Lompat ke isi

Kakawin Smaradahana: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zwobot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: ms:Kakawin Smaradahana
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 2: Baris 2:
'''Kakawin Smaradahana''' adalah sebuah karya [[sastra Jawa Kuna]] dalam bentuk [[kakawin]] yang menyampaikan kisah terbakarnya Batara [[Kamajaya]]
'''Kakawin Smaradahana''' adalah sebuah karya [[sastra Jawa Kuna]] dalam bentuk [[kakawin]] yang menyampaikan kisah terbakarnya Batara [[Kamajaya]]


==Ikhtisar==
== Ikhtisar ==
Ketika Batara [[Siwa]] pergi bertapa, dalam inderanya didatangi musuh ,raksasa dengan rajanya bernama [[Nilarudraka]], demikian heningnya dalam tapa, batara Siwa seolah-olah lupa akan kehidupannya di Khayangan. Supaya mengingatkan batara Siwa dan juga agar mau kembali ke Khayangan ,maka oleh para dewa diutuslah batara Kamajaya untuk menjemputnya. Berangkatlah sang batara untuk mengingatkan batara Siwa, dicobanya dengan berbagai panah sakti dan termasuk panah bunga, tetapi batara Siwa tidak bergeming dalam tapanya. Akhirnya dilepaskannya panah {{DEFAULTSORT:pancawisesa}} yaitu :
Ketika Batara [[Siwa]] pergi bertapa, dalam inderanya didatangi musuh ,raksasa dengan rajanya bernama [[Nilarudraka]], demikian heningnya dalam tapa, batara Siwa seolah-olah lupa akan kehidupannya di Khayangan. Supaya mengingatkan batara Siwa dan juga agar mau kembali ke Khayangan ,maka oleh para dewa diutuslah batara Kamajaya untuk menjemputnya. Berangkatlah sang batara untuk mengingatkan batara Siwa, dicobanya dengan berbagai panah sakti dan termasuk panah bunga, tetapi batara Siwa tidak bergeming dalam tapanya. Akhirnya dilepaskannya panah {{DEFAULTSORT:pancawisesa}} yaitu :
* hasrat mendengar yang merdu
* hasrat mendengar yang merdu
* hasrat mengenyam yang lezat
* hasrat mengenyam yang lezat
Baris 12: Baris 12:
Akibat panah pancawisesa tersebut batara Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi [[Uma]], tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada ditengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi [[Ratih]] istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali ,permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indera dengan gajahnya yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama [[Ganesha]]. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita.
Akibat panah pancawisesa tersebut batara Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi [[Uma]], tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada ditengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi [[Ratih]] istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali ,permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indera dengan gajahnya yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama [[Ganesha]]. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita.


===Raja Kediri===
=== Raja Kediri ===
Dalam kitab Smaradahana, disebut-sebut nama Raja [[Kediri]] [[Prabu Kameswara]] yang merupakan titisan [[Dewa Wisnu]] yang ketiga kalinya dan berpermaisuri [[Sri Kirana Ratu]] putri dari kerajaan [[Jenggala]]
Dalam kitab Smaradahana, disebut-sebut nama Raja [[Kediri]] [[Prabu Kameswara]] yang merupakan titisan [[Dewa Wisnu]] yang ketiga kalinya dan berpermaisuri [[Sri Kirana Ratu]] putri dari kerajaan [[Jenggala]]


===Analisis Para Ahli ===
=== Analisis Para Ahli ===
Dalam prasasti batu, memang tertulis raja Kediri Kameswara bertahta selama tahun 1115 sampai dengan 1130, dan kemudian ada pula Raja Kameswara II yang bertahta pada sekitar tahun 1185. Para ahli Belanda memperkirakan bahwa Kameswara II itu yang mempunyai hubungan dengan kitab Smaradahana. Akan tetapi Prof. Purbatjaraka sebaliknya menunjuk Kameswara I yang terkait, sebab raja tersebut dalam kitab Panji bernama [[Hinu Kertapati]] dan juga permaisurinya bernama Kirana , yaitu [[Dewi Candrakirana]], hanya posisi Jenggala dan Kedirinya yang terbalik.
Dalam prasasti batu, memang tertulis raja Kediri Kameswara bertahta selama tahun 1115 sampai dengan 1130, dan kemudian ada pula Raja Kameswara II yang bertahta pada sekitar tahun 1185. Para ahli Belanda memperkirakan bahwa Kameswara II itu yang mempunyai hubungan dengan kitab Smaradahana. Akan tetapi Prof. Purbatjaraka sebaliknya menunjuk Kameswara I yang terkait, sebab raja tersebut dalam kitab Panji bernama [[Hinu Kertapati]] dan juga permaisurinya bernama Kirana , yaitu [[Dewi Candrakirana]], hanya posisi Jenggala dan Kedirinya yang terbalik.


