Lompat ke isi

Derma: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 7: Baris 7:
[[File:Jewish cemetery Otwock Karczew Anielin IMGP6721.jpg|thumb|Ukiran kotak [[tzedakah]] (puske) pada patahan sebuah batu nisan di [[Pekuburan Yahudi]] di [[Otwock]] (Karczew-Anielin), Polandia.]]
[[File:Jewish cemetery Otwock Karczew Anielin IMGP6721.jpg|thumb|Ukiran kotak [[tzedakah]] (puske) pada patahan sebuah batu nisan di [[Pekuburan Yahudi]] di [[Otwock]] (Karczew-Anielin), Polandia.]]
[[File:Tzedoko gelt.JPG|thumb|Pundi-pundi tzedakah dan ''gelt'' (koin atau uang dalam [[bahasa Yiddi]]).]]
[[File:Tzedoko gelt.JPG|thumb|Pundi-pundi tzedakah dan ''gelt'' (koin atau uang dalam [[bahasa Yiddi]]).]]
Dalam [[agama Yahudi]], tzedakah ({{lang-he|צדקה, ''[[tzedakah|ṣedakah]]''}}, secara harfiah berarti kebenaran, tetapi lazim pula diartikan sebagai ''karya amal'' atau ''kedermawanan'' <ref>Rabbi Hayim Halevy Donin; 'To Be A Jew.' Basic Books, New York; 1972, hlm. 48.</ref>) mengacu pada kewajiban pemeluk agama Yahudi untuk bertindak benar dan adil.<ref name="JTauber">"Umat Yahudi tidak melakukan karya amal, dan konsep karya amal nyaris tidak ada dalam tradisi agama Yahudi. Sebagai gantinya, umat Yahudi memberi tzedakah, yang berarti 'kebenaran' dan 'keadilan.' Bilamana seorang Yahudi menyumbangkan uang, waktu, dan sumber-sumber daya yang ia miliki kepada orang yang membutuhkannya, ia tidak sedang bersikap welas asih, murah hati, atau 'dermawan.' Ia hanya sekadar bertindak benar dan adil." [http://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/1079/jewish/The-Myth-of-Charity.htm Tzedakah vs The Myth of Charity]; oleh [[Yanki Tauber]]; Diakses 03-11-2012.</ref> <!--Contemporary tzedakah is regarded as a continuation of the Biblical [[Maaser Ani]], or poor-tithe, as well as Biblical practices including permitting the poor to glean the corners of a field, harvest during the [[Shmita]] (Sabbatical year), and other practices. Tzedakah, along with prayer and repentance, is regarded as ameliorating the consequences of bad acts.
Dalam [[agama Yahudi]], tzedakah ({{lang-he|צדקה, ''[[tzedakah|ṣedakah]]''}}, secara harfiah berarti kebenaran, tetapi lazim pula diartikan sebagai ''karya amal'' atau ''kedermawanan'' <ref>Rabbi Hayim Halevy Donin; 'To Be A Jew.' Basic Books, New York; 1972, hlm. 48.</ref>) mengacu pada kewajiban pemeluk agama Yahudi untuk bertindak benar dan adil.<ref name="JTauber">"Umat Yahudi tidak melakukan karya amal, dan konsep karya amal nyaris tidak ada dalam tradisi agama Yahudi. Sebagai gantinya, umat Yahudi memberi tzedakah, yang berarti 'kebenaran' dan 'keadilan.' Bilamana seorang Yahudi menyumbangkan uang, waktu, dan sumber-sumber daya yang ia miliki kepada orang yang membutuhkannya, ia tidak sedang bersikap welas asih, murah hati, atau 'dermawan.' Ia hanya sekadar bertindak benar dan adil." [http://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/1079/jewish/The-Myth-of-Charity.htm Tzedakah vs The Myth of Charity]; oleh [[Yanki Tauber]]; Diakses 03-11-2012.</ref> Pemberian tzedakah yang dilakukan sekarang ini dianggap sebagai kelanjutan dari praktik [[Ma'ser Ani]] atau persepuluhan bagi fakir miskin, serta praktik-praktik lainnya yang diamanatkan dalam Alkitab, seperti mengizinkan fakir miskin menuai hasil bumi yang tumbuh di sudut-sudut lahan, dan membiarkan siapa saja menikmati hasil bumi yang tumbuh selama [[tahun sabat|Smitah]] (tahun sabat). Tzedakah, disertai doa dan pertobatan, dianggap sebagai penawar bagi akibat-akibat dari perbuatan buruk.


Dalam agama Yahudi, tzedakah (kedermawanan) dipandang sebagai salah satu perbuatan termulia yang dapat dilakukan oleh manusia.<ref>?</ref> Para petani Yahudi dilarang memanen hasil bumi yang tumbuh di sudut-sudut ladangnya maupun memungut panenan yang terjatuh, sehingga dapat dimanfaatkan oleh fakir miskin.
In Judaism, Tzedakah (charity) is seen as one of the greatest deeds that man can do.<ref>?</ref> Jewish farmers are commanded to leave the corners of their fields for the starving to harvest for food and are forbidden to pick up any grain that has been dropped during harvesting, as such food shall be left for the starving as well.


Famous Jewish scholar and sage Maimonides has been noted for creating a list of charity, with the most righteous form being allowing an individual to become self-sustaining and capable of giving others charity. <ref>http://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/45907/jewish/Eight-Levels-of-Charity.htm</ref>
Ulama besar Yahudi, [[Moses Maimonides|Musa bin Maymun]], pernah menyusun sebuah daftar tindakan kedermawanan, dan tindakan yang paling benar menurut daftarnya adalah memampukan seseorang untuk mandiri sehingga mampu menjadi dermawan bagi orang lain. <ref>http://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/45907/jewish/Eight-Levels-of-Charity.htm</ref>


1) Memampukan si penerima menjadi mandiri
1) Enabling the recipient to become self-reliant


2) Memberi bilamana si pemberi dan si penerima tidak saling kenal
2) Giving when neither party knows the other's identity


3) Memberi bilamana si pemberi mengenal si penerima, tetapi si penerima tidak mengenal si pemberi
3) Giving when you know the recipient's identity, but the recipient doesn't know your identity


4) Memberi bilamana si pemberi tidak mengenal si penerima, tetapi si penerima mengenal si pemberi
4) Giving when you do not know the recipient's identity, but the recipient knows your identity


5) Memberi sebelum diminta
5) Giving before being asked


6) Memberi sesudah diminta
6) Giving after being asked


7) Memberi kurang dari yang mampu diberikan, tetapi dilakukan dengan senang hati
7) Giving less than you should, but giving it cheerfully


8) Memberi dengan bersungut-sungut
8) Giving begrudgingly




==Islam==
== Agama Islam ==
{{utama|Zakat|Sedekah}}
Dalam agama Islam, konsep kedermawanan pada umumnya dibedakan menjadi [[sedekah|Sadaqah]] yang berarti memberi dengan suka rela, dan [[Zakat]] yang berarti memberi menurut ketentuan yang telah digariskan oleh [[fikih|syariat Islam]] dengan maksud untuk memenuhi kewajiban keagamaan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, meskipun Zakat memainkan peranan yang lebih besar bagi karya amal Islam, agaknya Sadaqah lebih sesuai untuk diterjemahkan sebagai 'derma'.


Zakat adalah rukun ketiga dari [[rukun Islam|Lima Rukun Islam]].<ref>{{cite web |url=https://www.pbs.org/empires/islam/faithpillars.html |title=Five Pillars |publisher=PBS |accessdate=2010-11-17}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.wsu.edu/~dee/GLOSSARY/5PILLARS.HTM |title=arkan ad-din the five pillars of religion |publisher=[[Washington State University]] |first=Richard |last=Hooker |date=14 Juli 1999 |accessdate=2010-11-17 |archiveurl=https://web.archive.org/web/20101203124633/http://www.wsu.edu/~dee/GLOSSARY/5PILLARS.HTM |archivedate=2010-12-03 |deadurl=yes |df= }}</ref> Ada berbagai aturan terkait pelaksanaan zakat, tetapi secara umum, orang diwajibkan untuk menyerahkan 2,5% dari jumlah simpanan dan pendapatan usahanya, serta 5–10% dari hasil panennya kepada fakir miskin. Para penerima zakat meliputi orang-orang yang nyaris tidak memiliki apa-apa, orang-orang yang berpenghasilan sangat rendah, orang-orang yang tidak sanggup membayar utang, orang-orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan, dan pihak-pihak lain yang memerlukan bantuan. Prinsip umum zakat adalah ''zakaah'', yakni yang kaya harus memberi kepada yang miskin. Salah satu prinsip penting dalam agama Islam adalah ajaran bahwa segala sesuatu merupakan milik Allah, sehingga harta kekayaan hanya boleh disimpan sebagai titipan untuk dikelola.
In Islam, the concept of charitable giving is generally divided into voluntary giving, or [[Sadaqah]], and the [[Zakat]], an obligatory practice governed by a specific set of rules within [[fiqh|Islamic jurisprudence]], and intended to fulfill a well defined set of theological and social requirements. For that reason, while Zakat plays a much larger role within Islamic charity, Sadaqah is possibly a better translation of Christian influenced formulations of the notion of 'alms'.


