Sulistyowati Irianto: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Naval Scene (bicara | kontrib)
Baris 2: Baris 2:


== Pendidikan ==
== Pendidikan ==
Sulis adalah seorang Sarjana Sosial juruan Administrasi Publik dari [[Universitas Gadjah Mada]]. Lulus tahun 1985, Sulis memutuskan untuk berpindah haluan dari Administrasi Publik yang telah dipelajari selama enam tahun ke Sebuah bidang yang benar-benar baru yaitu Antropologi Hukum <ref name="hukum online"> [http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d243c7fc48d8/sulistyowati-irianto-dari-sahabat-pena-menjadi-profesor : Sulistyowati Irianto: Dari Sahabat Pena Menjadi Profesor] </ref> . Keterlibatan Sulis dengan Antropologi Hukum dimulai dengan kegemarannya melakukan surat-menyurat sejak zaman muda. Sulis muda mengirimkan surat kepada sejumlah tokoh yang ia kagumi. Beberapa di antara mereka adalah ahli Antropologi dari Universitas Indonesia (UI) Prof Koentjaraningrat dan Prof TO Ihromi, serta ahli Sosiologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Pujiwati Sajogyo. Kepada mereka, selain menyatakan kekagumannya, Sulis juga mengutarakan niat ingin menjadi dosen. Gayung bersambut, Prof Sajogyo sedang membutuhkan asisten. Peluang itu langsung disabet Sulis, meski tidak berlangsung lama.
Sulis adalah seorang Sarjana Sosial juruan Administrasi Publik dari [[Universitas Gadjah Mada]]. Lulus tahun 1985, Sulis memutuskan untuk berpindah haluan dari Administrasi Publik yang telah dipelajari selama enam tahun ke Sebuah bidang yang benar-benar baru yaitu Antropologi Hukum <ref name="hukum online"> [http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d243c7fc48d8/sulistyowati-irianto-dari-sahabat-pena-menjadi-profesor : Sulistyowati Irianto: Dari Sahabat Pena Menjadi Profesor] </ref> . Keterlibatan Sulis dengan Antropologi Hukum dimulai dengan kegemarannya melakukan surat-menyurat sejak zaman muda. Sulis muda mengirimkan surat kepada sejumlah tokoh yang ia kagumi. Beberapa di antara mereka adalah ahli Antropologi dari Universitas Indonesia (UI) Prof [[Koentjaraningrat]] dan Prof [[Tapi Omas Ihromi|TO Ihromi]], serta ahli Sosiologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof [[Pudjiwati Sajogyo|Pujiwati Sajogyo]]. Kepada mereka, selain menyatakan kekagumannya, Sulis juga mengutarakan niat ingin menjadi dosen. Gayung bersambut, Prof Sajogyo sedang membutuhkan asisten. Peluang itu langsung disabet Sulis, meski tidak berlangsung lama.


Sulis meraih gelar Master Antropologi Hukum dari [[Universitas Indonesia]] (disingkat UI) dan [[Universitas Leiden]], Belanda pada tahun 1989. <ref name= "rumahpengetahuan"/> Pada tahun 2000, Sulis menyelesaikan studi Doktor di bidang Antropologi Hukum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Saat ini Sulis mengajar di [[Universitas Indonesia]] dan [[Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian]] (disingkat PTIK). Sejak tahun 1987, Sulis telah memperoleh berbagai beasiswa , fellowship internasional dan penghargaan ilmiah. Sulis juga telah melakukan 16 riset, menghasilkan 15 buku, dan 28 makalah internasional sejak tahun 1989. <ref name="rumahpengetahuan"/>
Sulis meraih gelar Master Antropologi Hukum dari [[Universitas Indonesia]] (disingkat UI) dan [[Universitas Leiden]], Belanda pada tahun 1989. <ref name= "rumahpengetahuan"/> Pada tahun 2000, Sulis menyelesaikan studi Doktor di bidang Antropologi Hukum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Saat ini Sulis mengajar di [[Universitas Indonesia]] dan [[Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian]] (disingkat PTIK). Sejak tahun 1987, Sulis telah memperoleh berbagai beasiswa , fellowship internasional dan penghargaan ilmiah. Sulis juga telah melakukan 16 riset, menghasilkan 15 buku, dan 28 makalah internasional sejak tahun 1989. <ref name="rumahpengetahuan"/>
Baris 9: Baris 9:
Sulis menerima penghargaan Cendekiawan Berprestasi dari Harian Umum Kompas pada tahun 2014 bersama dengan Prof Dr Eko Budiharjo, Sulastomo, Franz Magnis Suseno dan Radhar Panca Dahana. Sulis merupakan satu-satunya perempuan peraih penghargaan tersebut. <ref name= "rumahpengetahuan"/>
Sulis menerima penghargaan Cendekiawan Berprestasi dari Harian Umum Kompas pada tahun 2014 bersama dengan Prof Dr Eko Budiharjo, Sulastomo, Franz Magnis Suseno dan Radhar Panca Dahana. Sulis merupakan satu-satunya perempuan peraih penghargaan tersebut. <ref name= "rumahpengetahuan"/>


