Lompat ke isi

Heinrich Leven: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 73: Baris 73:
Mgr Frans Simons SVD sebagai Uskup Indore, India (6 Agustus 1952)<ref>http://hirarkigereja.katolikpedia.org/2014/06/mgr-heinrich-leven-svd.html</ref>-->
Mgr Frans Simons SVD sebagai Uskup Indore, India (6 Agustus 1952)<ref>http://hirarkigereja.katolikpedia.org/2014/06/mgr-heinrich-leven-svd.html</ref>-->
<!--Perempuan sungguh diperlakukan sebagai barang yang bisa diperdagangkan untuk kepentingan feodal dan golongan atas. Kondisi yang memprihatinkan ini telah menimbulkan berbagai penyakit fisik dan psikis. Jenis penyakit ini tidak mudah ditangani karena kesulitan tenaga medis, obat-obatan, konselor dan komunikasi antar daerah yang sulit dijangkau. Situasi ini sungguh membuat masyarakat hidup dalam kemelaratan. Berdasarkan kondisi sosial seperti yang disebutkan di atas, Mgr. Henricus Leven, SVD, merasa terpanggil untuk mendirikan Kongregasi CIJ, dengan tujuan agar para anggotanya mampu mewartakan "Kabar Gembira" tentang Yesus Kristus melalui pengajaran kepada orang yang belum mengenal agama, mencari domba yang hilang dan mengangkat martabat kaum papa miskin serta para perempuan penderita.<ref>http://kupang.tribunnews.com/2009/08/09/sr-franselin-cij-biarawati-juga-bisa-sekolah-tinggi</ref>-->
<!--Perempuan sungguh diperlakukan sebagai barang yang bisa diperdagangkan untuk kepentingan feodal dan golongan atas. Kondisi yang memprihatinkan ini telah menimbulkan berbagai penyakit fisik dan psikis. Jenis penyakit ini tidak mudah ditangani karena kesulitan tenaga medis, obat-obatan, konselor dan komunikasi antar daerah yang sulit dijangkau. Situasi ini sungguh membuat masyarakat hidup dalam kemelaratan. Berdasarkan kondisi sosial seperti yang disebutkan di atas, Mgr. Henricus Leven, SVD, merasa terpanggil untuk mendirikan Kongregasi CIJ, dengan tujuan agar para anggotanya mampu mewartakan "Kabar Gembira" tentang Yesus Kristus melalui pengajaran kepada orang yang belum mengenal agama, mencari domba yang hilang dan mengangkat martabat kaum papa miskin serta para perempuan penderita.<ref>http://kupang.tribunnews.com/2009/08/09/sr-franselin-cij-biarawati-juga-bisa-sekolah-tinggi</ref>-->
<!--http://www.profilsekolah.com/smas-katolik-henricus-leven-->
<!--Leven, Henricus Born in Lank (Germany) on 13-6-1883. He attended the minor seminary in Steijl; ordained on 29-9-1910. After his theological studies in Sankt Gabriel, Vienna, he was a missionary in Togo from 1911-7. Arrived in Flores on 11-12-1920.1n 1927 he moved to Ndona to become a provicaris, or first assistant to Bishop Verstraelen. After the latter died, he was nominated to become the bishop's successor and in 1933 he became a Dutch citizen on being appointed the vicar apostolic of Ende. Founded the diocesan Sisters of the Imitation of Jesus (CIY) in 1933. He retired in 1951 when the Ende vicariate was divided into Den Pasar (Bali), Ruteng, I.arantuka and Ende. Retired to Steijl where he died on 31-1-1953.<ref>https://books.google.co.id/books?id=bc5gAAAAQBAJ&pg=PA419&lpg=PA419</ref>-->
<!--Pada tanggal 25 Maret 2015 kita turut bergembira bersama para Suster CIJ yang merayakan dasa windu Kongregasi Pengikut Yesus. Pada kesempatan ini kita mencatat kembali warisan rohani yang sangat berharga dari Bapa Pendiri tarekat CIJ, Mgr. Henricus Leven SVD. Warisan itu tercakup dalam tiga ungkapan iman yang telah dihayatinya dengan sungguh-sungguh dalam hidup dan tugas kegembalaannya, dan yang bisa menjadi sumber inspirasi, baik untuk para suster CIJ, maupun untuk kita sama saudara SVD.

