Lompat ke isi

Sistem penomoran bakal pelanting di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan aplikasi seluler
Baris 37: Baris 37:
;<center><small>DIPO INDUK SLO</small></center>
;<center><small>DIPO INDUK SLO</small></center>
:D menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 301 menunjukan jenis [[lokomotif diesel]] hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1961 serta nomor urut 17. SLO:Solo Balapan
:D menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 301 menunjukan jenis [[lokomotif diesel]] hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1961 serta nomor urut 17. SLO:Solo Balapan
;<center><span style="background:black; color:white;">CC 206 13 40</span> </center>
;<center><span style="background:black; color:white;">CC 206 15 01</span> </center>
;<center><small>DIPO INDUK CN</small></center>
;<center><small>DIPO INDUK JNG</small></center>
:CC menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 206 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] elektrik jenis 06 dengan tahun mulai operasi 2013 serta nomor urut 40. CN:Cirebon
:CC menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 206 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] elektrik jenis 06 dengan tahun mulai operasi 2015 serta nomor urut 01. JNG:Jatinegara
;<center><span style="background:black; color:white;">CC 201 83 05</span></center>
;<center><span style="background:black; color:white;">CC 201 92 12</span></center>
;<center><small>DIPO INDUK PDG</small></center>
;<center><small>DIPO INDUK JNG</small></center>
:CC menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 201 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] elektrik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1983 serta nomor urut 05. PDG:Padang
:CC menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 3 gandar penggerak, 201 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] elektrik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1992 serta nomor urut 12. JNG:Jatinegara
;<center><span style="background:black; color:white;">BB301 65 01</span></center>
;<center><span style="background:black; color:white;">BB301 65 01</span></center>
;<center><small>DIPO INDUK SDT</small></center>
;<center><small>DIPO INDUK JR</small></center>
:BB menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 2 gandar penggerak, 301 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1965 serta nomor urut 01. SDT:Sidotopo.
:BB menunjukkan lokomotif dengan 2 ''bogie'' dengan masing-masing ''bogie'' memiliki 2 gandar penggerak, 301 menunjukkan jenis [[lokomotif diesel]] hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1965 serta nomor urut 01. JR:Jember.


===Kereta (penumpang)===
===Kereta (penumpang)===

Revisi per 6 Maret 2016 17.09

Berkas:K3-85526 ml.jpg
Penomoran KA ekonomi.

Sistem penomoran kereta api di Indonesia adalah sistem penomoran yang digunakan pada lokomotif, kereta penumpang, gerbong barang, dan kereta dengan fasilitas dan fungsi yang lainnya. Pertama kali sistem penomoran berasal dari sistem penomoran Belanda yang digunakan oleh perusahaaan kereta api di Hindia-Belanda seperti Staatsspoorwegen (SS), Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), dan lain-lainnya. Pada sistem penomoran lokomotif perusahaan Hindia-Belanda, sistem penomoran lokomotif adalah bedasarkan kelas dan nomor urut lokomotif milik perusahaan yang bersangkutan, misalnya lokomotif kelas SS 1700, NIS 1100, DSM 227, SCS 900, dan sebagainya. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, sistem penomoran pada lokomotif mengalami perubahan. Sistem penomoran lokomotif Belanda pada masa penjajahan Jepang diganti dengan sistem penomoran sesuai dengan susunan roda AAR dan klasifikasi UIC, yaitu menurut jumlah sumbu/poros/as roda (gandar) penggerak. Sistem ini masih digunakan pada penomoran lokomotif diesel hingga masa kini.

Masa kini

Seperti telah diketahui bahwa sarana perkeretaapian yang meliputi lokomotif, kereta, dan gerbong beserta peralatan khusus perlu diberikan penomoran sebagai identitas dari saran bersangkutan, maka menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian [1] disusunlah identitas sarana perkeretaapian yang menggambarkan 4 poin utama sebagai berikut.

  1. kodifikasi jenis sarana kereta api;
  2. klasifikasi sarana kereta api;
  3. tahun mulai beroperasinya sarana kereta api; dan
  4. nomor urut sarana kereta api.

Sistem penomoran di atas terbagi menjadi 4 macam, antara lain sebagai berikut.

Lokomotif

Format penomoran sarana lokomotif yang digunakan adalah:

[jumlah gandar penggerak dalam huruf] [klasifikasi lokomotif] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Jumlah gandar penggerak menyatakan banyaknya gandar dalam satu bogie yang dinyatakan dalam huruf berupa "A" untuk 1 gandar penggerak, "B" untuk 2 gandar penggerak, "C" untuk 3 gandar penggerak, dan "D" untuk 4 gandar penggerak.
  • Sedangkan angka kedua dan ketiga yang diawali dengan angka 00 menunjukkan seri lokomotif.
  • Tahun mulai operasi/dinas menunjukkan angka tahun mulai beroperasinya lokomotif bersangkutan.
  • Nomor urut diberikan dalam 2 digit angka berdasarkan tahun mulai operasi/dinas.
  • Keterangan dipo induk harus selalu diletakkan di bawah plat nomor, kecuali CC206 yang diletakkan di bawah logo KAI.

