Lompat ke isi

Tohjaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Evremonde (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Panji Tohjaya''' adalah putra [[Ken Arok]] (pendiri Kerajaan [[Singhasari]]) yang lahir dari selir bernama [[Ken Umang]]. Menurut [[Pararaton]] ia menjadi raja [[Singhasari]] tahun 1249. Namun menurut [[Nagarakretagama]] ia sama sekali tidak pernah menjadi raja [[Singhasari]].
'''Panji Tohjaya''' adalah putra [[Ken Arok]] (pendiri Kerajaan [[Tumapel]] atau [[Singhasari]]) yang lahir dari selir bernama [[Ken Umang]]. Menurut ''[[Pararaton]]'' ia menjadi raja [[Tumapel]] tahun 1249. Namun menurut ''[[Nagarakretagama]]'' ia sama sekali tidak pernah menjadi raja [[Tumapel]].


==Kisah Tohjaya dalam Pararaton==
==Kisah Tohjaya dalam Pararaton==
Menurut [[Pararaton]], setelah membunuh ayah tirinya, yaitu [[Ken Arok]] pada tahun 1247, [[Anusapati]] menjadi raja [[Singhasari]]. Pemerintahannnya selalu dilanda kekhawatiran akan balas dendam dari putra-putra [[Ken Arok]].
''[[Pararaton]]'' mengisahkan, setelah membunuh ayah tirinya, yaitu [[Ken Arok]] pada tahun 1247, [[Anusapati]] menjadi raja [[Tumapel]]. Pemerintahannnya selalu dilanda kekhawatiran akan balas dendam dari putra-putra [[Ken Arok]].


Meskipun [[Anusapati]] memperketat pengawalan dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak [[Anusapati]] menyabung ayam. [[Anusapati]] menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat [[Anusapati]] asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]].
Meskipun [[Anusapati]] memperketat pengawalan dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak [[Anusapati]] menyabung ayam. [[Anusapati]] menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat [[Anusapati]] asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]]. Peristiwa itu terjadi antara tahun 1248 atau 1249.


Setelah membunuh [[Anusapati]] tahun 1248, Tohjaya menjadi raja [[Singhasari]]. Karena hasutan pembantunya, ia kemudian berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Ranggawuni]] (putra [[Anusapati]]), dan [[Mahisa Campaka]] (putra [[Mahisa Wunga Teleng]]). Namun kedua keponakannya justru mendapat dukungan kuat dari tentara [[Singhasari]]. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya yang dilancarkan oleh kedua keponakannya itu. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya parah, ia akhirnya meninggal di '''desa Katang Lumbang'''.
Setelah membunuh [[Anusapati]], Tohjaya menjadi raja [[Tumapel]]. Karena hasutan pembantunya, ia kemudian berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Ranggawuni]] (putra [[Anusapati]]), dan [[Mahisa Campaka]] (putra [[Mahisa Wunga Teleng]]). Namun kedua keponakannya justru mendapat dukungan kuat dari tentara [[Tumapel]]. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya yang dilancarkan oleh kedua keponakannya itu. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya parah, ia akhirnya meninggal di '''desa Katang Lumbang'''. Peristiwa itu terjadi tahun 1250.


==Bukti Sejarah Keberadaan Tokoh Tohjaya==
==Bukti Sejarah Keberadaan Tokoh Tohjaya==
Uraian kisah hidup Panji Tohjaya terdapat dalam [[Pararaton]]. Namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman [[Singhasari]] sehingga kebenaran sejarahnya ''cukup meragukan''. Naskah [[Nagarakretagama]] yang ditulis tepat pada pertengahan zaman [[Majapahit]] ternyata ''sama sekali'' tidak menyebutkan nama Tohjaya.
Uraian kisah hidup Panji Tohjaya hanya terdapat dalam ''[[Pararaton]]''. Namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman [[Tumapel]] sehingga kebenaran sejarahnya ''cukup meragukan''. Naskah ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis tepat pada pertengahan zaman [[Majapahit]] (1365) ternyata ''sama sekali'' tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya.