Arti harfiah dari kata zakat adalah "memurnikan", "mengembangkan", dan "memicu pertumbuhan". Menurut syariat Islam, zakat adalah ibadah. Harta kekayaan seseorang dimurnikan melalui tindakan memisahkan sebagian dari harta kekayaan itu bagi orang-orang yang membutuhkannya, selayaknya tanaman dipangkas untuk meremajakannya dan merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru.
Zakat is the third of the [[Five Pillars of Islam|five pillars of Islam]].<ref>{{cite web |url=https://www.pbs.org/empires/islam/faithpillars.html |title=Five Pillars |publisher=PBS |accessdate=2010-11-17}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.wsu.edu/~dee/GLOSSARY/5PILLARS.HTM |title=arkan ad-din the five pillars of religion |publisher=[[Washington State University]] |first=Richard |last=Hooker |date=July 14, 1999 |accessdate=2010-11-17 |archiveurl=https://web.archive.org/web/20101203124633/http://www.wsu.edu/~dee/GLOSSARY/5PILLARS.HTM |archivedate=2010-12-03 |deadurl=yes |df= }}</ref> Various rules attach to the practice but, in general terms, it is obligatory to give 2.5% of one's savings and business revenue and 5–10% of one's harvest to the poor. Possible recipients include the destitute, the [[working poor]], those who are unable to pay off their own debts, stranded travelers and others who need assistance, with the general principle of ''zakaah'' always being that the rich should pay it to the poor. One of the most important principles of Islam is that all things belong to God and, therefore, wealth is held by human beings in trust.


<!--Zakat is the amount of money that every adult, mentally stable, free, and financially able Muslim, male or female, has to pay to support specific categories of people.
The literal meaning of the word Zakat is "to purify", "to develop" and "cause to grow". According to Shariah it is an act of worship. Our possessions are purified by setting aside a proportion for those in need. This cutting back, like the pruning of plants, balances and encourages new growth.

Zakat is the amount of money that every adult, mentally stable, free, and financially able Muslim, male or female, has to pay to support specific categories of people.


This category of people is defined in surah at-Taubah (9) verse 60: "The alms are only for the poor and the needy, and those who collect them, and those whose hearts are to be reconciled, and to free the captives and the debtors, and for the cause of Allah, and (for) the wayfarers; a duty imposed by Allah. Allah is knower, Wise." (The Holy Qur'an 9:60).
This category of people is defined in surah at-Taubah (9) verse 60: "The alms are only for the poor and the needy, and those who collect them, and those whose hearts are to be reconciled, and to free the captives and the debtors, and for the cause of Allah, and (for) the wayfarers; a duty imposed by Allah. Allah is knower, Wise." (The Holy Qur'an 9:60).
Baris 198: Baris 198:


[[Hindu temple]]s have served as institutions for alms-giving.<ref>SK Aiyangar, Ancient India: Collected Essays on the Literary and Political History, Asian Educational Services, {{ISBN|978-8120618503}}, pages 158-164</ref><ref name=burste/> The ''dāna'' the temples received from Hindus were used to feed people in distress as well as fund public projects such as irrigation and land reclamation.<ref name=burste>[[Burton Stein]], The Economic Function of a Medieval South Indian Temple, The Journal of Asian Studies, Vol. 19 (February, 1960), pp 163-76</ref><ref>Burton Stein (February 4, 1961), The state, the temple and agriculture development, The Economic Weekly Annual, pp 179-187</ref> Other forms of alms-giving in Hinduism includes donating means of economic activity and food source. For example, Go Dāna (donation of a cow),<ref>Padma (1993), The Position of Women in Mediaeval Karnataka, Prasaranga, University of Mysore Press, page 164</ref> Bhu Dāna (भू दान) (donation of land), and ''Vidya Dāna'' or [[Jnana|Jňana]] Dāna (विद्या दान, ज्ञान दान): gift of knowledge and skills, ''Aushadhā Dāna'': Charity of care for the sick and diseased, ''Abhay Dāna'': Giving freedom from fear (asylum, protection to someone facing imminent injury), and ''Anna Dāna'' (अन्ना दान): Giving food to the poor, needy and all visitors.<ref>Abbe Dubois and Henry Beauchamp (2007), Hindu Manners, Customs and Ceremonies, {{ISBN|978-1602063365}}, pages 223, 483-495</ref> Between giving food and giving knowledge, Hindu texts suggest the gift of knowledge is superior.<ref>Maria Heim (2004), Theories of the Gift in South Asia: Hindu, Buddhist, and Jain Reflections, Routledge, {{ISBN|978-0415970303}}, pages xv-xxvi, 141-149 and Chapter 2</ref><ref>[http://www.chitrapurmath.net/sanskrit/subhashitas/Subhashita%206.%20The%20Gift%20of%20Knowledge..pdf The Gift of Knowledge] Chitrapur Matha, India</ref>
[[Hindu temple]]s have served as institutions for alms-giving.<ref>SK Aiyangar, Ancient India: Collected Essays on the Literary and Political History, Asian Educational Services, {{ISBN|978-8120618503}}, pages 158-164</ref><ref name=burste/> The ''dāna'' the temples received from Hindus were used to feed people in distress as well as fund public projects such as irrigation and land reclamation.<ref name=burste>[[Burton Stein]], The Economic Function of a Medieval South Indian Temple, The Journal of Asian Studies, Vol. 19 (February, 1960), pp 163-76</ref><ref>Burton Stein (February 4, 1961), The state, the temple and agriculture development, The Economic Weekly Annual, pp 179-187</ref> Other forms of alms-giving in Hinduism includes donating means of economic activity and food source. For example, Go Dāna (donation of a cow),<ref>Padma (1993), The Position of Women in Mediaeval Karnataka, Prasaranga, University of Mysore Press, page 164</ref> Bhu Dāna (भू दान) (donation of land), and ''Vidya Dāna'' or [[Jnana|Jňana]] Dāna (विद्या दान, ज्ञान दान): gift of knowledge and skills, ''Aushadhā Dāna'': Charity of care for the sick and diseased, ''Abhay Dāna'': Giving freedom from fear (asylum, protection to someone facing imminent injury), and ''Anna Dāna'' (अन्ना दान): Giving food to the poor, needy and all visitors.<ref>Abbe Dubois and Henry Beauchamp (2007), Hindu Manners, Customs and Ceremonies, {{ISBN|978-1602063365}}, pages 223, 483-495</ref> Between giving food and giving knowledge, Hindu texts suggest the gift of knowledge is superior.<ref>Maria Heim (2004), Theories of the Gift in South Asia: Hindu, Buddhist, and Jain Reflections, Routledge, {{ISBN|978-0415970303}}, pages xv-xxvi, 141-149 and Chapter 2</ref><ref>[http://www.chitrapurmath.net/sanskrit/subhashitas/Subhashita%206.%20The%20Gift%20of%20Knowledge..pdf The Gift of Knowledge] Chitrapur Matha, India</ref>

==See also==
*[[Bhiksha]]
*[[Freegan]]
*[[Mendicant]]
*[[Meshulach]]
*[[Qard al-Hassan]]

==Notes==
{{Reflist|group=note}}

==References==
{{reflist|2}}
-->
-->



Revisi per 30 September 2017 22.21

Perempuan bederma, karya János Thorma

Derma adalah pemberian kepada orang lain atas dasar kemurahan hati atau niat untuk berbuat kebajikan. Derma dapat berwujud barang maupun jasa (misalnya pendidikan) yang diberikan secara cuma-cuma. Tindakan bederma terdapat dalam ajaran sejumlah agama dan adat-istiadat beberapa daerah. Kata "derma" berasal dari bahasa Sanskerta: धर्म, dharma, yang berarti kepatutan, kebajikan, atau perbuatan yang benar. Istilah lain untuk derma adalah "sedekah", dari bahasa Arab: صدقة, ṣadaqah, yang berarti segala macam perbuatan baik yang dilakukan secara tulus dan suka rela bagi orang lain.

Agama Yahudi

Ukiran kotak tzedakah (puske) pada patahan sebuah batu nisan di Pekuburan Yahudi di Otwock (Karczew-Anielin), Polandia.
Pundi-pundi tzedakah dan gelt (koin atau uang dalam bahasa Yiddi).

Dalam agama Yahudi, tzedakah (bahasa Ibrani: צדקה, ṣedakah‎, secara harfiah berarti kebenaran, tetapi lazim pula diartikan sebagai karya amal atau kedermawanan [1]) mengacu pada kewajiban pemeluk agama Yahudi untuk bertindak benar dan adil.[2] Pemberian tzedakah yang dilakukan sekarang ini dianggap sebagai kelanjutan dari praktik Ma'ser Ani atau persepuluhan bagi fakir miskin, serta praktik-praktik lainnya yang diamanatkan dalam Alkitab, seperti mengizinkan fakir miskin menuai hasil bumi yang tumbuh di sudut-sudut lahan, dan membiarkan siapa saja menikmati hasil bumi yang tumbuh selama Smitah (tahun sabat). Tzedakah, disertai doa dan pertobatan, dianggap sebagai penawar bagi akibat-akibat dari perbuatan buruk.