Contoh:

D 301 61 17
DIPO INDUK SLO
D menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 3 gandar penggerak, 301 menunjukan jenis lokomotif diesel hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1961 serta nomor urut 17. SLO:Solo Balapan
CC 206 15 01
DIPO INDUK JNG
CC menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 3 gandar penggerak, 206 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 06 dengan tahun mulai operasi 2015 serta nomor urut 01. JNG:Jatinegara
CC 201 92 12
DIPO INDUK JNG
CC menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 3 gandar penggerak, 201 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1992 serta nomor urut 12. JNG:Jatinegara
BB301 65 01
DIPO INDUK JR
BB menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 2 gandar penggerak, 301 menunjukkan jenis lokomotif diesel hidrolik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1965 serta nomor urut 01. JR:Jember.

Kereta (penumpang)

Format penomoran sarana kereta yang digunakan adalah:

(kelas kereta) (jenis kereta) (tahun mulai operasi/dinas) (nomor urut)

Keterangan:

  • Kode huruf "K" menunjukkan kereta penumpang biasa,
  • Kode huruf "M" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan dan dapur,
  • Kode huruf "P" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas genset diesel.
  • kode huruf "B" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang bagasi. (kode huruf ini bisa saling bersusun seperti KP, MP, KMP, dan BP).
  • kode huruf "KP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas kereta penumpang dan pembangkit.
  • kode huruf "MP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan/dapur dan ruang Pembangkit.
  • kode huruf "KMP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang, ruang makan/dapur dan ruang pembangkit.
  • kode huruf "KM" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang dan ruang makan/dapur.

Contoh:

K1 0 15 17
Kode di atas menunjukkan kereta kelas eksekutif (K1) yang ditarik lokomotif dengan tahun mulai operasi 2015 dan nomor urut 17.
K1 1 14 144
Kode di atas menunjukkan kereta rel listrik (KRL) dengan fasilitas ruang penumpang kelas eksekutif (K1) dengan tahun mulai operasi 2014 dan nomor urut 144.
K3 2 10 07
Kode di atas menunjukkan kereta rel diesel elektrik (KRDE) dengan fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi (K3) dengan tahun mulai operasi 2010 dan nomor urut 07.

Gerbong (barang)

Format penomoran sarana gerbong yang digunakan adalah:

[jenis gerbong] [kapasitas muat] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Jenis gerbong menunjukkan jenis bentuk gerbong bersangkutan dengan rincian:
    • GD untuk gerbong datar (PPCW, PKPKW, dsb.);
    • GB untuk gerbong terbuka (YYW, ZZOW, TTW, KKBW, dsb.);
    • GT untuk gerbong tertutup (GW, GGW, GR, dsb.); dan
    • GK untuk gerbong tangki/silinder.
  • Kapasitas muat menunjukkan daya angkut maksimum dalam satuan ton, dinyatakan dalam dua digit angka.
  • Tahun mulai operasi dan nomor urut; cukup jelas.

Contoh: GD 42 14 01 Kode ini menunjukkan gerbong datar dengan kapasitas muat maksimum 42 ton, mulai dioperasikan sejak 2014 dengan nomor urut sarana 01.

Peralatan khusus

Format penomoran sarana peralatan khusus yang digunakan adalah:

[kode sarana khusus] [jenis sarana khusus] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Kode sarana khusus dinyatakan dalam 2 huruf sebagai berikut:
    • SI untuk kereta inspeksi (KAIS);
    • SP untuk kereta penolong (NR, NW, dsb);
    • SU untuk kereta ukur;
    • SC untuk kereta derek;
    • SR untuk kereta pemeliharaan jalan rel.
  • Jenis sarana khusus dinyatakan seperti halnya jenis sarana kereta, yaitu:
    • 0 untuk sarana khusus yang ditarik lokomotif;
    • 1 untuk sarana khusus berpenggerak listrik;
    • 2 untuk sarana khusus berpenggerak diesel elektrik;
    • 3 untuk sarana khusus berpenggerak diesel hidrolik.
  • Tahun mulai operasi dan nomor urut; cukup jelas.

Contoh: SI 3 09 01

Kode di atas menunjukkan kereta inspeksi dengan sistem penggerak diesel hidrolik yang mulai beroperasi sejak 2009 dengan nomor urut 01.

SI 0 67 01 JAKK
Dipo Induk Jakarta Kota

Kode di atas menunjukkan kereta inspeksi dengan sistem penggerak yang ditarik oleh lokomotif yang mulai beroperasi sejak 1967 dengan nomor urut 01.

Ketentuan tambahan

Penulisan sistem penomoran ini memiliki ketentuan bentuk huruf yang digunakan adalah Arial dengan ukuran 140. Huruf dan angka menggunakan warna putih dengan latar belakang warna hitam.

Referensi

  1. ^ Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian