnya menyebutnya Lelonga. (M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Dahulu terdapat tiga sungai besar yang mengelilingi Kampung Marana yang menjadikannya tempat strategis transportasi karena berada di persimpangan sungai tua dari Paccelang, sungai tua dari Baru – baru dan sungai tua dari Siang (SengkaE). Ketiga sungai tersebut menjadikan Kampung Marana ramai karena berada di persimpangan cabang sungai (Bahasa Makassar : Pangkana Je’neka) dan di situ pula terjadi pertemuan dalam ikatan janji, baik dalam bentuk persahabatan, memperkuat jalinan kekerabatan maupun untuk kepentingan perdagangan. Pedagang yang akan memasarkan hasil bumi dan dagangannya biasanya mengadakan perjanjian dengan ucapan, “Anjorengpaki sicini ripangkana je’neka” (nanti kita bertemu di cabang air), yang dimaksudkan sesungguhnya tempat yang dituju adalah muara Sungai Marana (sekarang Sungai Pangkajene).(Makkulau, 2008).
Lihat pula
- Asal Muasal Nama Pangkajene, Balocci, Labakkang, Ma'rang, Segeri, Mandalle
- Sejarah Kekaraengan di Pangkep
Catatan kaki
Rujukan yang disebut dalam artikel
- Makkulau, M. Farid W. 2007. Sejarah dan Kebudayaan Pangkep. Pangkep : Pemkab Pangkep.
- Makkulau, M. Farid W. 2008. Sejarah Kekaraengan di Pangkep. Makassar :'Pustaka Refleksi.
Pranala luar
- Kampoeng Pangkep. http://web.archive.org/20100523092318/pangkep.ning.com/profiles/blogs/asal-muasal-nama-pangkajene