Lompat ke isi

Enka: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Chobot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: ko:엔카
Baris 45: Baris 45:
* [[Kiyoshi Hikawa]]
* [[Kiyoshi Hikawa]]
* [[Yōko Nagayama]]
* [[Yōko Nagayama]]
* [[Sayuri Ishikawa]]


== Lihat juga ==
== Lihat juga ==

Revisi per 12 Desember 2007 04.35

Enka (演歌) adalah salah satu genre lagu pop Jepang berupa balada bernada sentimental yang secara unik mengekspresikan luapan perasaan orang Jepang. Penyanyi Enka menyanyikan lagu menggunakan teknik menyanyi yang disebut melisma. Penyanyi Enka sebagian besar mengenakan kimono walaupun tidak sedikit penyanyi Enka yang mengenakan pakaian ala Barat.

Berdasarkan lirik atau cara penyanyi menyanyikan lagu, penulisan kata "Enka" dalam bahasa Jepang bisa menggunakan aksara Kanji (艶歌) untuk lagu percintaan yang romantis atau (怨歌) untuk lagu bernada kecewa karena patah hati.

Ciri khas

Sebagian besar tangga nada yang digunakan pada Enka merupakan tangga nada pentatonik yang sudah sejak dulu digunakan di Jepang untuk lagu rakyat Jepang yang disebut minyō (民謡). Penghilangan nada ke-4 dan nada ke-7 dari tangga nada diatonik yang digunakan pada musik Barat banyak digunakan pada musik Enka. Dalam bahasa Jepang, perubahan tangga nada diatonis menjadi pentatonis dengan menghilangkan nada ke-4 dan nada ke-7 disebut Yonanuki onkai (ヨナ抜き音階).

Penggunaan tangga nada tanpa nada ke-4 dan nada ke-7 dipelopori oleh komposer lagu Koga Masao sehingga disebut Melodi Koga yang kemudian menjadi tangga nada khas Enka. Misora Hibari merupakan penyanyi Enka dari tahun 1960-an yang berhasil menyempurnakan cara menyanyi menggunakan tangga nada Melodi Koga. Teknik menyanyi Misora Hibari kemudian dijadikan standar dalam menyanyi lagu Enka. Lagu-lagu yang dinyanyikan Misora Hibari banyak yang menjadi terkenal, seperti "Kanashii sake", "Yawara" dan "Kawa no nagare no yōni."

Pada umumnya lirik lagu Enka mengangkat tema-tema seperti perpisahan, laut, pelabuhan, kereta api senja, sake, air mata, wanita, hujan, salju yang berkaitan dengan patah hati dan kesedihan akibat cinta yang tidak mudah terlupakan sehingga penikmat Enka yang merasa senasib menjadi terhibur. Lagu Enka juga mempunyai tema-tema lain selain kesedihan akibat cinta, antara lain kebahagian rumah tangga, hubungan kekeluargaan (ibu, kakak beradik, anak perempuan, cucu), keindahan alam (gunung, sungai) dan kisah penjudi pengembara.

Sejarah

Enka berawal dari bentuk seni bercerita di muka umum dengan tujuan untuk mengemukakan pendapat yang mengkritik pemerintah lokal. Akibat pelarangan pidato bernada kritik di akhir abad ke-19, musik mulai digunakan untuk mengiringi lagu dengan lirik yang bernada protes. Musik jenis ini dikenal dengan istilah Enka yang ditulis dengan aksara kanji (演歌) yang merupakan gabungan dari aksara 演 (en, pidato) dan 歌 (ka, lagu).

Sejalan dengan perjalanan waktu, definisi Enka sebagai lagu yang bernada protes mulai hilang. Sejak pertengahan hingga akhir zaman Meiji, lirik lagu Enka mulai digantikan dengan tema sentimentil yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pada zaman Taisho, pencipta lagu Enka yang dipengaruhi musik Barat mulai bermunculan seperti Tottori Shunyō yang memulai karirnya dari penyanyi jalanan. Memasuki zaman Showa, perusahaan rekaman asing mulai bermunculan di Jepang sejalan dengan ditemukannya teknologi rekaman suara. Fujiwara Yoshie, Satō Chiyoko, Futamura Teiichi, Fujiawara Ichirō dan Awaya Noriko merupakan contoh penyanyi Enka yang tenar di awal zaman Showa.

Seusai Perang Dunia II, sekitar tahun 1955 bermunculan penyanyi Enka seperti Kasuga Hachirō, Mihashi Michiya, dan Shimakura Chiyoko. Sekitar awal tahun 1960-an bermunculan penyanyi Enka seperti Kitajima Saburō dan Miyako Harumi. Sekitar pertengahan tahun 1960-an, Suijenzi Kiyoko, Mori Shinichi, dan Itsuki Hiroshi. Pada saat yang bersamaan, penyanyi lagu pop dari perusahaan hiburan Nabepro yang menggunakan musik Barat juga mencapai puncak kepopuleran. Sejak saat itu, istilah "Enka" mulai digunakan untuk lagu pop Jepang dengan tangga nada minus nada ke-4 dan nada ke-7 yang dinyanyikan dengan cara bernyanyi yang khas seperti penggunaan melisma.

Tema lagu Enka juga berubah menjadi luapan emosi yang berkaitan dengan hubungan antara pria dan wanita, sedangkan kritik untuk pemerintah disalurkan lewat musik yang disebut folksong. Enka sempat mengalami kemunduran di tengah populernya musik folksong dan groupsound (kelompok band), tetapi Enka kembali terangkat ke permukaan akibat kepopuleran karaoke di pertengahan dekade 70-an dan serbuan penyanyi remaja (Aidol) yang mempunyai kemampuan menyanyi pas-pasan. Pada masa ini banyak lagu Enka yang menjadi hit karena digemari kalangan orang berusia setengah baya, tapi pada saat bersamaan banyak dijauhi oleh kalangan pendengar yang berusia muda.

Enka akhirnya cenderung ditujukan untuk konsumsi kalangan setengah baya sehingga kepopuleran Enka kembali tenggelam. Pada akhir dekade 1990-an, penyanyi Enka banyak yang mengundurkan diri. Memasuki awal abad ke-21, Enka kembali tampil di permukaan antara lain berkat kepopuleran lagu berjudul "Mago" (Cucu) yang dibawakan oleh Ōizumi Itsurō dan lagu "Hakone Hachiri no Hanjirō" yang dibawakan Hikawa Kiyoshi.

Penyanyi Enka

Penyanyi Enka dengan lagu yang pernah menduduki peringkat pertama tangga lagu pop di Jepang yang bernama Oricon Chart:

Lihat juga

  • Teuroteu (musik pop Korea yang mirip Enka)

Daftar pustaka

Pranala luar