1. Yang pertama berasal dari mottonya ketika ditahbiskan menjadi Uskup di Uden, Negeri Belanda, tanggal 12 November 1933 untuk menjabat tugas sebagai Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil: “O Crux Ave, Spes Unica” (Salam O Salib, Harapan Satu-satunya). Semboyan ini diambil dari bait keenam madah Vesper Pekan Suci dalam brevir bahasa Latin yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

O crux ave, spes unica!
Hoc passionis tempore
Piis adauge gratiam
Reisque dele crimina

Salam O Salib, harapan esa
Dalam masa sengsara ini
Yang saleh mohon dirahmati
Yang salah mohon diampuni

Dalam madah ini dinyatakan pengakuan iman bahwa Salib adalah harapan satu-satunya baik untuk “yang saleh” maupun “yang salah”, karena kita semua mendapat rahmat pengampunan berkat Dia Yang Tersalibkan, yang mengubah palang salib tanda hukuman yang paling keji menjadi lambang penebusan dan belaskasih. Kita ingat bagaimana Yesus di salib mengampuni penjahat yang bertobat dengan kelimpahan belaskasih yang tiada tara: “Hari ini juga engkau aka nada bersama-sama dengan Aku dalam Firdaus” (Luk. 23: 43). Maka pusat perhatian kita bukanlah palang salib itu, melainkan pada Dia Yang Tersalibkan, yang sesudah bangkit dari alam maut menunjukkan bekas luka pada tangan, kaki dan lambung-Nya sebagai meterai penebusan. “Ave Crucifixus, Spes Unica”, “Salam Yang Tersalibkan, Harapan Satu-satunya”. Berdasarkan warisan rohani inilah Kongregasi Pengikut Yesus memilih Spiritualitas Salib sebagai semangat dasar tarekat.

2. Warisan rohani kedua berasal dari satu pengalaman pribadi Sang Pendiri. Sesudah Mgr. Henricus Leven menerima tahbisan Uskup, beliau berziarah ke Roma. Ketika berada di Koloseum, tempat di mana ribuan martir kristiani dibunuh pada abad-abad pertama, beliau tertegun memikirkan dari mana para martir itu, laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak, memperoleh kekuatan dan keberanian sekian dahsyat untuk memepersembahkan hidup mereka. Tanpa suara para martir itu menjawab lantang: “Caritas Christi urget nos”. Kutipan dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus ini dalam terjemahan Alkitab Indonesia berbunyi: “Kasih Kristus menguasai kami” (2Kor. 5:14). Tetapi bisa juga diterjemahkan: “Kasih Kristus mendorong kami”. Selanjutkan “Caritas Christi” dapat diterjemahkan atas dua cara: “Kasih (dari) Kristus” dan “Kasih akan Kristus”. Kedua aspek ini hadir dalam pengalaman kristiani, khususnya dalam hidup membiara. Pada mulanya kasih ilahi itu datang dari Kristus dan menguasai kita. Kasih ilahi itu menyalakan hati kita, sehingga akhirnya kasih akan Kristus mendorong kita untuk membalas cinta Tuhan dengan mempersembahkan seluruh hidup kepadanya. Itulah yang telah dibuat oleh para martir di Koloseum. Itu juga yang telah dilakukan oleh Bapa Pendiri dan ribuan misionaris yang telah datang ke pulau-pulau Nusantara ini. Warisan rohani itu pula yang diharap menjiwai hidup dan pengabdian para suster hari ini.