Nama Tohjaya kemudian ditemukan dalam [[prasasti Mula Malurung]]. Prasasti ini diterbitkan oleh Raja [[Wisnuwardhana]] tahun 1255 sehingga kebenaran datanya tentang keadaan [[Singhasari]] saat itu ''dapat dipertanggungjawabkan''. Dengan demikian, terbukti sudah kalau Tohjaya adalah benar-benar tokoh sejarah, bukan sekadar tokoh dongengan ciptaan [[Pararaton]].
Nama Tohjaya kemudian ditemukan dalam [[prasasti Mula Malurung]]. Prasasti ini diterbitkan oleh [[Kertanagara]] atas perintah Raja [[Wisnuwardhana]] tahun 1255 sehingga kebenaran datanya tentang keadaan [[Tumapel]] saat itu ''dapat dipertanggungjawabkan''. Dengan demikian, terbukti sudah kalau Tohjaya adalah benar-benar tokoh sejarah, bukan sekadar tokoh dongengan ciptaan ''[[Pararaton]]''.


Akan tetapi dalam prasasti tersebut ditulis bahwa Tohjaya bukan raja [[Singhasari]], melainkan raja [[Kadiri]] yang menggantikan adiknya, yaitu [[Guningbhaya]]. Adapun [[Guningbhaya]] menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama '''Bhatara Parameswara'''. Ketiga raja [[Kadiri]] tersebut adalah ''paman'' dari Raja [[Wisnuwardhana]].
Akan tetapi dalam prasasti tersebut ditulis bahwa Tohjaya bukan raja [[Tumapel]] atau [[Singhasari]], melainkan raja [[Kadiri]] yang menggantikan adiknya, yaitu [[Guningbhaya]]. Adapun [[Guningbhaya]] menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama '''Bhatara Parameswara'''. Ketiga raja [[Kadiri]] tersebut adalah ''paman'' dari Raja [[Wisnuwardhana]].


Selain itu tertulis pula dalam prasasti tersebut nama pendiri Kerajaan [[Singhasari]] yaitu '''Bhatara Siwa''', kakek dari [[Wisnuwardhana]].
Selain itu tertulis pula dalam prasasti tersebut nama pendiri Kerajaan [[Tumapel]] yaitu '''Bhatara Siwa''', kakek dari [[Wisnuwardhana]].


==Tohjaya adalah Raja Kadiri, bukan Raja Singhasari==
==Tohjaya adalah Raja Kadiri, bukan Raja Tumapel-Singhasari==
[[Slamet Muljana]] dalam bukunya, ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya'' (1979) mencoba menafsirkan kembali sejarah Tohjaya berdasarkan [[prasasti Mula Malurung]]. Kisahnya adalah sebagai berikut.
[[Slamet Muljana]] dalam bukunya, ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya'' (1979) mencoba menafsirkan kembali sejarah Tohjaya berdasarkan [[prasasti Mula Malurung]]. Kisahnya adalah sebagai berikut.


Kerajaan [[Kadiri]] runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (dalam [[Pararaton]] disebut [[Ken Arok]]). Ia kemudian mendirikan Kerajaan [[Singhasari]] di mana [[Kadiri]] menjadi negeri bawahan. [[Kadiri]] lalu diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Selanjutnya Bhatara Parameswara digantikan adiknya yang bernama [[Guningbhaya]] dan [[Guningbhaya]] lalu digantikan Tohjaya, yang memerintah [[Kadiri]] sampai tahun 1250.
Kerajaan [[Kadiri]] runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (dalam ''[[Pararaton]]'' disebut [[Ken Arok]]). Ia kemudian mendirikan Kerajaan [[Tumapel]] di mana [[Kadiri]] menjadi negeri bawahan. [[Kadiri]] lalu diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Selanjutnya Bhatara Parameswara digantikan adiknya yang bernama [[Guningbhaya]] dan [[Guningbhaya]] lalu digantikan Tohjaya, yang memerintah [[Kadiri]] sampai tahun 1250.