===Penulis===
=== Penulis ===
Penulis Smaradahana bernama [[mpu Dharmadja]]
Penulis Smaradahana bernama [[mpu Dharmadja]]


==Bacaan lebih lanjut==
== Bacaan lebih lanjut ==
*[[Poerbatjaraka]],[[1931]] ''Smaradahana'', Bibliotheca Javanica Jilid III. Bandoeng: Nix
*[[Poerbatjaraka]],[[1931]] ''Smaradahana'', Bibliotheca Javanica Jilid III. Bandoeng: Nix
*[[R.D.S. Hadiwidjana]],[[1968]] ''Sarwacastra'' ,[[Jogyakarta]]:[[U.P. Indonesia N.V]]. (Resensi ,Jilid II, hal.7-9)
*[[R.D.S. Hadiwidjana]],[[1968]] ''Sarwacastra'' ,[[Jogyakarta]]:[[U.P. Indonesia N.V]]. (Resensi ,Jilid II, hal.7-9)

[[Kategori:Kakawin]]
[[Kategori:Kakawin]]



Revisi per 11 Februari 2008 09.33

Kama yang dibakar oleh Batara Siwa pada sampul buku keluaran Dinas Pendidikan Bali ini

Kakawin Smaradahana adalah sebuah karya sastra Jawa Kuna dalam bentuk kakawin yang menyampaikan kisah terbakarnya Batara Kamajaya

Ikhtisar

Ketika Batara Siwa pergi bertapa, dalam inderanya didatangi musuh ,raksasa dengan rajanya bernama Nilarudraka, demikian heningnya dalam tapa, batara Siwa seolah-olah lupa akan kehidupannya di Khayangan. Supaya mengingatkan batara Siwa dan juga agar mau kembali ke Khayangan ,maka oleh para dewa diutuslah batara Kamajaya untuk menjemputnya. Berangkatlah sang batara untuk mengingatkan batara Siwa, dicobanya dengan berbagai panah sakti dan termasuk panah bunga, tetapi batara Siwa tidak bergeming dalam tapanya. Akhirnya dilepaskannya panah yaitu :

  • hasrat mendengar yang merdu
  • hasrat mengenyam yang lezat
  • hasrat meraba yang halus
  • hasrat mencium yang harum
  • hasrat memandang yang serba indah

Akibat panah pancawisesa tersebut batara Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi Uma, tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada ditengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi Ratih istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali ,permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indera dengan gajahnya yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama Ganesha. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita.

Raja Kediri

Dalam kitab Smaradahana, disebut-sebut nama Raja Kediri Prabu Kameswara yang merupakan titisan Dewa Wisnu yang ketiga kalinya dan berpermaisuri Sri Kirana Ratu putri dari kerajaan Jenggala

Analisis Para Ahli

Dalam prasasti batu, memang tertulis raja Kediri Kameswara bertahta selama tahun 1115 sampai dengan 1130, dan kemudian ada pula Raja Kameswara II yang bertahta pada sekitar tahun 1185. Para ahli Belanda memperkirakan bahwa Kameswara II itu yang mempunyai hubungan dengan kitab Smaradahana. Akan tetapi Prof. Purbatjaraka sebaliknya menunjuk Kameswara I yang terkait, sebab raja tersebut dalam kitab Panji bernama Hinu Kertapati dan juga permaisurinya bernama Kirana , yaitu Dewi Candrakirana, hanya posisi Jenggala dan Kedirinya yang terbalik.

Penulis

Penulis Smaradahana bernama mpu Dharmadja

Bacaan lebih lanjut