3. Warisan rohani ketiga ialah kepercayaannya teguh pada penyelenggaraan ilahi, yang dinyatakannya dalam ungkapan “Deus Providebit” (Allah Menyelenggarakan). Mgr. Henricus Leven memimpin umat di Kepulauan Sunda Kecil dalam masa yang sangat sulit, yaitu zaman malaise antara dua perang dunia hingga tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia (1933-1951). Dalam situasi yang sangat berat itu beliau bekerja melayani umat sekuat tenaga sambil berharap pada penyelenggaraan ilahi. Sikap ini ternyata sangat mempengaruhi suster-suster muda dari generasi pertama. Hal itu bisa ditunjukkan dalam peristiwa berikut.

Sesudah mendirikan CIJ pada tanggal 25 Maret 1935 dan menerima secara resmi 9 Novis angkatan pertama di tahun yang sama, beliau menyadari bahwa bantuan dari Eropa untuk biara muda ini sulit diharapkan di tengah zaman malaise. Dari mana mereka bisa hidup? Bagaimana membiayai proses pendidikan dan pembinaan suster-suster muda ini? Uskup Leven memanggil Sr. Xaver SSpS dan berunding dengan Magistra Novis ini apakah kelangsungan biara ini ditunda sementara waktu sampai situasi menjadi lebih kondusif. Sr. Xaver dan para novis membuat novena dan menemukan sebuah jalan keluar. Mereka menyampaikan kepada Bapa Pendiri bahwa mereka sanggup mengurus biaya makan minum setiap hari dengan kerja mereka sendiri. Untuk itu mereka pergi kepada kepala kampung dan mosalaki Jopu untuk minta tanah di mana mereka bisa kerja kebun. Lalu P. Suntrup SVD, pastor paroki Jopu yang juga moderator CIJ, minta umat membawa benih untuk diberkati pada musim tanam. Benih itu sebagiannya diberikan untuk kebun para suster. P. Suntrup juga minta umat untuk membantu para suster dengan hasil ladang mereka nanti. Ternyata di tahun-tahun itu hasil ladang melimpah ruah dan para suster bisa hidup dari hasil kerja sendiri dan dukungan umat Jopu. Atas cara ini para suster generasi pertama dilatih untuk menghayati secara nyata kemiskinan dan kesederhanaan dalam kerja sama dengan umat setempat. Deus Providebit!

4. Kristalisasi: Congregatio Imitationis Jesu

Ketiga warisan rohani di atas mengeristal dengan indah dalam nama yang diberikan kepada tarekat religius yang didirikan Mgr. Leven. Ketika beliau bertanya kepada gadis-gadis yang menjadi calon perdana apa kerinduan mereka, dengan lugu, spontan, tanpa keraguan mereka menjawab: “Kami mau ikut Yesus”. Dari ucapan itulah Mgr. Leven mendapat inspirasi untuk memberikan nama kepada tarekat yang didirikannya pada tanggal 25 Maret 1935: Congregatio Imitationis Jesu, Kongregasi Pengikut Yesus.

Sebuah nama dalam pengertian Alkitabiah bukanlah sekadar label yang ditempelkan pada seseorang. Nama menunjukkan jati diri atau identitas. Dan nama Congregatio Imitationis Jesu adalah nama yang sungguh indah karena “mengikuti Yesus” adalah hakekat hidup kristiani, yang juga merupakan intisari hidup membiara. Kita ingat bahwa panggilan murid-murid pertama, nelayan-nelayan Galilea dari pantai tasik Genazaret dimulai dengan sapaan: “Mari, ikutlah Aku” (Mat. 4:19; Mrk. 1:17). Dan sesudah kebangkitan Yesus, ketika Ia memberi kesempatan kepada Simon Petrus untuk membaharui kasih setianya pada Tuhan di pantai tasik yang sama itu, Kristus meneguhkan panggilan Petrus secara definitif dengan ucapan: “Ikutlah Aku” (Yoh. 21:19).