Ketiga raja [[Kadiri]] berturut-turut tersebut adalah paman [[Wisnuwardhana]]. Jika dibandingkan dengan [[Pararaton]], maka Bhatara Parameswara kiranya sama dengan [[Mahisa Wunga Teleng]], sedangkan [[Guningbhaya]] sama dengan [[Agnibhaya]]. Keduanya adalah putra [[Ken Arok]] yang lahir dari [[Ken Dedes]]. Sedangkan Tohjaya lahir dari [[Ken Umang]].
Ketiga raja [[Kadiri]] berturut-turut tersebut adalah paman [[Wisnuwardhana]]. Jika dibandingkan dengan ''[[Pararaton]]'', maka Bhatara Parameswara kiranya sama dengan [[Mahisa Wunga Teleng]], sedangkan [[Guningbhaya]] sama dengan [[Agnibhaya]]. Keduanya adalah putra [[Ken Arok]] yang lahir dari [[Ken Dedes]]. Sedangkan Tohjaya lahir dari [[Ken Umang]].


Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Namun dalam prasasti itu disebutkan kalau [[Guningbhaya]] digantikan kakaknya (Tohjaya). Kemungkinan besar berita dalam [[Pararaton]] benar. Tohjaya memang tidak mempunyai hak atas takhta karena ia putra selir . Jadi ia harus melakukan kudeta untuk merebut takhta, dan itu ditujukan terhadap [[Guningbhaya]], bukan terhadap [[Anusapati]].
Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Namun dalam prasasti itu disebutkan kalau [[Guningbhaya]] digantikan kakaknya (Tohjaya). Kemungkinan besar berita dalam ''[[Pararaton]]'' benar. Tohjaya memang tidak mempunyai hak atas takhta karena ia hanyalah putra selir . Jadi ia harus melakukan kudeta untuk merebut takhta, dan itu ditujukan terhadap [[Guningbhaya]], bukan terhadap [[Anusapati]].


Di dalam [[Nagarakretagama]] disebutkan kalau [[Anusapati]] meninggal secara wajar tahun 1248 dan digantikan putranya ([[Wisnuwardhana]]). Hal ini memperkuat hipotesis kalau Tohjaya mungkin tidak pernah membunuh [[Anusapati]], tapi membunuh [[Guningbhaya]].
Di dalam ''[[Nagarakretagama]]'' disebutkan kalau [[Anusapati]] meninggal secara wajar tahun 1248 dan digantikan putranya ([[Wisnuwardhana]]). Hal ini memperkuat hipotesis kalau Tohjaya mungkin tidak pernah membunuh [[Anusapati]], tapi membunuh [[Guningbhaya]].


Selanjutnya [[Pararaton]] menyebutkan kalau Tohjaya berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Wisnuwardhana]] dan [[Mahisa Campaka]]. Keduanya memang memiliki hak atas takhta [[Kadiri]], karena keduanya masing-masing adalah menantu dan putra Bhatara Parameswara alias [[Mahisa Wunga Teleng]].
Selanjutnya ''[[Pararaton]]'' menyebutkan kalau Tohjaya berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Wisnuwardhana]] dan [[Mahisa Campaka]]. Keduanya memang memiliki hak atas takhta [[Kadiri]], karena keduanya masing-masing adalah menantu dan putra Bhatara Parameswara alias [[Mahisa Wunga Teleng]].


Meskipun uraian dalam [[Pararaton]] sulit dipercaya, namun beberapa bagian jika dibandingkan dengan [[prasasti Mula Malurung]] dan [[Nagarakretagama]] ternyata cukup mendekati kebenaran.
Meskipun uraian dalam ''[[Pararaton]]'' sulit dipercaya, namun beberapa bagian jika dibandingkan dengan [[prasasti Mula Malurung]] dan ''[[Nagarakretagama]]'' ternyata cukup mendekati kebenaran.


==Pengganti Tohjaya==
==Pengganti Tohjaya==
Menurut [[Pararaton]] pengganti Tohjaya sebagai raja [[Singhasari]] sejak tahun 1249 adalah [[Wisnuwardhana]]. Namun [[prasasti Mula Malurung]] menyebutkan [[Wisnuwardhana]] menjadi raja [[Singhasari]] sejak 1248 (ia menggantikan [[Anusapati]] menurut [[Nagarakretagama]]). Lagi pula Tohjaya adalah raja [[Kadiri]].
Menurut ''[[Pararaton]]'' pengganti Tohjaya sebagai raja [[Tumapel]] sejak tahun 1250 adalah [[Wisnuwardhana]]. Namun ''[[Nagarakretagama]]'' menyebutkan [[Wisnuwardhana]] menjadi raja [[Tumapel]] sejak 1248 menggantikan [[Anusapati]]. Lagi pula prasasti membuktikan kalau Tohjaya adalah raja [[Kadiri]].


