Lompat ke isi

Hipersensitivitas: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: Eksim → Eksem using AWB
Baris 15: Baris 15:
}}
}}


'''Hipersensitivitas''' (atau '''reaksi hipersensitivitas''') adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh [[sistem kekebalan]] normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.<ref name="satu">{{en}}[http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/hyper00.htm Hypersensitivity Reactions]. Abdul Ghaffar.</ref>
'''Hipersensitivitas''' (atau '''reaksi hipersensitivitas''') adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh [[sistem kekebalan]] normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.<ref name="satu">{{en}}[http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/hyper00.htm Hypersensitivity Reactions]. Abdul Ghaffar.</ref>


== Hipersensitivitas Tipe I ==
== Hipersensitivitas Tipe I ==
{{main|Alergi}}
{{main|Alergi}}
[[Berkas:Allergy skin testing.JPG|thumb|200px|right|Tes alergi (hipersensitivitas tipe I) pada kulit.]]
[[Berkas:Allergy skin testing.JPG|thumb|200px|right|Tes alergi (hipersensitivitas tipe I) pada kulit.]]
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh [[Antibodi E|imunoglobulin E]] (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah [[mastosit]] atau [[basofil]]. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh [[keping darah]], [[neutrofil]], dan [[eosinofil]].
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh [[Antibodi E|imunoglobulin E]] (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah [[mastosit]] atau [[basofil]]. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh [[keping darah]], [[neutrofil]], dan [[eosinofil]].


Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan [[ELISA]] untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan [[alergen]] (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, [[Sel mieloma|mieloma]], dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan [[antibodi G|Imunoglobulin G]] (IgG), ''hyposensitization'' (imunoterapi atau ''desensitization'') untuk beberapa alergi tertentu.<ref name="satu" />
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan [[ELISA]] untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan [[alergen]] (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, [[Sel mieloma|mieloma]], dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan [[antibodi G|Imunoglobulin G]] (IgG), ''hyposensitization'' (imunoterapi atau ''desensitization'') untuk beberapa alergi tertentu.<ref name="satu" />


== Hipersensitivitas Tipe II ==
== Hipersensitivitas Tipe II ==
[[Berkas:Pemphigus foliaceus dog 1.jpg|thumb|right|200px|[[Pemfigus]], contoh hipersensitivitas tipe II pada anjing.]]
[[Berkas:Pemphigus foliaceus dog 1.jpg|thumb|right|200px|[[Pemfigus]], contoh hipersensitivitas tipe II pada anjing.]]
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa [[Antibodi G|imunoglobulin G]] (IgG) dan [[Antibodi E|imunoglobulin E]] (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.<ref name="empat">{{cite book|last= David K. Male, Jonathan Brostoff, Ivan Maurice Roitt, David B. Roth|first=|authorlink=|coauthors=|title= Immunology|year= 2006|publisher= Mosby|location=|id= ISBN 978-0-323-03399-2}}</ref>
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa [[Antibodi G|imunoglobulin G]] (IgG) dan [[Antibodi E|imunoglobulin E]] (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.<ref name="empat">{{cite book|last= David K. Male, Jonathan Brostoff, Ivan Maurice Roitt, David B. Roth|first=|authorlink=|coauthors=|title= Immunology|year= 2006|publisher= Mosby|location=|id= ISBN 978-0-323-03399-2}}</ref>


Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
Baris 34: Baris 34:


== Hipersensitivitas Tipe III ==
== Hipersensitivitas Tipe III ==
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas [[kompleks imun]]. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya [[inflamasi]] atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya [[fagosit]]. Namun, kadang-kadang, kehadiran [[bakteri]], [[virus]], lingkungan, atau [[antigen]] ([[spora]] [[fungi]], bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita [[Autoimunitas|penyakit autoimun]]. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa [[organ]], seperti [[kulit]], ginjal, [[paru-paru]], [[sendi]], atau dalam bagian koroid pleksus [[otak]].<ref name="tiga">{{cite book|last= Fritz H. Kayser|first=|authorlink=|coauthors=|title= Medical Microbiology|year= 2004|publisher= Thieme|location=|id= ISBN 978-1-58890-245-0}}</ref>
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas [[kompleks imun]]. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya [[inflamasi]] atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya [[fagosit]]. Namun, kadang-kadang, kehadiran [[bakteri]], [[virus]], lingkungan, atau [[antigen]] ([[spora]] [[fungi]], bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita [[Autoimunitas|penyakit autoimun]]. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa [[organ]], seperti [[kulit]], ginjal, [[paru-paru]], [[sendi]], atau dalam bagian koroid pleksus [[otak]].<ref name="tiga">{{cite book|last= Fritz H. Kayser|first=|authorlink=|coauthors=|title= Medical Microbiology|year= 2004|publisher= Thieme|location=|id= ISBN 978-1-58890-245-0}}</ref>


Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan [[penyakit serum]] (''serum sickness'') yang dapat memicu terjadinya [[artritis]] atau [[glomerulonefritis]]. [[Kompleks imun]] karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai [[reaksi Arthus]], diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora ''Aspergillus clavatus'' dan ''A. fumigatu''s yang menimbulkan sakit pada [[paru-paru]] pekerja lahan gandum (''malt'') dan spora ''Penicillium casei'' pada paru-paru pembuat keju.<ref name="tiga" />
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan [[penyakit serum]] (''serum sickness'') yang dapat memicu terjadinya [[artritis]] atau [[glomerulonefritis]]. [[Kompleks imun]] karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai [[reaksi Arthus]], diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora ''Aspergillus clavatus'' dan ''A. fumigatu''s yang menimbulkan sakit pada [[paru-paru]] pekerja lahan gandum (''malt'') dan spora ''Penicillium casei'' pada paru-paru pembuat keju.<ref name="tiga" />
Baris 41: Baris 41:
[[Berkas:Hypersensitivity pneumonitis high mag.jpg|thumb|200px|right|Perbesaran biopsi paru-paru dari penderita hipersensitivitas pneumonitis menggunakan mikrograf.]]
[[Berkas:Hypersensitivity pneumonitis high mag.jpg|thumb|200px|right|Perbesaran biopsi paru-paru dari penderita hipersensitivitas pneumonitis menggunakan mikrograf.]]
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (''delayed-type''). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi [[sitokina|sitokin]] dan [[kemokin]], serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (''delayed type hipersensitivity'', DTH).<ref name="dua">{{en}}{{cite book|last= Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah|first=|authorlink=|coauthors=|title= Primer to the immune response
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (''delayed-type''). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi [[sitokina|sitokin]] dan [[kemokin]], serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (''delayed type hipersensitivity'', DTH).<ref name="dua">{{en}}{{cite book|last= Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah|first=|authorlink=|coauthors=|title= Primer to the immune response
|year= 2008|publisher= Academic Press|location=|id= ISBN 978-0-12-374163-9}}.</ref>
|year= 2008|publisher= Academic Press|location=|id= ISBN 978-0-12-374163-9}}.</ref>


Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.<ref name="satu" />
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.<ref name="satu" />


{| class="wikitable" border="1" cellpadding="3" cellspacing="0" align="center"
{| class="wikitable" border="1" cellpadding="3" cellspacing="0" align="center"
Baris 49: Baris 49:
|- align="center"
|- align="center"
! Kontak
! Kontak
| 48-72 jam || [[Eksim]] (ekzema) || Limfosit, diikuti [[makrofag]]; edema epidermidis || Epidermal (senyawa organik, [[jelatang]] atau ''poison ivy'', logam berat , dll.)
| 48-72 jam || [[Eksem]] (ekzema) || Limfosit, diikuti [[makrofag]]; edema epidermidis || Epidermal (senyawa organik, [[jelatang]] atau ''poison ivy'', logam berat , dll.)
|- align="center"
|- align="center"
! Tuberkulin
! Tuberkulin

Revisi per 10 Oktober 2016 09.17

Hipersensitivitas
Informasi umum
SpesialisasiKedokteran gawat darurat, Imunologi Sunting ini di Wikidata

Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.[1]

Hipersensitivitas Tipe I

Tes alergi (hipersensitivitas tipe I) pada kulit.

Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.[1]

Hipersensitivitas Tipe II

Pemfigus, contoh hipersensitivitas tipe II pada anjing.

Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.[2]

Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:

  • Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
  • Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
  • Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).[3]

Hipersensitivitas Tipe III

Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.[4]

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan penyakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.[4]

Hipersensitivitas Tipe IV

Perbesaran biopsi paru-paru dari penderita hipersensitivitas pneumonitis menggunakan mikrograf.

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).[5]

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.[1]

Tipe Waktu reaksi Penampakan klinis Histologi Antigen dan situs
Kontak 48-72 jam Eksem (ekzema) Limfosit, diikuti makrofag; edema epidermidis Epidermal (senyawa organik, jelatang atau poison ivy, logam berat , dll.)
Tuberkulin 48-72 jam Pengerasan (indurasi) lokal Limfosit, monosit, makrofag Intraderma (tuberkulin, lepromin, dll.)
Granuloma 21-28 hari Pengerasan Makrofag, epitheloid dan sel raksaksa, fibrosis Antigen persisten atau senyawa asing dalam tubuh (tuberkulosis, kusta, etc.)

Referensi

  1. ^ a b c (Inggris)Hypersensitivity Reactions. Abdul Ghaffar.
  2. ^ David K. Male, Jonathan Brostoff, Ivan Maurice Roitt, David B. Roth (2006). Immunology. Mosby. ISBN 978-0-323-03399-2. 
  3. ^ (Inggris)Hypersensitivity Douglas F. Fix.
  4. ^ a b Fritz H. Kayser (2004). Medical Microbiology. Thieme. ISBN 978-1-58890-245-0. 
  5. ^ (Inggris)Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah (2008). Primer to the immune response. Academic Press. ISBN 978-0-12-374163-9. .