Tino Saroengallo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 98: Baris 98:


{{DEFAULTSORT:Saroengallo, Tino}}
{{DEFAULTSORT:Saroengallo, Tino}}

[[Kategori:Aktor Indonesia]]
[[Kategori:Pemeran laki-laki Indonesia]]
[[Kategori:Produser Film Indonesia]]
[[Kategori:Produser Film Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Jakarta]]

Revisi per 19 Agustus 2017 00.35


Templat:Infobox artis indonesia Tino Saroengallo (lahir 10 Juli 1958) adalah aktor, produser film, penulis Indonesia.

Latar belakang

Pada 1986 ia menamatkan pendidikan di Fakultas Sastra Jurusan Asia Timur Program Studi Cina, Universitas Indonesia. Ia menyelesaikan skripsinya setelah mencicipi profesi door to door salesman di perusahaan Electrolux selama enam bulan. Kehidupan salesman inilah yang menjadi bekal utamanya ketika mengawali karier di bidang jurnalistik: tidak malu menyapa calon responden seperti halnya menyapa calon pembeli.

Sejak 1987 berkecimpung di beragam profesi berkaitan dengan media. Mulai dari reporter di tabloid dwi-mingguan “Mutiara”, majalah berita dwi-mingguan “X’tra”, majalah berita bergambar “Jakarta-Jakarta”, penulis lepas di berbagai media hingga akhirnya masuk ke dunia audio-visual pada saat stasiun televisi swasta RCTI berdiri tahun 1988. Sejak saat itu bekerja akrab dengan pembuatan program televisi sebagai Manajer Produksi maupun Penulis untuk program maupun drama televisi. Dari program televisi merambah ke produksi film iklan dan film cerita. Meski pernah menjadi Sutradara film iklan selama beberapa tahun di paruh kedua dekade 1990-an namun pada awal tahun 2000-an ia memutuskan untuk lebih menekuni profesi Asisten Sutradara # 1 dan Manajer Produksi.

Di dunia film cerita ia lebih banyak berkecimpung di departemen produksi menjadi Manajer Produksi, Manajer Lokasi atau malah Pemain. Film cerita yang pernah ia kerjakan sebagai bagian dari departemen produksi adalah Victory (Mark Peploe, 1995), Last to Surrender (David Mitchell, 1999), Pasir Berbisik (Nan T. Achnas, 2001), Ca-bau-kan (Nia diNata, 2002), The Fall (Tarsem Singh, 2006), Jermal (Ravi L. Bharwani, Rayya Makarim, Orlow Seunke, 2008), Eat Pray Love (Ryan Murphy, 2010), Sang Penari (Ifa Ifansyah, 2011), The Philosophers aka After The Dark (John Huddles, 2013) dan terakhir Blackhat (Micahel Mann, 2015).

Sebagai pemain film ia pernah tampil sebagai figuran, cameo ataupun peran pendukung dalam film Petualangan Sherina (Riri Riza, 2000), Arisan (Nia diNata, 2003), Pesan Dari Surga (Sekar Ayu Asmara, 2006), Dunia Mereka (Lasya Fauzia, 2006), Quickie Express (Dimas Djayadiningrat, 2007), Tri Mas Getir (Rako Prijanto, 2008), MBA (Winalda, 2008), Jagad X-Code (Herwin Novianto, 2009), Pintu Terlarang (Joko Anwar, 2009), Kabayan Jadi Miliuner (Guntur Soeharjanto, 2010), Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya (Viva Westi, 2012), Soedirman (Viva Westi, 2015), Alim Lam Mim aka 3 Fighters (Anggy Umbara, 2015), The Fighters (Monty Tiwa, 2015) dan Night Bus (Emil Heradi, 2016). Ia selalu menyebut diri sebagai spesialis peran sekelebat.

Di dunia film dokumenter ia pernah memproduksi sebuah film dokumenter sejarah politik Indonesia berjudul “Student Movement in Indonesia: they forced them to be violent” yang mendapatkan penghargaan sebagai Film Pendek Terbaik dalam Asia Pacific Film Festival ke-47 di Seoul pada bulan Oktober 2002 dan Piala Citra untuk kategori Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Indonesia di Jakarta pada tahun 2004. Salah satu dampak dari kemenangan ini adalah ia seringkali diundang menjadi juri festival film dokumenter seperti Festival Film Indonesia ataupun Eagle Awards Documentary Competition di Metro TV. Untuk film Pantja Sila: Cita-cita & Realita, film itu mendapatkan beberapa penghargaan dari akhir 2016 sampai 2017.

Ia juga banyak terlibat dalam pembuatan film dokumenter televisi tentang Indonesia maupun peliputan berita stasiun televisi ARD-TV Jerman di Indonesia. Bila jadwal memungkinkan, sampai sekarang ia masih mendampingi peliputan ARD-TV di Indonesia sebagai fixer.

Selain tulisan reportasenya yang pernah dimuat di berbagai media antara tahun 1986 – 1994, ia juga sudah menghasilkan dua buah buku yaitu “Ayah Anak Beda Warna! Anak Toraja Kota Menggugat” (Penerbit Tembi, 2008) dan “Dongeng Sebuah Produksi Film” (Penerbit Intisari, 2008). Keduanya sudah diterbitkan ulang. Buku “Dongeng Produksi Film Dokumenter (Asing) di Indonesia” ini adalah buku ketiganya yang diterbitkan FFTV-IKJ Press pada 2015, buku pertama dari trilogi “Dongeng Produksi Film (Asing) di Indonesia.

Di samping menikmati profesi barunya sebagai aktivis facebook, pada awal November 2011 merilis film dokumenter tentang upacara pemakaman di Tana Toraja berjudul Hidup Untuk Mati (They Love to Die). Hasil kerjasama dengan sutradara/produser senior Gary Hayes, guru sekaligus rekan kerjanya sejak tahun 1993 sampai sekarang.

Pada 21 Mei 2013 ia merilis film dokumenter berjudul Setelah 15 Tahun... yang bisa dibilang merupakan sekuel dari film Student Movement in Indonesia: The Army Forced Them To Be Violent: they forced them to be violent" Sebuah film dokumenter masih dalam tahap pasca produksi, berjudul Sudah Selayaknya... (Indo' Toding), dan berkolaborasi dengan aktor senior Tio Pakusadewo dalam Pantja-sila: Cita-cita & Realita", Film "Pantja Sila: Cita-cita & Realita ditayangkan pada 2016. Sementara film Sudah Selayaknya... direncanakan tayang pada 2017.[butuh rujukan]

Filmografi

Buku

Penghargaan

Pranala luar