Dalam [[prasasti Mula Malurung]] disebutkan kalau kekuasaan Tohjaya di [[Kadiri]] berakhir tahun 1250. Raja [[Kadiri]] pada saat prasasti diterbitkan (1255) adalah [[Kertanagara]] putra [[Wisnuwardhana]]. Ia mendapat hak atas takhta [[Kadiri]] karena ibunya adalah '''Waning Hyun''' putri Bhatara Parameswara.
[[Prasasti Mula Malurung]] diterbitkan tahun 1255 oleh [[Kertanagara]] sebagai raja muda di [[Kadiri]] atas perintah dari [[Wisnuwardhana]] (ayahnya di [[Tumapel]]). Kertanagara mendapat hak atas takhta [[Kadiri]] karena ibunya adalah '''Waning Hyun''' putri Bhatara Parameswara.


[[Mahisa Campaka]] alias [[Narasinghamurti]] putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti. Yang ada adalah '''Narajaya''' sepupu [[Wisnuwardhana]] yang menjadi raja bawahan di '''Hering'''. Hal ini membuktikan kalau [[Mahisa Campaka]] tidak memiliki hak atas takhta [[Kadiri]] karena mungkin ia hanyalah putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir Bhatara Parameswara. Karena pada kenyataannya takhta [[Kadiri]] jatuh pada [[Kertanagara]] putra [[Wisnuwardhana]] dan Waning Hyun.
[[Mahisa Campaka]] alias [[Narasinghamurti]] putra [[Mahisa Wunga Teleng]] (Bhatara Parameswara) memang tidak terdapat dalam prasasti. Yang ada adalah nama '''Narajaya''' sepupu [[Wisnuwardhana]] yang menjadi raja bawahan di '''Hering'''. Hal ini membuktikan kalau [[Mahisa Campaka]] tidak memiliki hak atas takhta [[Kadiri]] karena mungkin ia hanyalah putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir Bhatara Parameswara. Karena pada kenyataannya takhta [[Kadiri]] jatuh pada [[Kertanagara]] putra [[Wisnuwardhana]] dan Waning Hyun.


{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}

Revisi per 7 Februari 2008 11.24

Panji Tohjaya adalah putra Ken Arok (pendiri Kerajaan Tumapel atau Singhasari) yang lahir dari selir bernama Ken Umang. Menurut Pararaton ia menjadi raja Tumapel tahun 1249. Namun menurut Nagarakretagama ia sama sekali tidak pernah menjadi raja Tumapel.

Kisah Tohjaya dalam Pararaton

Pararaton mengisahkan, setelah membunuh ayah tirinya, yaitu Ken Arok pada tahun 1247, Anusapati menjadi raja Tumapel. Pemerintahannnya selalu dilanda kekhawatiran akan balas dendam dari putra-putra Ken Arok.

Meskipun Anusapati memperketat pengawalan dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak Anusapati menyabung ayam. Anusapati menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Peristiwa itu terjadi antara tahun 1248 atau 1249.

Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya menjadi raja Tumapel. Karena hasutan pembantunya, ia kemudian berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni (putra Anusapati), dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wunga Teleng). Namun kedua keponakannya justru mendapat dukungan kuat dari tentara Tumapel. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya yang dilancarkan oleh kedua keponakannya itu. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya parah, ia akhirnya meninggal di desa Katang Lumbang. Peristiwa itu terjadi tahun 1250.

Bukti Sejarah Keberadaan Tokoh Tohjaya

Uraian kisah hidup Panji Tohjaya hanya terdapat dalam Pararaton. Namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman Tumapel sehingga kebenaran sejarahnya cukup meragukan. Naskah Nagarakretagama yang ditulis tepat pada pertengahan zaman Majapahit (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya.

Nama Tohjaya kemudian ditemukan dalam prasasti Mula Malurung. Prasasti ini diterbitkan oleh Kertanagara atas perintah Raja Wisnuwardhana tahun 1255 sehingga kebenaran datanya tentang keadaan Tumapel saat itu dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, terbukti sudah kalau Tohjaya adalah benar-benar tokoh sejarah, bukan sekadar tokoh dongengan ciptaan Pararaton.

