Lompat ke isi

Hallo Bandoeng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k tidy up, replaced: Walikota → Wali Kota, mengijinkan → mengizinkan
Baris 11: Baris 11:
Pemerintah Belanda di [[Batavia]] membangun stasiun komunikasi di [[Gunung Puntang]] tak lama sesudah [[Perang Dunia I]] berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat [[Perang Dunia II]].<ref name="bekabuluh">Bekabuluh. 01 Desember 2012. [http://bekabuluh.com/2012/12/01/hallo-bandoeng-hier-den-haag/ “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.”].</ref>
Pemerintah Belanda di [[Batavia]] membangun stasiun komunikasi di [[Gunung Puntang]] tak lama sesudah [[Perang Dunia I]] berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat [[Perang Dunia II]].<ref name="bekabuluh">Bekabuluh. 01 Desember 2012. [http://bekabuluh.com/2012/12/01/hallo-bandoeng-hier-den-haag/ “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.”].</ref>


Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara [[Belanda]] dan [[Indonesia]] terjadi pada Tanggal 5 Mei [[1923]] melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Walikota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. [[Charles Prosper Wolff Schoemaker]], untuk merancang dan mendirikan Monumen Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “''Bloote Billen Plein''” atau “''Taman Pantat Bugil''” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum.<ref name="uniknya">Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. [http://uniknya.com/2011/06/5-monumen-yang-pernah-menghiasi-bandung/ 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung].</ref>
Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara [[Belanda]] dan [[Indonesia]] terjadi pada Tanggal 5 Mei [[1923]] melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Wali Kota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. [[Charles Prosper Wolff Schoemaker]], untuk merancang dan mendirikan Monumen Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “''Bloote Billen Plein''” atau “''Taman Pantat Bugil''” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum.<ref name="uniknya">Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. [http://uniknya.com/2011/06/5-monumen-yang-pernah-menghiasi-bandung/ 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung].</ref>


==Lirik lagu==
==Lirik lagu==
===Bahasa Belanda===
===Bahasa Belanda===
‘t Oude moedertje zat bevend</br>
‘t Oude moedertje zat bevend<br />
Op het telegraafkantoor</br>
Op het telegraafkantoor<br />
Vriend’lijk sprak de ambt’naar</br>
Vriend’lijk sprak de ambt’naar<br />
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor</br>
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor<br />
Trillend op haar stramme benen</br>
Trillend op haar stramme benen<br />
Greep zij naar de microfoon</br>
Greep zij naar de microfoon<br />
En toen hoorde zij, o wonder</br>
En toen hoorde zij, o wonder<br />
Zacht de stem van hare zoon</br>
Zacht de stem van hare zoon


Refrein:</br>
Refrein:<br />
Hallo! Bandoeng!</br>
Hallo! Bandoeng!<br />
Ja moeder hier ben ik!</br>
Ja moeder hier ben ik!<br />
Dag liefste jongen,zegt zij met een snik</br>
Dag liefste jongen,zegt zij met een snik<br />
Hallo, hallo!</br>
Hallo, hallo!<br />
Hoe gaat het oude vrouw?</br>
Hoe gaat het oude vrouw?<br />
Dan zegt ze alleen:</br>
Dan zegt ze alleen:<br />
Ik verlang zo erg naar jou!</br>
Ik verlang zo erg naar jou!


Jongenlief, vraagt ze,hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?</br>
Jongenlief, vraagt ze,hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?<br />
Best hoor, zegt hij,en we spreken</br>
Best hoor, zegt hij,en we spreken<br />
Elke dag hier over jou</br>
Elke dag hier over jou<br />
En m’n kleuters zeggen ’s avonds</br>
En m’n kleuters zeggen ’s avonds<br />
Voor het slapen gaan een gebed</br>
Voor het slapen gaan een gebed<br />
Voor hun onbekende opoe</br>
Voor hun onbekende opoe<br />
Met een kus op jouw portret</br>
Met een kus op jouw portret


Refrein
Refrein


Wacht eens, moeder, zegt hij lachend</br>
Wacht eens, moeder, zegt hij lachend<br />
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee</br>
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee<br />
Even later hoort ze duidelijk</br>
Even later hoort ze duidelijk<br />
Opoe lief, tabeh, tabeh!</br>
Opoe lief, tabeh, tabeh!<br />
Maar dan wordt het haar te machtig</br>
Maar dan wordt het haar te machtig<br />
Zachtjes fluistert ze:</br>
Zachtjes fluistert ze:<br />
O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…</br>
O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…<br />
En dan valt ze wenend neer</br>
En dan valt ze wenend neer


Hallo! Bandoeng!</br>
Hallo! Bandoeng!<br />
Ja moeder hier ben ik!</br>
Ja moeder hier ben ik!<br />
Ze antwoordt niet.</br>
Ze antwoordt niet.<br />
Hij hoort alleen ‘n snik</br>
Hij hoort alleen ‘n snik<br />
Hallo! Hallo!…klinkt over verre zee</br>
Hallo! Hallo!…klinkt over verre zee<br />
Zij is niet meer en het kindje roept: Tabeh</br>
Zij is niet meer en het kindje roept: Tabeh


===Terjemahan Bahasa Indonesia===
===Terjemahan Bahasa Indonesia===
Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf</br>
Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf<br />
Dengan ramah petugas operator berkata:</br>
Dengan ramah petugas operator berkata:<br />
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”</br>
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”<br />
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon</br>
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon<br />
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,</br>
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,<br />
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya</br>
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya


Refr:</br>
Refr:<br />
Halo! Bandung!</br>
Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!</br>
Ya bunda, aku di sini!<br />
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis</br>
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis<br />
Halo, halo!</br>
Halo, halo!<br />
Apa kabarnya, bunda?</br>
Apa kabarnya, bunda?<br />
Dengan suara lirih dia menjawab:</br>
Dengan suara lirih dia menjawab:<br />
Aku sangat merindukanmu, nak!</br>
Aku sangat merindukanmu, nak!


Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?</br>
Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?<br />
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini</br>
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini<br />
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur</br>
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur<br />
Untuk ''opung'' (nenek) yang belum mereka jumpai</br>
Untuk ''opung'' (nenek) yang belum mereka jumpai<br />
Dengan mencium potretmu</br>
Dengan mencium potretmu


”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak</br>
”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak<br />
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”</br>
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”<br />
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:</br>
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:<br />
”''Opung'' (nenek) tersayang, tabeh, tabeh!”</br>
”''Opung'' (nenek) tersayang, tabeh, tabeh!”<br />
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan</br>
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan<br />
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengijinkan aku mendengarkan</br>
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengizinkan aku mendengarkan<br />
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis</br>
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis


Halo! Bandung!</br>
Halo! Bandung!<br />
Ya bunda, aku di sini!</br>
Ya bunda, aku di sini!<br />
Dia tidak menjawab</br>
Dia tidak menjawab<br />
Hanya terdengar isak tangis</br>
Hanya terdengar isak tangis<br />
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan</br>
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan<br />
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh!</br>
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh!


==Referensi==
==Referensi==

Revisi per 17 Maret 2016 13.38

Artikel ini bukan mengenai lagu perjuangan Halo, Halo Bandung melainkan lagu berbahasa Belanda

Lagu Hallo! Bandoeng! diciptakan pada tahun 1929 pada saat hubungan telepon Belanda dengan Hindia-Belanda (Indonesia) mulai beroperasi pada bulan Januari 1929. Sebelumnya, hubungan komunikasi antara Indonesia dan Belanda hanya melalui surat dan telegraf.[1]

Lirik lagu ini melukiskan keharuan dua orang yang berjauhan, seorang nenek di Belanda yang untuk pertama kalinya mendengar suara cucunya melalui saluran telepon di saat ia sedang mendekati ajal karena penyakit yang dialaminya.[1] Si wanita tua (Belanda=Oude Moederje) menelepon putranya yang tinggal di Bandung, Dutch East Indies (Indonesia) menggunakan telepon tanpa kabel. Akhirnya wanita itu meninggal setelah mendengar suara cucunya memanggilnya, "Opoe lief, Tabeh! Tabeh!" (Nenekku tersayang, Tabeh! Tabeh!).[2]

Penyanyi

Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh Willy Derby kemudian dilantunkan ulang oleh Wieteke van Dort, artis peranakan Belanda yang lahir di Indonesia.[1]

Stasiun radio telefon Belanda-Indonesia

Pemerintah Belanda di Batavia membangun stasiun komunikasi di Gunung Puntang tak lama sesudah Perang Dunia I berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat Perang Dunia II.[3]

Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara Belanda dan Indonesia terjadi pada Tanggal 5 Mei 1923 melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Wali Kota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker, untuk merancang dan mendirikan Monumen Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “Bloote Billen Plein” atau “Taman Pantat Bugil” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum.[4]

Lirik lagu

Bahasa Belanda

‘t Oude moedertje zat bevend
Op het telegraafkantoor
Vriend’lijk sprak de ambt’naar
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van hare zoon

Refrein:
Hallo! Bandoeng!
Ja moeder hier ben ik!
Dag liefste jongen,zegt zij met een snik
Hallo, hallo!
Hoe gaat het oude vrouw?
Dan zegt ze alleen:
Ik verlang zo erg naar jou!

Jongenlief, vraagt ze,hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?
Best hoor, zegt hij,en we spreken
Elke dag hier over jou
En m’n kleuters zeggen ’s avonds
Voor het slapen gaan een gebed
Voor hun onbekende opoe
Met een kus op jouw portret

Refrein

Wacht eens, moeder, zegt hij lachend
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee
Even later hoort ze duidelijk
Opoe lief, tabeh, tabeh!
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze:
O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…
En dan valt ze wenend neer

Hallo! Bandoeng!
Ja moeder hier ben ik!
Ze antwoordt niet.
Hij hoort alleen ‘n snik
Hallo! Hallo!…klinkt over verre zee
Zij is niet meer en het kindje roept: Tabeh

Terjemahan Bahasa Indonesia

Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf
Dengan ramah petugas operator berkata:
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur
Untuk opung (nenek) yang belum mereka jumpai
Dengan mencium potretmu

”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:
Opung (nenek) tersayang, tabeh, tabeh!”
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengizinkan aku mendengarkan
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis

Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Dia tidak menjawab
Hanya terdengar isak tangis
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh!

Referensi

  1. ^ a b c Gustaaf Kusno. 03 November 2011. “Hallo! Bandoeng!” di Tahun 1929. Kompasiana.
  2. ^ Rayi Elfira. 20 Desember 2012. Hallo Bandoeng song (English Version).
  3. ^ Bekabuluh. 01 Desember 2012. “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.”.
  4. ^ Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung.

Pranala luar