Pathet: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
[[Berkas:Traditional indonesian instrument being played at the indonesian embassy.jpg|thumb|250px|right|Seorang penabuh gamelan selalu mengikuti aturan pathet]] |
[[Berkas:Traditional indonesian instrument being played at the indonesian embassy.jpg|thumb|250px|right|Seorang penabuh gamelan selalu mengikuti aturan pathet]] |
||
==Jenis dan Penggunaan Pathet== |
== Jenis dan Penggunaan Pathet == |
||
Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk [[laras]] pelog dan slendro.<ref name="murti"/> |
Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk [[laras]] pelog dan slendro.<ref name="murti"/> Adapun jenis pathet dalam laras slendro adalah sebagai berikut:<ref name="jaya"/> |
||
* Slendra |
* Slendra |
||
** Nem: 6-5-3-2 |
** Nem: 6-5-3-2 |
||
Baris 17: | Baris 17: | ||
Setiap pathet menjadi tanda waktu sebuah pertunjukan wayang sedang berlangsung.<ref name="anonim"/> Pathet nem dipakai untuk membuka pertunjukan wayang yang dimulai pukul 21.00.<ref name="anonim"/> Pathet ''nem'' mengirigi adegan [[istana]] sampai dengan adegan [[perang]] pada pukul 24.00<ref name="anonim"/> Setelah adegan perang sampai adegan [[pertapaan]] digunakan pathet sanga.<ref name="anonim"/> Pathet sanga berakhir pada pukul 03.00.<ref name="anonim"/> Pertunjukan wayang diakhiri dengan pathet Manyura.<ref name="anonim"/> |
Setiap pathet menjadi tanda waktu sebuah pertunjukan wayang sedang berlangsung.<ref name="anonim"/> Pathet nem dipakai untuk membuka pertunjukan wayang yang dimulai pukul 21.00.<ref name="anonim"/> Pathet ''nem'' mengirigi adegan [[istana]] sampai dengan adegan [[perang]] pada pukul 24.00<ref name="anonim"/> Setelah adegan perang sampai adegan [[pertapaan]] digunakan pathet sanga.<ref name="anonim"/> Pathet sanga berakhir pada pukul 03.00.<ref name="anonim"/> Pertunjukan wayang diakhiri dengan pathet Manyura.<ref name="anonim"/> |
||
==Pathet dan Seni Pedalangan== |
== Pathet dan Seni Pedalangan == |
||
Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur [[drama |
Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur [[drama]]tis [[musikal]] semakin menanjak.<ref name=murti/> Pathet nem menempati posisi paling rendah, pathet sanga berada di tengah, dan pathet manyura berada di posisi yang paling tinggi.<ref name=murti/> Pathet nem mendukung adegan-adegan awal yang merupakan pengenalan.<ref name=murti/> Kemudian adegan-adegan perumitan masalah diiringi dengan musik-musik pathet sanga. Pathet manyura mengiringi adegan-adegan [[klimaks]] sampai pada penyelesaian masalah.<ref name=murti/> Maka hubungan antara pathet dan seni pedalangan adalah membangun alur dramatik cerita dalam pewayangan.<ref name=murti/> |
||
Pathet juga menyesuaikan dengan [[percapakan]]-percakapan tokoh.<ref name=murti/> |
Pathet juga menyesuaikan dengan [[percapakan]]-percakapan tokoh.<ref name=murti/> Pathet nem sebagai pengiring adegana awal mengiringi adegan-adegan perkenalan.<ref name=murti/> Maka [[tempo]] dan pukulan pun cenderung lebih pelan. Sementara dalam adegan-adegan perumitan masalah dengan [[dialog]] yang lebih sedikit, tempo mulai menanjak pada pathet sanga.<ref name=murti/> Adegan perang dan klimaks lebih sedikit lagi dialog yang digunakan maka tempo semakin cepat lagi.<ref name=murti/> Penurunan tempo mulai nampak dalam adegan-adegan penyelesaian konflik, karena mulai muncul banyak dialog.<ref name=murti/> Penurunan tempo ditandai dengan peralihan dari pathet sanga ke manyura.<ref name=murti/> |