Aktivisme

== Aktivisme ==

=== Antropologi Hukum di Indonesia ===
=== Antropologi Hukum di Indonesia ===
Setelah menyelesaikan pendidikan Master dari Belanda, Sulis diminta membantu proses persiapan pengadaan mata kuliah baru bernama Antropologi Hukum oleh Prof. TO Ihromi. Pada waktu itu, UI dicanangkan sebagai perguruan tinggi pertama yang memperkenalkan mata kuliah Antropologi Hukum. Dalam proses persiapan, Sulis membantu Prof Ihromi mengidentifikasi keberadaan mata kuliah Antropologi Hukum di seluruh Indonesia. Salah satu caranya dengan mengirimkan kuesioner ke sekitar 50 dekan fakultas hukum se-Indonesia untuk menanyakan apakah di sana terdapat mata kuliah Antropologi Hukum. Bagi Sulis, Antropologi Hukum sangat penting karena dapat berperan menyeimbangkan antara keadilan hukum dengan keadilan sosial. Selama ini, dua jenis keadilan ini seringkali berseberangan. Menurut Sulis, Antropologi Hukum bermanfaat untuk memperluas pandangan dan pertimbangan penegak hukum dalam pengangan berbagai kasus terkait hukum dan adat. Prof. [[Koentjaraningrat]] dan Prof. TO Ihromi merupakan tokoh yang menjadi inspirasi Sulis untuk memperjuangkan mata kuliah Antropologi Hukum di Indonesia sejak 24 tahun yang lalu. <ref name="hukum online"/>
Setelah menyelesaikan pendidikan Master dari Belanda, Sulis diminta membantu proses persiapan pengadaan mata kuliah baru bernama Antropologi Hukum oleh Prof. TO Ihromi. Pada waktu itu, UI dicanangkan sebagai perguruan tinggi pertama yang memperkenalkan mata kuliah Antropologi Hukum. Dalam proses persiapan, Sulis membantu Prof Ihromi mengidentifikasi keberadaan mata kuliah Antropologi Hukum di seluruh Indonesia. Salah satu caranya dengan mengirimkan kuesioner ke sekitar 50 dekan fakultas hukum se-Indonesia untuk menanyakan apakah di sana terdapat mata kuliah Antropologi Hukum. Bagi Sulis, Antropologi Hukum sangat penting karena dapat berperan menyeimbangkan antara keadilan hukum dengan keadilan sosial. Selama ini, dua jenis keadilan ini seringkali berseberangan. Menurut Sulis, Antropologi Hukum bermanfaat untuk memperluas pandangan dan pertimbangan penegak hukum dalam pengangan berbagai kasus terkait hukum dan adat. Prof. [[Koentjaraningrat]] dan Prof. TO Ihromi merupakan tokoh yang menjadi inspirasi Sulis untuk memperjuangkan mata kuliah Antropologi Hukum di Indonesia sejak 24 tahun yang lalu. <ref name="hukum online"/>

Revisi per 8 Desember 2016 11.18

Sulistyowati Irianto (lahir di Jakarta tanggal 1 Desember 1960) adalah Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia dan seorang antropolog feminis yang telah banyak melakukan penelitian dan penerbitan buku yang terkait dengan hak-hak perempuan di Indonesia. Sulis dinobatkan sebagai Guru Besar di bidang Antropologi Hukum oleh Fakultas Hukum, Universitas Indonesia pada tahun 2008 [1]. Sulis menjabat sebagai Ketua Program Pasca Sarjana UI periode 2013-2017 [2]

Pendidikan

Sulis adalah seorang Sarjana Sosial juruan Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada. Lulus tahun 1985, Sulis memutuskan untuk berpindah haluan dari Administrasi Publik yang telah dipelajari selama enam tahun ke Sebuah bidang yang benar-benar baru yaitu Antropologi Hukum [3] . Keterlibatan Sulis dengan Antropologi Hukum dimulai dengan kegemarannya melakukan surat-menyurat sejak zaman muda. Sulis muda mengirimkan surat kepada sejumlah tokoh yang ia kagumi. Beberapa di antara mereka adalah ahli Antropologi dari Universitas Indonesia (UI) Prof Koentjaraningrat dan Prof TO Ihromi, serta ahli Sosiologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Pujiwati Sajogyo. Kepada mereka, selain menyatakan kekagumannya, Sulis juga mengutarakan niat ingin menjadi dosen. Gayung bersambut, Prof Sajogyo sedang membutuhkan asisten. Peluang itu langsung disabet Sulis, meski tidak berlangsung lama.

Sulis meraih gelar Master Antropologi Hukum dari Universitas Indonesia (disingkat UI) dan Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1989. [1] Pada tahun 2000, Sulis menyelesaikan studi Doktor di bidang Antropologi Hukum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Saat ini Sulis mengajar di Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (disingkat PTIK). Sejak tahun 1987, Sulis telah memperoleh berbagai beasiswa , fellowship internasional dan penghargaan ilmiah. Sulis juga telah melakukan 16 riset, menghasilkan 15 buku, dan 28 makalah internasional sejak tahun 1989. [1]

Penghargaan

Sulis menerima penghargaan Cendekiawan Berprestasi dari Harian Umum Kompas pada tahun 2014 bersama dengan Prof Dr Eko Budiharjo, Sulastomo, Franz Magnis Suseno dan Radhar Panca Dahana. Sulis merupakan satu-satunya perempuan peraih penghargaan tersebut. [1]

Aktivisme

Antropologi Hukum di Indonesia

Setelah menyelesaikan pendidikan Master dari Belanda, Sulis diminta membantu proses persiapan pengadaan mata kuliah baru bernama Antropologi Hukum oleh Prof. TO Ihromi. Pada waktu itu, UI dicanangkan sebagai perguruan tinggi pertama yang memperkenalkan mata kuliah Antropologi Hukum. Dalam proses persiapan, Sulis membantu Prof Ihromi mengidentifikasi keberadaan mata kuliah Antropologi Hukum di seluruh Indonesia. Salah satu caranya dengan mengirimkan kuesioner ke sekitar 50 dekan fakultas hukum se-Indonesia untuk menanyakan apakah di sana terdapat mata kuliah Antropologi Hukum. Bagi Sulis, Antropologi Hukum sangat penting karena dapat berperan menyeimbangkan antara keadilan hukum dengan keadilan sosial. Selama ini, dua jenis keadilan ini seringkali berseberangan. Menurut Sulis, Antropologi Hukum bermanfaat untuk memperluas pandangan dan pertimbangan penegak hukum dalam pengangan berbagai kasus terkait hukum dan adat. Prof. Koentjaraningrat dan Prof. TO Ihromi merupakan tokoh yang menjadi inspirasi Sulis untuk memperjuangkan mata kuliah Antropologi Hukum di Indonesia sejak 24 tahun yang lalu. [3]

Pemikiran Sulis mengenai Masyarakat Adat dan Kenusantaraan menyoroti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk dari beragam nation” lain yang kecil, tua, dan berbasis kesukubangsaan . Konsistensi hukum , identitas hukum , hak sipil dan jaminan ruang hidup bagi masyarakat adat mutlak untuk dipenuhi sebagai wujud pemenuhan hak dasar Negara kepada Warga Negara . Secara khusus Sulis menyuarakan agar hendaknya para penegak hukum bersikap sebagai negarawan dan memanusiakan manusia ketika berhadapan dengan masyarakat adat. Antropologi Hukum secara khusus menggagas penghargaan terhadap keragaman adat dan budaya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari persatuan sebuah Negara. [4]

Sulis dipercaya menjadi Anggota Board Komisi Internasional Pluralisme Hukum (sejak 2006) dan Anggota Komisi Internasional dalam Hukum Adat dan Hukum Pluralisme Hukum (sejak 1993) [1]

Perempuan dan Gender

Sulis secara konsisten memilih tema gender sebagai topik skripsi dan tesis nya. “Batak Women and Social Security in 1980-s: A Study on Social Security with Legal Anthropological perspective” merupakan judul tesis yang ditulis Sulis untuk memperoleh gelar Master Antropologi Hukum dari Universitas Leiden. Keahlian Sulis dalam isu-isu gender telah diakui berbagai kalangan. [3]

Sulis menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Gender Universitas Indonesia pada tahun 2002 hingga 2010 [3] . Saat ini Sulis aktif menjadi Pakar Hukum Antropologi Gender di lembaga yang sama. [5].

Rujukan