Akan tetapi dalam prasasti tersebut ditulis bahwa Tohjaya bukan raja Tumapel atau Singhasari, melainkan raja Kadiri yang menggantikan adiknya, yaitu Guningbhaya. Adapun Guningbhaya menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Ketiga raja Kadiri tersebut adalah paman dari Raja Wisnuwardhana.

Selain itu tertulis pula dalam prasasti tersebut nama pendiri Kerajaan Tumapel yaitu Bhatara Siwa, kakek dari Wisnuwardhana.

Tohjaya adalah Raja Kadiri, bukan Raja Tumapel-Singhasari

Slamet Muljana dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979) mencoba menafsirkan kembali sejarah Tohjaya berdasarkan prasasti Mula Malurung. Kisahnya adalah sebagai berikut.

Kerajaan Kadiri runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (dalam Pararaton disebut Ken Arok). Ia kemudian mendirikan Kerajaan Tumapel di mana Kadiri menjadi negeri bawahan. Kadiri lalu diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Selanjutnya Bhatara Parameswara digantikan adiknya yang bernama Guningbhaya dan Guningbhaya lalu digantikan Tohjaya, yang memerintah Kadiri sampai tahun 1250.

Ketiga raja Kadiri berturut-turut tersebut adalah paman Wisnuwardhana. Jika dibandingkan dengan Pararaton, maka Bhatara Parameswara kiranya sama dengan Mahisa Wunga Teleng, sedangkan Guningbhaya sama dengan Agnibhaya. Keduanya adalah putra Ken Arok yang lahir dari Ken Dedes. Sedangkan Tohjaya lahir dari Ken Umang.

Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Namun dalam prasasti itu disebutkan kalau Guningbhaya digantikan kakaknya (Tohjaya). Kemungkinan besar berita dalam Pararaton benar. Tohjaya memang tidak mempunyai hak atas takhta karena ia hanyalah putra selir . Jadi ia harus melakukan kudeta untuk merebut takhta, dan itu ditujukan terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati.

Di dalam Nagarakretagama disebutkan kalau Anusapati meninggal secara wajar tahun 1248 dan digantikan putranya (Wisnuwardhana). Hal ini memperkuat hipotesis kalau Tohjaya mungkin tidak pernah membunuh Anusapati, tapi membunuh Guningbhaya.

Selanjutnya Pararaton menyebutkan kalau Tohjaya berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Wisnuwardhana dan Mahisa Campaka. Keduanya memang memiliki hak atas takhta Kadiri, karena keduanya masing-masing adalah menantu dan putra Bhatara Parameswara alias Mahisa Wunga Teleng.

Meskipun uraian dalam Pararaton sulit dipercaya, namun beberapa bagian jika dibandingkan dengan prasasti Mula Malurung dan Nagarakretagama ternyata cukup mendekati kebenaran.

Pengganti Tohjaya

Menurut Pararaton pengganti Tohjaya sebagai raja Tumapel sejak tahun 1250 adalah Wisnuwardhana. Namun Nagarakretagama menyebutkan Wisnuwardhana menjadi raja Tumapel sejak 1248 menggantikan Anusapati. Lagi pula prasasti membuktikan kalau Tohjaya adalah raja Kadiri.

Prasasti Mula Malurung diterbitkan tahun 1255 oleh Kertanagara sebagai raja muda di Kadiri atas perintah dari Wisnuwardhana (ayahnya di Tumapel). Kertanagara mendapat hak atas takhta Kadiri karena ibunya adalah Waning Hyun putri Bhatara Parameswara.

Mahisa Campaka alias Narasinghamurti putra Mahisa Wunga Teleng (Bhatara Parameswara) memang tidak terdapat dalam prasasti. Yang ada adalah nama Narajaya sepupu Wisnuwardhana yang menjadi raja bawahan di Hering. Hal ini membuktikan kalau Mahisa Campaka tidak memiliki hak atas takhta Kadiri karena mungkin ia hanyalah putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir Bhatara Parameswara. Karena pada kenyataannya takhta Kadiri jatuh pada Kertanagara putra Wisnuwardhana dan Waning Hyun.

Didahului oleh:
Guningbhaya
Raja Kadiri bawahan Singhasari
? - 1250
Diteruskan oleh:
Kertanagara