Semoga warisan rohani Mgr. Henricus Leven, SVD yang kita kenangkan di Tahun Hidup Bakti ini mengilhami kita sama saudaranya untuk mengikuti Kristus secara lebih radikal, gembira dan konsekuen.

P. Leo Kleden SVD
Provinsial
<ref>http://provinsisvdende.weebly.com/blog/archives/04-2015</ref>-->
<!--Verstraelen was succeeded by Henricus Leven born in Lank, Germany, in 1883. He worked between 1911 and 1914 in Togo. After the death of Verstraelen, the Vatican wanted to nominate Leven, but the colonial govern-ment asked that he should accept Dutch citizenship, before being formally nominated and ordained: the administration accepted German missionaries in Protestant and Catholic missions, but in this period preferred Dutch citizens as their leaders. Henricus Leven was considered somewhat rigid and bureau-cratic after his lively and dynamic predecessors and sometimes even labelled as 'Prussian; a term, which implied impersonal dedication and discipline. He guided the mission through the period of economic decline in the 1930s. In the field of marriage where Flores customs were so different from the basic Catholic rules, while many newly baptised were not prepared to follow the formal rules of their new religion he formulated a strategy at the 1935 Ndona synod of recognizing customary marriages as legal. This gave room for a development of the church without the danger of frequent excommunications and estrangement.<Ref>https://books.google.co.id/books?id=cUoGJSs9yOUC&pg=PA246&lpg=PA246&dq=Arnold+Verstraelen+leven&source=bl&ots=vEtRosq6-b&sig=_OVKoqWL1VjgIJIVfzvpWTiYx6A&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjiwsDG-bjOAhVEuI8KHdBxBbUQ6AEIRjAI#v=onepage&q=Arnold%20Verstraelen%20leven&f=false</ref>-->

== Karya ==
== Karya ==
Ditahbiskan menjadi [[Imam]] pada tanggal 29 September 1910, dikonsekrasi pada tanggal 12 Nopember 1933 dan terpilih menjadi Vikaris Apostolik Ende pada tanggal 25 April 1933. Ia menjabat sampai wafat pada tanggal 21 Juni 1950.
Ditahbiskan menjadi [[Imam]] pada tanggal 29 September 1910, dikonsekrasi pada tanggal 12 Nopember 1933 dan terpilih menjadi Vikaris Apostolik Ende pada tanggal 25 April 1933. Ia menjabat sampai wafat pada tanggal 21 Juni 1950.

Revisi per 11 Agustus 2016 08.56

Mgr.

Heinrich Leven
GerejaGereja Katolik Roma
TakhtaKeuskupan Agung Ende
Penunjukan12 Nopember 1933
PendahuluArnold Verstraelen
PenerusAntoine Hubert Thijssen
Jabatan lain
Imamat
Tahbisan imam
29 September 1910[1]
Tahbisan uskup
12 Nopember 1933
Informasi pribadi
Nama lahirHeinrich Leven
Lahir13 Jun 1883
Lank
Wafat31 Januari 1953
DenominasiKatolik Roma
Semboyan"O Crux, ave, spes unica"
(Salam O Salib, Harapan Satu-satunya)

Mgr. Heinrich Leven (13 Juni 1883 – 31 Januari 1953) adalah Vikaris Apostolik di Ende.

Latar belakang

Karya

Ditahbiskan menjadi Imam pada tanggal 29 September 1910, dikonsekrasi pada tanggal 12 Nopember 1933 dan terpilih menjadi Vikaris Apostolik Ende pada tanggal 25 April 1933. Ia menjabat sampai wafat pada tanggal 21 Juni 1950.

Referensi

  1. ^ "Catholic Hierarchy". Diakses tanggal 12 Januari 2013. 

Pranala luar

Jabatan Gereja Katolik
Didahului oleh:
Arnold Verstraelen
Vikaris Apostolik Ende
25 April 1933 - 21 Juni 1950
Diteruskan oleh:
Antoine Hubert Thijssen