Aneuk Jamèë: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 8: | Baris 8: | ||
}} |
}} |
||
'''Suku Aneuk Jamee''' adalah sebuah suku di [[Indonesia]] yang tersebar di sepanjang pesisir barat [[Aceh]] mulai dari [[Singkil]], [[Aceh Selatan]], [[Aceh Barat Daya]], [[ |
'''Suku Aneuk Jamee''' adalah sebuah suku di [[Indonesia]] yang tersebar di sepanjang pesisir barat - selatan [[Aceh]] mulai dari [[kabupaten]] [[Aceh Singkil]], [[Aceh Selatan]], [[Aceh Barat Daya]], [[Aceh Barat]] dan [[Simeulue]]. Suku ini merupakan keturunan perantau [[Minangkabau]] yang bermigrasi ke Aceh dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh.<ref>M. J. Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995</ref> |
||
== Etimologi == |
== Etimologi == |
Revisi per 27 Januari 2018 11.38
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Aceh | |
Bahasa | |
Bahasa Jamee | |
Agama | |
Islam | |
Kelompok etnik terkait | |
Minangkabau, Aceh |
Suku Aneuk Jamee adalah sebuah suku di Indonesia yang tersebar di sepanjang pesisir barat - selatan Aceh mulai dari kabupaten Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Aceh Barat dan Simeulue. Suku ini merupakan keturunan perantau Minangkabau yang bermigrasi ke Aceh dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh.[1]
Etimologi
Secara etimologi, nama "Aneuk Jamee" berasal dari Bahasa Aceh yang secara harfiah berarti "anak tamu".[2]
Sejarah
Sejak berabad-abad lalu, pesisir barat Sumatera telah menjadi rantau tradisional bagi orang Minangkabau. Migrasi orang Minang ke pesisir barat Aceh telah berlangsung sejak abad ke-16, di mana ketika itu banyak dari saudagar Minang yang berdagang dengan Kesultanan Aceh. Selain berdagang banyak pula dari masyarakat Minang yang memperdalam ilmu agama ke Aceh. Salah satunya ialah Syeikh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama yang berasal dari Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat. Syekh Burhanuddin pernah menimba ilmu di Aceh kepada Syekh Abdurrauf Singkil dari Singkil, Aceh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing.
Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada masa Perang Paderi. Di mana pada masa itu banyak dari masyarakat Minang yang menghindar dari pergolakan dan penjajahan Hindia Belanda.
Penyebaran
Suku Aneuk Jamee terutama terdapat di kabupaten Aceh Selatan (lebih kurang 30% dari populasi) dan sebagian kecil di kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Barat, Aceh Singkil dan Simeulue.
Kawasan-kawasan yang didiami oleh suku Aneuk Jamee:
Kabupaten | Kawasan |
---|---|
Aceh Selatan | Kecamatan: Kemukiman Kandang (Kluet Selatan), Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Sama Dua dan Tapak Tuan |
Aceh Barat Daya | Kecamatan: Susoh. |
Aceh Barat | Umumnya terkonsentrasi di beberapa desa dalam Kecamatan Meureubo (bercampur dengan Suku Aceh) yaitu desa Gunong Kleng, Peunaga, Meureubo, Ranto Panyang dan sekitarnya. Disamping itu, sebagian kecil juga mendiami Desa Padang Seurahet yang termasuk dalam Kecamatan Johan Pahlawan. Umumnya yang disebut terakhir ini merupakan keturunan pendatang yang berasal dari Kabupaten Aceh Selatan dan telah menetap lama di Aceh Barat secara turun temurun. |
Simeulue | Sinabang |
Aceh Singkil | Kota Singkil, kecamatan Pulau Banyak (ada 3 desa, yaitu: Pulau Balai, Pulau Baguk dan Teluk Nibung) |
Bahasa
Dalam percakapan sehari-hari, kelompok masyarakat ini menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh, atau yang dikenal dengan Bahasa Jamee. Bahasa Jamee merupakan Bahasa Minangkabau yang telah menyerap beberapa unsur dan kosakata Bahasa Aceh. Kini kebanyakan anggota masyarakat Suku Aneuk Jamee, terutama yang mendiami kawasan yang didominasi oleh Suku Aceh menggunakan Bahasa Aceh. Bahasa Jamee digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari oleh seluruh masyarakat, baik itu anak-anak maupun orang tua.
Lihat Pula
Sumber
- ^ M. J. Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
- ^ Upacara tradisional (upacara kematian) Daerah Istimewa Aceh, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1984