Soemantri Mohammad Saleh: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3: | Baris 3: | ||
{{yatim|Agustus 2013}} |
{{yatim|Agustus 2013}} |
||
{{noref}} |
{{noref}} |
||
'''Soemantri Mohammad Saleh''' merupakan salah satu pasukan dari GPH [[Djatikusumo]] dan [[Gatot Subroto]] di struktural [[PETA]] dan berpangkat shodancho. Pada saat perang kemerdekaan, ia juga merupakan anggota pasukan Jenderal [[Sudirman]]. Atas segala prestasinya tersebut, ia dianugehari Bintang Gerilya, Bintang Windu, dan Bintang Perang Kemerdekaan I dan II. Terakhir kali, ia menjabat pangkat sebagai [[Brigadir Jenderal]] di [[TNI]]. |
''' Sasanasinha Soemantri Mohammad Saleh''' merupakan salah satu pasukan dari GPH [[Djatikusumo]] dan [[Gatot Subroto]] di struktural [[PETA]] dan berpangkat shodancho. Pada saat perang kemerdekaan, ia juga merupakan anggota pasukan Jenderal [[Sudirman]]. Atas segala prestasinya tersebut, ia dianugehari Bintang Gerilya, Bintang Windu, dan Bintang Perang Kemerdekaan I dan II. Terakhir kali, ia menjabat pangkat sebagai [[Brigadir Jenderal]] di [[TNI]]. |
||
Lahir sebagai anak kedua dari Almarhum Mohammad Saleh, jaksa kepala di [[Jakarta]] di [[Bekasi]] [[16 Desember]] [[1915]]. Ia dibesarkan dalam keluarga Islam dengan nuansa Jawa yang kental. Semasa muda ia terkenal nakal, bandel, dan keras kepala, ia juga kerap berkelahi dan dikeroyok karena kenakalannya. Akibatnya Soemantri MS tidak pernah berhasil menamatkan pendidikan SMA karena dikeluarkan dari sekolah. Namun, karier militernya cukup bersinar, setelah ia kembali meneruskan sekolah di [[Sekolah Staf Komando Angkatan Darat]] di usia 41 tahun. Ia pernah menjadi asisten kepala staf divisi Diponegoro, Semarang dan menjabat asisten wakil [[KASAD]] di Jakarta. |
Lahir sebagai anak kedua dari Almarhum Mohammad Saleh, jaksa kepala di [[Jakarta]] di [[Bekasi]] [[16 Desember]] [[1915]]. Ia dibesarkan dalam keluarga Islam dengan nuansa Jawa yang kental. Semasa muda ia terkenal nakal, bandel, dan keras kepala, ia juga kerap berkelahi dan dikeroyok karena kenakalannya. Akibatnya Soemantri MS tidak pernah berhasil menamatkan pendidikan SMA karena dikeluarkan dari sekolah. Namun, karier militernya cukup bersinar, setelah ia kembali meneruskan sekolah di [[Sekolah Staf Komando Angkatan Darat]] di usia 41 tahun. Ia pernah menjadi asisten kepala staf divisi Diponegoro, Semarang dan menjabat asisten wakil [[KASAD]] di Jakarta. |
Revisi per 15 Januari 2018 03.44
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada April 2016. |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Agustus 2013. |
Sasanasinha Soemantri Mohammad Saleh merupakan salah satu pasukan dari GPH Djatikusumo dan Gatot Subroto di struktural PETA dan berpangkat shodancho. Pada saat perang kemerdekaan, ia juga merupakan anggota pasukan Jenderal Sudirman. Atas segala prestasinya tersebut, ia dianugehari Bintang Gerilya, Bintang Windu, dan Bintang Perang Kemerdekaan I dan II. Terakhir kali, ia menjabat pangkat sebagai Brigadir Jenderal di TNI.
Lahir sebagai anak kedua dari Almarhum Mohammad Saleh, jaksa kepala di Jakarta di Bekasi 16 Desember 1915. Ia dibesarkan dalam keluarga Islam dengan nuansa Jawa yang kental. Semasa muda ia terkenal nakal, bandel, dan keras kepala, ia juga kerap berkelahi dan dikeroyok karena kenakalannya. Akibatnya Soemantri MS tidak pernah berhasil menamatkan pendidikan SMA karena dikeluarkan dari sekolah. Namun, karier militernya cukup bersinar, setelah ia kembali meneruskan sekolah di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di usia 41 tahun. Ia pernah menjadi asisten kepala staf divisi Diponegoro, Semarang dan menjabat asisten wakil KASAD di Jakarta.
Ia adalah seorang muslim hingga sampai pertemuannya dengan Biksu bernama The Boan An alias Ashin Jinarakkhita yang menimbulkan kesan mendalam kepadanya. Ia begitu terpesona dengan ajaran Buddha yang diajarkan oleh The Boan An sehingga ia memutuskan untuk berpindah keyakinan menjadi beragama Buddha. Setelah memeluk agama Buddha, ia menjadi seorang yang taat beribadah, bahkan ia yang memiliki integritas teguh terpilih menjadi ketua Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) pada tahun 1982. Selama masa itu juga ia menjabat pula sebagai asisten gubernur DKI Jakarta. Setelah meninggalkan agama islam, pamornya meredup meskipun ia adalah seorang pahlawan pejuang kemerdekaan. Namanya juga diubah menjadi M.U. Sasanasinha Soemantri M.S. atau kerap dipanggil Soemantri M.S saja setelah ia meninggalkan Islam.
Sumber
Apa & siapa sejumlah orang Indonesia 1983-1984 - Halaman 737