||
==Rujukan== |
== Rujukan == |
||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
Revisi per 25 Oktober 2016 21.34
Pathet merupakan pengaturan nada gamelan atau musik tradisional Jawa. [1] Pathet berlaku dalam laras gamelan pelog maupun slendro. [2] Pathet memberikan keindahan dan harmonisasi pukulan gamelan.[2] Setiap pathet memiliki urutan nada tersendiri yang berbeda satu dengan yang lain.[2] Dalam pentas pewayangan pathet memberikan tanda waktu dan adegan yang sedang berlangsung.[3] Pembatasan nada beserta pengaturannya mengandung makna filosofis dalam budaya Jawa terutama dalam pementasan wayang. [4] Dalam pertunjukan wayang di Surakarta secara umum dikenal tiga pathet yaitu, nem, sanga, dan manyura.[5]
Jenis dan Penggunaan Pathet
Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk laras pelog dan slendro.[1] Adapun jenis pathet dalam laras slendro adalah sebagai berikut:[2]
- Slendra
- Nem: 6-5-3-2
- Sanga: 2-1-6-5
- Manyura: 3-2-1-6
Sementara pathet untuk laras slendro adalah sebagai berikut :[2]
- Pélog
- Lima: 5-4-2-1 (lama) atau 5-3-2-1 (baru)
- Nem: 2-1-6-5
- Barang: 3-2-7-6
- Manyura: 3-2-1-6
Setiap pathet menjadi tanda waktu sebuah pertunjukan wayang sedang berlangsung.[3] Pathet nem dipakai untuk membuka pertunjukan wayang yang dimulai pukul 21.00.[3] Pathet nem mengirigi adegan istana sampai dengan adegan perang pada pukul 24.00[3] Setelah adegan perang sampai adegan pertapaan digunakan pathet sanga.[3] Pathet sanga berakhir pada pukul 03.00.[3] Pertunjukan wayang diakhiri dengan pathet Manyura.[3]
Pathet dan Seni Pedalangan
Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur dramatis musikal semakin menanjak.[1] Pathet nem menempati posisi paling rendah, pathet sanga berada di tengah, dan pathet manyura berada di posisi yang paling tinggi.[1] Pathet nem mendukung adegan-adegan awal yang merupakan pengenalan.[1] Kemudian adegan-adegan perumitan masalah diiringi dengan musik-musik pathet sanga. Pathet manyura mengiringi adegan-adegan klimaks sampai pada penyelesaian masalah.[1] Maka hubungan antara pathet dan seni pedalangan adalah membangun alur dramatik cerita dalam pewayangan.[1]
Pathet juga menyesuaikan dengan percapakan-percakapan tokoh.[1] Pathet nem sebagai pengiring adegana awal mengiringi adegan-adegan perkenalan.[1] Maka tempo dan pukulan pun cenderung lebih pelan. Sementara dalam adegan-adegan perumitan masalah dengan dialog yang lebih sedikit, tempo mulai menanjak pada pathet sanga.[1] Adegan perang dan klimaks lebih sedikit lagi dialog yang digunakan maka tempo semakin cepat lagi.[1] Penurunan tempo mulai nampak dalam adegan-adegan penyelesaian konflik, karena mulai muncul banyak dialog.[1] Penurunan tempo ditandai dengan peralihan dari pathet sanga ke manyura.[1]
Rujukan
- ^ a b c d e f g h i j k l m Bambang Murtiyoso, dkk (2007). Teori Pedalangan. Surakarta: ISI Surakarta. ISBN 979-8217-60-8.
- ^ a b c d e R.M. Jayadipura (1949). Music in Java. The Hague.
- ^ a b c d e f g Anonim (1985). Wayang Asal Usul dan Jenisnya. Semarang: Dahara Prize.
- ^ Jennifer Lindsay (1992). Javanese Gamelan. hlm. 39-41. ISBN 0-19-588582-1.
- ^ Harijadi Tri Putranto (2011). "Konsep Garap Sulukan Dalam Tradisi Pedalangan Gaya Surakarta Sebuah Tawaran". Pusat Data Wayang Indonesia. Diakses tanggal 8 Mei 2014.