Dalam agama Yahudi, tzedakah (kedermawanan) dipandang sebagai salah satu perbuatan termulia yang dapat dilakukan oleh manusia.[3] Para petani Yahudi dilarang memanen hasil bumi yang tumbuh di sudut-sudut ladangnya maupun memungut panenan yang terjatuh, sehingga dapat dimanfaatkan oleh fakir miskin.

Ulama besar Yahudi, Musa bin Maymun, pernah menyusun sebuah daftar tindakan kedermawanan, dan tindakan yang paling benar menurut daftarnya adalah memampukan seseorang untuk mandiri sehingga mampu menjadi dermawan bagi orang lain. [4]

1) Memampukan si penerima menjadi mandiri

2) Memberi bilamana si pemberi dan si penerima tidak saling kenal

3) Memberi bilamana si pemberi mengenal si penerima, tetapi si penerima tidak mengenal si pemberi

4) Memberi bilamana si pemberi tidak mengenal si penerima, tetapi si penerima mengenal si pemberi

5) Memberi sebelum diminta

6) Memberi sesudah diminta

7) Memberi kurang dari yang mampu diberikan, tetapi dilakukan dengan senang hati

8) Memberi dengan bersungut-sungut


Agama Islam

Dalam agama Islam, konsep kedermawanan pada umumnya dibedakan menjadi Sadaqah yang berarti memberi dengan suka rela, dan Zakat yang berarti memberi menurut ketentuan yang telah digariskan oleh syariat Islam dengan maksud untuk memenuhi kewajiban keagamaan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, meskipun Zakat memainkan peranan yang lebih besar bagi karya amal Islam, agaknya Sadaqah lebih sesuai untuk diterjemahkan sebagai 'derma'.

Zakat adalah rukun ketiga dari Lima Rukun Islam.[5][6] Ada berbagai aturan terkait pelaksanaan zakat, tetapi secara umum, orang diwajibkan untuk menyerahkan 2,5% dari jumlah simpanan dan pendapatan usahanya, serta 5–10% dari hasil panennya kepada fakir miskin. Para penerima zakat meliputi orang-orang yang nyaris tidak memiliki apa-apa, orang-orang yang berpenghasilan sangat rendah, orang-orang yang tidak sanggup membayar utang, orang-orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan, dan pihak-pihak lain yang memerlukan bantuan. Prinsip umum zakat adalah zakaah, yakni yang kaya harus memberi kepada yang miskin. Salah satu prinsip penting dalam agama Islam adalah ajaran bahwa segala sesuatu merupakan milik Allah, sehingga harta kekayaan hanya boleh disimpan sebagai titipan untuk dikelola.

Arti harfiah dari kata zakat adalah "memurnikan", "mengembangkan", dan "memicu pertumbuhan". Menurut syariat Islam, zakat adalah ibadah. Harta kekayaan seseorang dimurnikan melalui tindakan memisahkan sebagian dari harta kekayaan itu bagi orang-orang yang membutuhkannya, selayaknya tanaman dipangkas untuk meremajakannya dan merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru.


Lihat pula

Keterangan

Rujukan

  1. ^ Rabbi Hayim Halevy Donin; 'To Be A Jew.' Basic Books, New York; 1972, hlm. 48.
  2. ^ "Umat Yahudi tidak melakukan karya amal, dan konsep karya amal nyaris tidak ada dalam tradisi agama Yahudi. Sebagai gantinya, umat Yahudi memberi tzedakah, yang berarti 'kebenaran' dan 'keadilan.' Bilamana seorang Yahudi menyumbangkan uang, waktu, dan sumber-sumber daya yang ia miliki kepada orang yang membutuhkannya, ia tidak sedang bersikap welas asih, murah hati, atau 'dermawan.' Ia hanya sekadar bertindak benar dan adil." Tzedakah vs The Myth of Charity; oleh Yanki Tauber; Diakses 03-11-2012.
  3. ^ ?
  4. ^ http://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/45907/jewish/Eight-Levels-of-Charity.htm
  5. ^ "Five Pillars". PBS. Diakses tanggal 2010-11-17. 
  6. ^ Hooker, Richard (14 Juli 1999). "arkan ad-din the five pillars of religion". Washington State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-03. Diakses tanggal 2010-11-17. 

Daftar pustaka